9. Dependency 🌷

122K 13.8K 320
                                    

Happy Reading ♥️

~•~

Senja indah oranye berangsur-angsur hilang di langit barat. Matahari sepenuhnya tenggelam sehingga menciptakan keredupan di langit. Bumi yang kehilangan sinarnya tenggelam dalam kegelapan.

Di sebuah rumah yang gelap, salah satu ruangannya tak kentara gelap pula. Hanya dengan mengandalkan sisa senja di luar yang masuk lewat celah-celah jendela.

"Nyonya ...."

"Sst." Renae meletakkan telunjuk di bibirnya sembari menoleh dengan tatapan mengancam ke arah seorang wanita yang memanggilnya cemas. Menatap hati-hati orang di pelukannya, dia menoleh lagi ke arah Emi dan beberapa pengawal yang masih berdiri di sana. "Kalian boleh pergi. Dia sudah tidak apa-apa."

"Tapi ..."

Reane memotongnya. "Ingat, kalian berhutang penjelasan kepadaku."

Tatapan Reane begitu tajam dan dingin yang tak pernah mereka rasakan, sehingga pengawal yang di tatap langsung menunduk.

Reane tak akan pernah melupakan bagaimana kasarnya mereka saat menenangkan Ray yang kambuh. Dia masih merasa marah sehingga tak sadar bahwa emosi di wajahnya yang terlihat dingin sangat berkebalikan dengan kepribadiannya yang tertutup dan lembut. Dan itu tentu saja untuk Ray.

"Keluar."

Pada satu perintah yang tak terbantah, mereka langsung keluar dari kamar gelap Ray dengan gerakan teramat pelan.

Tuk.

Suara pintu tertutup membuat Reane rileks seketika. Sejujurnya dia tak bisa menjadi orang setegas itu, tapi dia harus sadar diri akan perannya sekarang. Jika dirinya terlalu pemaaf dan lembut, sangatlah naif. Kehidupan dia atau Ray kedepannya tidak akan sebaik yang di harapkan. Reane tidak tau sikap-sikap semua pekerja di rumah itu yang melayani Ray, bahkan saat ini Reane masih tak percaya Emi akan memerintahkan para pengawal mengikat Ray. Apakah cara mereka selama ini sekasar itu?

Deru nafas lembut teratur mengalihkan perhatian Reane. Menunduk, Senyum yang tak tertahankan terbit di bibir gadis itu saat melihat kedamaian wajah tidur orang di pelukannya.

Bagaikan mimpi, saat Ray memintanya untuk tetap di sisinya, dia seolah kepribadian yang berbeda. Bahkan nada suaranya sangat asing untuk Reane. Yang sangat di sayangkan adalah, Reane tak bisa melihat ekspresinya saat Rey mengatakan itu, karena ia di peluk erat oleh tangannya yang kuat. Tapi yang menjadi berbeda tidak hanya suara, namun hawa keberadaan sangat kuat dan menekan.

Reane masih ingat kejadian beberapa menit sebelumnya.

"Aku senang bisa memelukmu. Mulai sekarang, bisakah kamu tetap berada di sisiku?"

"... Ray?"

Di tengah kebingungan, Reane melihat para pengawal mundur dengan ekspresi ngeri di wajahnya saat tatapan mereka melihat ke arah atas kepalanya, wajah Ray. Bahkan wajah Emi dan satu pelayannya memucat.

Reane akan mendongak, namun kepala Ray tiba-tiba menelusup ke leher melewati bahunya. Tubuhnya merinding seketika saat merasakan nafasnya yang dingin.

"Aku mengantuk. Maukah kamu menemaniku tidur?"

Atas suaranya yang serak dan lelah, Reane mengangguk dengan linglung.

Tik. Tik.

Keheningan yang sangat dalam membuat detik jarum jam di dinding terdengar jelas.

Tiba-tiba Reane merasakan tubuhnya terangkat. Hanya menutup mata sekejap, dia sudah berada di atas tempat tidur. Saat menunduk, dia melihat rambut hitam Ray yang langsung menyentuh pipinya. Kepala pria itu bersandar di dadanya, dan tubuhnya di peluk erat.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang