WARNING!
*
Dilarang mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita. Naskah sudah diterbitkan, memiliki hak cipta beserta terdaftar ISBN
*
*
*
Semua cast hasil meminjam dari web dan pinterest.
*Gontai, langkah ini berjalan tanpa arah. Baru akan membangun mimpi, kini asa yang baru dipikirkan telah lebih dulu lebur bersama luka kekecewaan.
Mengapa harus seburuk ini lagi? Sendiri di tengah sunyi dan aku tidak tahu akan ke mana?
Terduduk di trotoar jalan seraya memperhatikan jalanan yang sudah lengang. Malam kian larut, dan hidupku kian marut.
Aku menghela napas, memasukan kedua tangan di saku jaket milik Levant. Lantas kepala tertumpuh pada lutut yang terlipat.
Andai Levant ada di sini, memeluk, juga menjadi pundakku.
Aku menghela napas, perlahan bening bulir itu bebas menjelajahi wajah. Aku terluka, lagi dan lagi. Sayangnya, semesta masih memalingkan wajah.
Tak acuh dan tak ingin tahu.
***
Kuhela napas berkali-kali, sesekali melihat jam yang melingkari pergelangan tangan.
Sudah lewat sejam dari waktu pulang, dan aku? Masih duduk di depan mini market, bergeming.
Menumpuhkan dagu di atas meja stainlees, sesekali mengembuskan poni yang menutupi dahi.
Tidak ingin pulang, aku takut bertemu mama lagi. Rasa sakit akibat tamparan semalam masih terasa panas.
Memilih pergi setelah pertengkaran, dan aku tidur di depan mini market. Apa aku akan tidur di jalanan lagi?
Sebuah kaleng dingin menyentuh pipi, aku menegakkan badan dan menoleh. Levant tersenyum dengan menyerahkan sekaleng soda.
Aku menghela napas, meraih kaleng soda itu. Lalu, Levant menarik pergelangan tanganku. Matanya menajam saat melihat ada beberapa goresan di sana.
"Binar, apa yang kamu lakukan?" tanyanya saat melihat goresan di pergelangan tanganku.
Aku menarik tangan dan memilih untuk tidak menjawab. Lelaki itu menghela napas, lantas ia duduk berhadapan.
"Binar, apa kamu mencoba bunuh diri?" tanyanya.
Aku menggeleng, dia bangkit, dan masuk ke mini market. Aku tidak terlalu peduli, kupandangi beberapa goresan yang kubuat semalam.
Rasanya masih nyeri, bahkan darah-darah keringnya masih membekas. Entah mengapa, jika hati ini sakit, aku juga akan menyakiti fisik?
Berharap rasa sakitnya akan berpindah. Nyatanya sama saja, sudah menjadi kebiasan mengerikan. Mungkin.
Levant kembali dengan sebotol alkohol dan beberapa plester. Ia menarik pergelangan tanganku, lantas menyiramkan alkohol ke atas luka.
Dingin, kupandangi wajah yang masih terfokus oleh lukaku itu. Sedikit mengembus luka, padahal aku tidak merasa panas di sana.
Bibir terkembang dengan lebar. Yang mendingin bukan hanya luka di tangan. Namun, rasa amarah yang perlahan sirna dan teredam. Siraman alkohol mendinginkan kulitku, dan hadirnya Levant mendinginkan apa yang terbakar selama ini.
Telaten dia membersihkan setiap darah kering di atas luka, membasuhnya dengan kapas. Setelah kering, dia menempelkan beberapa plester di sana.
Satu air lolos begitu saja, segera kuseka. Melihat kepeduliaannya, hati terenyuh. Haru dan tidak bisa kujelaskan apa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta, Kala Fajar Menyapa
RandomBroken home, apa yang terlintas jika kalimat itu yang disebutkan? Rumah tangga yang berantakan dan juga pertengkaran, perceraian atau yang lainnya? Broken home, bukan hanya sekadar perpisahan dua insan yang pernah disatukan dalam ikatan pernikahan. ...