Enam

35 7 1
                                        

WARNING!
*
Dilarang mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita. Naskah sudah diterbitkan, memiliki hak cipta beserta terdaftar ISBN
*
*
*
Semua cast hasil meminjam dari web dan pinterest.
*

Sudah seminggu aku terus mendatangi rumah Delia dan Mila. Bahkan mereka tidak pernah kelihatan di kampus lagi.

Entah apa maksudnya? Aku kecewa, mengapa teman yang katanya terluka bersama, tega melakukan ini pada yang bernasib sama?

Selain itu, aku mulai tidak tenang, takut, juga kalut. Mengonsumsi kontrasepsi setiap hari. Berdoa, semoga Tuhan tidak menambahkan bebanku dengan mendatangkan malaikat kecil yang nantinya akan bernasib sama saja denganku.

Menunggu seharian di kampus bahkan hari ini dua wanita yang katanya sahabat sejati itu entah ke mana?

Seperti menghilang di belahan bumi yang tidak tahu di mana setelah menorehkan noda dan luka, membuat aku semakin benci dengan pria dan para penghuni dunia.

Mengapa terlalu banyak sandiwara yang dimainkan oleh manusia?

Tuhan, seperti inikah dunia yang katanya indah? Hanya ada asa bahagia, yang nyatanya hanya fatamorgana.

Kini, harus bagaimana aku mengadu dan mengeluh? Bahkan Engkau membuat luka yang tidak pernah menemukan tepian untuk berlabuh. Semakin terombang ambing karena badai yang mengerikan menerpa tiada ampun.

Tidak karam, tidak mampu bertahan. Di tengah hamparan badai, aku harus berjuang. Mengambang, tetapi tidak memiliki arah tujuan.

Selucu itukah? Tidak adil rasanya Engkau memperlakukanku yang dibuat semakin terpuruk dengan kehilangan mahkota kebanggaan.

"Bajingan!" Kutendang kerikil kecil yang menghadang jalan. Andai aku bisa melakukan itu pada kerikil kehidupan. Maka akan kumusnahkan siapapun yang menghadang.

Mata teralih ke arah kaca kafe. Seringai mengerikan tercetak dari bibirku saat menemukan Mila dan Delia tengah berbincang dengan beberapa teman yang lainnya.

"Sialan emang! Setelah mencampakkanku, mereka menemukan teman baru?"

Dengan tergesa aku menghampiri mereka. Wajah Delia langsung memucat saat menyadari kehadiranku di sini.

Sementara Mila, masih tidak sadar karena memunggungi aku.

"Hai, bagaimana bisa kalian hang-out tanpa aku?" sapaku dengan tersenyum semanis mungkin.

Mila menoleh, wajahnya pasi. Sedangkan Delia mulai tertunduk. Beginikah teman? Yang katanya akan melewati duka bersama?

Ternyata hanyalah domba di balik helaian bulu putih yang sangat halus. Semakin di rengkuh semakin nyaman, nyatanya bulu itu mampu membenamkan jika didekap terlalu erat.

"Bi-Bi-Binar," sapa Mila tergagap.

Kusilangkan kedua tangan di depan dada. Tersenyum sinis seraya menggelengkan kepala.

"Kenapa? Terkejut? Apakah kalian itu manusia? Bagaimana bisa kalian menjebakku malam itu?" tanyaku kecewa.

"Aku ini teman kalian. Kenapa kalian menusukku dari belakang?"

"Binar, bukan seperti itu. Aku juga terkejut, aku juga tidak bermaksud."

Aku tertawa miris. Terkejut? Tidak bermaksud? Omong kosong macam apa ini?

"Aku berani bersumpah, Binar. Aku baru tau saat pagi. Dan Andre bilang kalian hanya one nigth."

"Apa? One nigth?" tanyaku sinis.

Cinta, Kala Fajar MenyapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang