Bab 9. Wedges Tujuh Senti

18 0 0
                                    

"Kenzo!" teriak Tiara dengan kaget.

"Maaf, kupikir kamu....," Tiara menggantung kalimatnya.

"Tiaraaa. What's wrong with you. Aku nggak mungkin mengambil makan siangmu. That's not me," sangkal Kenzo yang dituduh akan mangambl makan siang Tiara.

"Bukan. Bukan kamu. Tadi, kupikir yang menyapaku bukan kamu. Tapi orang lain. Maaf," pinta Tiara.

"It's okay. Mungkin kamu terlalu lama sendiri. C'mon and join us. Kita ngobrol tentang fotografi bareng Tony dan Wahyu. No ngobrol gosip-gosip. C'mon," ajak Kenzo sambil menunjukkan tempat duduknya dengan Tony dan Wahyu.

Di meja dengan bangku yang berisi untuk empat orang, Tony dan Wahyu melambaikan tangan mereka pada Tiara, terlihat keduanya tersenyum ramah pada Tiara.

"Thanks, Kenzo. Aku di sini saja," tolak Tiara.

"Okay. Aku balik ke sana," pamit Kenzo. "Kapan pun kamu mau gabung bareng kami. Ikut saja. Jangan pernah merasa asing dengan kami," ajak Kenzo.

"Thanks, Kenzo. Salam buat Tony dan Wahyu," kata Tiara.

"Ok," kata Kenzo.

Kenzo kembali menuju kedua sahabat karibnya, Tony dan Wahyu.

Tiara tersenyum lega. Ternyata dugaannya salah, yang menyapanya bukan Dirga, tapi Kenzo. Tidak ada Dirga di sana. Aman.

Sebenarnya, Tiara sudah mempersiapkan diri dari rumah. Tiara memakai hush puppies wedges, sepatu tujuh senti miliknya. Sepatu itu bisa dia lempar ke arah Dirga jika lelaki itu macam-macam dengannya.

Sayangnya, sepatu itu tertutup penuh. Tidak ada sirkulasi udara sama sekali, kecuali dari bagian atas. Tiara merasa telapak kakinya basah. Dia pun lelah sejak pagi memakai wedges tujuh senti. Tiara melepas sepatunya.

"Leganyaaaaaa," kata Tiara dengan kaki tanpa alas sepatu.

"Aman. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi," kata Tiara seorang diri.

Tiara kembali menatap guguran bunga tabebuya. Lalu, mengalihkan pandangannya pada burung-burung pipit yang singgah di bawah bangkunya. Bunga-bunga angsana gugur di atas meja Tiara. Dia memunggutnya. Tiara merasa makan siangnya saat itu begitu nyaman. Karena, dia bisa menikmati kesendiriannya.

Tiara mulai menyuapkan sesendok nasi dan cumi hitam ke dalam mulutnya.

"Nice to meet you," kata seorang lelaki di dekat Tiara.

"Kenzooo, aku kan sudah bilang. Aku ingin duduk sendiri di sini. Bukan sama kamu," tolak Tiara sambil terus melihat sepiring nasi madura miliknya. Tiara tidak memandang lelaki yang ada di dekatnya.

"Kenzo? Siapa Kenzo? Pacar kamu? Kamu lagi marahan sama pacar kamu? Lalu, ingin duduk sendiri. Dan, nggak mau berduaan sama pacar kamu?" tanya lelaki itu dengan ceriwis.

Tiara langsung menatap lelaki di dekatnya itu.

"Kamu lagiiiii!" teriak Tiara, matanya membulat tajam menatap lelaki itu. Lelaki itu, Dirga.

Dirga saat itu sudah duduk di depan Tiara. Dia meletakkan nasi madura dan es cincau miliknya.

"Jangan pernah ambil makanan dan minumanku lagi!" Tiara memperingatkan Dirga dengan keras.

"Siap!" janji Dirga dengan sangat santai.

"Sebentar. Kamu belum jawab pertanyaanku. Siapa Kenzo? Dia pacar kamu?" Dirga penasaran.

"Bukan urusanmu!" jawab Tiara dengan ketus.

"Thanks ya. Kamu sudah mau jawab pertanyaanku," kata Dirga.

Lunch TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang