Bab 15. Dirga?

12 0 0
                                    

Dengan jari jempol dan jari telunjuk kanan, Tiara memegang kemeja kotak-kotak milik Dirga.  Tiara terlihat sangat risi.  Tapi, dia tidak mungkin meninggalkan kemeja itu.  Mata Heru cleanning service tak henti mengawasinya.

Pada akhirnya, Tiara memegang kemeja Dirga dengan kelima jari tangan kanannya.

"Bok.  Nitip kemeja ini ya.  Ini punya Dirga.   Nanti dia pasti ke sini nyari kemejanya," kata Tiara.

"Dirga?  Dirga siapa ya, Mbak?   Bok Ma nggak kenal Dirga," tanya Bok Ma. 

"Itu lho, Bok.  Pria yang sering duduk sama saya," terang Tiara.

"Wah.  Nggak hafal saya, Mbak.  Mbak Tiara bawa saja.  Kan sering duduk sama Mbak Tiara.  Pasti besok duduk sama Mbak Tiara juga.  Bok Ma banyak pesanan ini.  Nanti kita ngobrol lagi," kata bok Ma menyudahi pembicaraan.  Tangan bok Ma tidak berhenti bergerak, memasukkan nasi pada kotak makan coklat.

Tiara meninggalkan kedai nasi madura.  Dan, berjalan keluar dari area food court.  Dia tidak mungkin membawa kemeja Dirga.  Dia ingat, Dirga pernah bilang, tempat kerjanya dekat dengan food court.

Tiara menuju samping kiri food court, karena samping kanan food court adalah Universitas Angkasa, kantor Tiara.  Dan, sebagai HRD tentu saja Tiara hafal, siapa saja karyawan dan dosen di Universitas Angkasa.  Dirga tidak pernah sekalipun bekerja di sana.

Samping kiri food court adalah apartemen dan hotel.  Mungkin Dirga bekerja di sana.

Mungkin sebagai salah satu marketing di hotel itu, mengingat Dirga yang sangat cerewet.  Itu pemikiran Tiara.

"Pak, permisi.  Saya mencari Dirga.  Dirgantara Rakabumi," kata Tiara pada security apartemen dan hotel Galaxy.  Tiara tidak menyadari, bahwa dia mengingat dengan jelas nama lengkap Dirga.

"Dirga?   Dirgantara Rakabumi?  Di sini tidak ada karyawan dengan nama itu.   Saya hafal semua karyawan sini," jawab security.

"Nggak ada ya, Pak.  Hmmm.  Tadi siang ada yang pakai kemeja ini, Pak. Inget nggak?  Nitip di sini ya.  Mungkin karyawan sini, Pak," kata Tiara bersikeras.

"Karyawan di sini semua pakai seragam, Mbak.  Nggak ada yang pakai flanel kotak-kotak," terang security.  "Temannya kan, Mbak.  Ditelpon saja, bilang kalau kemejanya dibawa sama Mbak," saran security.

"Saya nggak punya nomer telponnya, Pak," kata Tiara.

"Ya sudah, Mbak.  Dibawa saja.  Besok pasti ketemu lagi," saran security.

Tanpa hasil, Tiara pergi dari apartemen dan hotel Galaxy.  Gedung apartemen itu terletak di perempatan.  Belok ke kiri, terdapat supermarket.

"Apa mungkin Dirga kerja di supermarket ya?" kata Tiara seorang diri.

Siang hari di Surabaya begitu panas.  Saat itu, jam di lengan Tiara sudah menunjukkan pukul satu lebih lima menit.  Tiara masih berusaha mencari Dirga.

Keringat bercucuran di dahi Tiara.  Langkah kakinya menuju supermarket.

"Dirga?  Tidak ada di sini karyawan dengan nama Dirgantara Rakabumi," ujar security supermarket.

Nihil.  Security apartemen maupun supermarket tidak mengenal Dirga.  Jarum jam terus berputar.

Tiara putar balik.  Menuju kantornya.  Di samping kanan kantor Tiara, terdapat gedung perbankan.  Di samping gedung bank, terdapat sekolah islam terpadu, SD, SMP, SMA.

"Nggak ada di sini karyawan dengan nama Dirgantara Rakabumi," kata security bank.
"Dirga?  Nggak ada, Mbak," kata security sekolah islam terpadu.

Jam satu lebih dua puluh menit.  Tiara memutuskan untuk kembali ke kantornya, dengan membawa kemeja flanel kotak-kotak biru putih milik Dirga.

Lunch TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang