Bab 21. Burung-Burung Kertas

21 1 0
                                    

"Calon istri Sakha itu aku, Ra. Akuuuu..." Tiara tidak sanggup lagi menyembunyikan semua kesedihannya. Bibirnya bergetar, seluruh badannya sangat dingin. Dia merasa badannya begitu lemas. Air mata Tiara tumpah.

Badan Tiara terhuyung-huyung karena isak tangisnya.

Maura langsung menghampiri Tiara dan memeluknya dengan erat.

"Tiaaaaa. Maaaaf," Maura kehilangan semua kalimatnya. Maura merasa sangat bersalah pada Tiara. Sejak tadi, dia membela Alea. Dan, ternyata calon istri Sakha itu adalah sahabat SMPnya sendiri, Tiara.

"Sakit banget, Raaa. Sakiiiit," Tiara merasa sesak nafas. Tangannya sangat dingin. Sekuat tenaga Tiara berusaha untuk tidak pingsan. Menahan semua rasa sakit yang masih sama, tidak berkurang sedikit pun.

Maura terus memeluk Tiara dengan erat. Air mata Maura ikut menetes.

***

Keesokan harinya.

Pukul sepuluh siang di ruang kerja HRD, Universitas Angkasa.

"Tiara, Bapak belum selesai mengerjakan rekap penilaian kinerja karyawan. Nanti sore harus sudah dikirim ke wakil rektor dua. Bapak ada kelas sampai jam dua belas siang. Setelah itu jam satu Bapak ngajar lagi sampai sore," kata Pandji sambil menatap Tiara.

Tiara menatap setumpuk berkas rekrutmen karyawan di mejanya. Dari kalimat panjang Pandjim Tiara merasa, pasti kali ini Pandji meminta tolong kembali padanya.

"Bapak sudah kirim rekapnya ke email Tiara. Selesaikan ya. Kalau sudah selesai, segera kirim email ke Bapak," pinta Pandji.

Tanpa menunggu persetujuan dari Tiara. Pandji meninggalkan ruangan HRD.

"Kuat-kuatin saja. Tahun depan Pak Pandji pensiun," kata Kenzo setelah pak Pandji keluar dari ruangan. "Aku rapat dengan wakil rektor dua dulu," kata Kenzo, sambil menyeprotkan parfum di bajunya. Lalu, dia keluar dan menutup pintu ruangan HRD.

Benar apa yang dikatakan Kenzo. Sebentar lagi pak Pandji pensiun. Satu tahun lagi, usia pak Pandji lima puluh lima tahun. Sudah lama Tiara ingin menduduki posisi Manager HRD. Ini kesempatan Tiara, mungkin sepuluh bulan ke depan akan dibuka rekrutmen internal, untuk mencari Manager HRD yang baru. Biasanya, manager selalu diambil dari orang dalam, bukan membuka rekrutmen eksternal.

Tangan kanan Tiara mulai membuka email di laptop. Membuka email dari Pandji.

"Ini sih baru dikerjakan sepuluh persen saja," keluh Tiara, sambil menatap file excel dari Pandji.

Tiara menumpuk berkas-berkas rekrutmennya. Dia fokus mengerjakan rekap penilaian kinerja, yang seharusnya adalah pekerjaan manager HRD.

Semua pekerjaan manager HRD telah Tiara kuasai, Tiara yakin jika ada rekrutmen internal, dia akan bisa menduduki posisi itu.

***

Siang hari di Urban Food Court.

Tiara memutuskan untuk makan siang di food court. Menurut Tiara, lebih baik makan siang dengan Dirga, daripada di pantri mendengarkan gosip.

Lebih baik makan siang dengan Dirga, daripada makan siang di food court dengan teman kantornya. Pembicaraan hanya seputar. Apa Tiara sudah bisa move on dari Sakha atau belum. Apa Tiara sudah punya penganti Sakha. Atau malah membahas tentang pekerjaan kantor.

Bagi Tiara, lebih baik mendengarkan obrolan ngalor ngidul Dirga.

Siang itu. Tiara kembali membeli nasi madura bok Ma, dan es sinom. Tapi, ada yang berbeda dengan meja Tiara siang itu. Dia membawa laptop saat makan siang, menyelesaikan rekap penilaian kinerja. Tiara memilih kursi untuk berdua, di sisi paling luar yang sepi pengunjung, di bawah pohon Angsana.

Lunch TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang