Bab 11. Pantri

19 0 0
                                    

Pengirim: Tiara
Penerima: Kurir makanan
Pesan: Pak, minta tolong makanan saya benar-benar dijaga.  Jangan sampai terjatuh.  Jangan sampai dimakan kucing.

Beberapa menit kemudian, ada chat balasan.

Pengirim: Kurir makanan
Penerima: Tiara
Pesan: siap, kk.  aq jaga makanan kk, seperti aq jaga hati aq

Membeli makanan melalui aplikasi online, itu yang Tiara lakukan di hari jumat itu.  Tiara berpikir, kenapa hal itu tidak dia lakukan sejak kemarin.  Kenapa baru terpikir saat itu.  Semua itu, karena Tiara jarang memesan makanan secara online.  Selama ini, dia selalu makan siang di food court, sebelum dia bertemu Dirga.
Atau makan siang di luar bersama Sakha dan Alea, sebelum Sakha meninggalkannya.  Siang itu, entah kenapa Tiara kembali mengingat Sakha.  Teringat saat ketiganya makan siang bersama, Tiara, Sakha dan Alea.  Mereka bertiga begitu akrab penuh canda tawa.
Ada chat masuk ke handphone Tiara.  Tiara menghapus semua ingatannya tentang Sakha dan Alea.

Pengirim: Kurir makanan
Penerima: Tiara
Pesan: aq sudah di depan pintu pantri, kk

Tiara pun segera membalas chat itu.

Pengirim: Tiara
Penerima: Kurir makanan
Pesan: Ok.  Tunggu ya, Pak.

Tiara segera menutup pintu ruangan HRD, menyerahkan kunci ruangan pada Warno.  Lalu, turun ke lantai dua dengan tangga, menuju pantri.  Sesampai di depan pantri, Tiara melihat seorang lelaki memakai jaket ojek online, membawa sekantong makanan.
"Saya Tiara, Pak," kata Tiara pada kurir makanan.
"Ini ya, Kak.  Gado-gado.  Sudah saya jaga sepenuh hati," kata kurir makanan tersenyum, sambil menyerahkan sekotak gado-gado di dalam kantong.  
"Terima kasih banyak sudah menjaga makanan saya," ucap Tiara.  "Sudah saya bayar pakai e-money ya, Pak."
"Siap, Kak.  Bintang limanya ya, Kak," pinta pak kurir.
"Siap," kata Tiara.
Kurir makanan itu meninggalkan Tiara, sambil menatap ke arah kiri melihat tiga orang mahasiswi yang cantik.
Tiara tersenyum bahagia.  Siang ini dia akan makan di pantri.  Dan, di pantri tidak mungkin ada Dirga.  Karena, pantri adalah ruangan khusus untuk makan bagi karyawan dan dosen.  Selain itu, orang luar tidak boleh masuk.  Mahasiswa atau tamu tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan pantri.
Tiara membuka handle pintu pantri.
Pintu pantri terbuka.
Dia menatap dua meja panjang yang berisi karyawan.  Masih ada ruang tersisa di sana.
Setelah membuka pintu pantri, Tiara terdiam tidak bergerak.  Ada keraguan di hatinya.  Benarkah makan di pantri adalah yang terbaik baginya.  Apakah lebih baik mendengarkan gosip di pantri, daripada mendengarkan ocehan Dirga.
"Tiara!  Sini-sini, duduk sini," ajak Jessy sambil menggeser tempat duduknya.  "Kasih ruang buat Tiara donk."
Kawan-kawan Tiara pun menggeser tempat duduk mereka, agar Tiara bisa duduk bersebelahan dengan Jessy.
Duduk di sebelah Jessy, Tiara sempat ragu.  Tapi, akhirnya dia melakukannya juga.  Dia tidak akan peduli dengan semua yang dikatakan Jessy, seperti dia tidak peduli dengan semua ocehan Dirga.
Gado-gado di dalam kotak itu, mulai Tiara buka.
"Waaaah!  Gado-gado ya.  Segernyaaa!" puji Jessy sambil menatap gado-gado milik Tiara.
Tiara mulai menuang bumbu gado-gado, yang dibungkus terpisah oleh penjualnya.
"Minta donk, minta," rengek Jessy tidak sabar.
"Ambil aja," kata Tiara mengizinkan Jessy.
Jessy mengambil sendok miliknya.  Dan, mulai menyendok kentang yang sudah bercampur dengan bumbu gado-gado.
"Hmmm, bumbunya kerasa banget ya.  Enak!" puji Jessy.  "Aku suka banget sama gado-gado."
Jessy kembali mengambil gado-gado Tiara, kali ini dia mengambil telor rebus.
"Enak banget nih!" puji Jessy.
"Jes, kalau ambil jangan banyak-banyak!  Tiara makan apa nanti!" protes Sandra mengingatkan Jessy.
"Ini tuh enak banget, San.  Coba deh kamu makan.  Pasti kamu suka," terang Jessy sambil terus menyendok gado-gado Tiara.
Tiara merasa tidak nyaman dengan ulah Jessy.
"Jes.  Aku lapar!" kata Tiara ketus.
"Oh iya.  Ini terakhir kok," kata Jessy kembali menyendok kentang rebus.
Jessy sudah menghabiskan enam sendok gado-gado.  Sementara itu, Tiara baru saja memakan dua sendok.
"Hufh," Tiara mendengus.
Jessy sejak tadi sudah menyelesaikan makan siangnya.  Hingga, dia bisa memakan sebagian gado-gado milik Tiara.
"Eh, kamu tahu nggak sih.  Nggak jadi, deh.  Nanti aku dikira tukang gosip," Jessy pun mulai bergosip dengan Lily, kawan di samping kirinya.
Tiara menatap sekeliling pantri yang berukuran sepuluh kali enam meter persegi.  Sebenarnya, ruangan itu gabungan antara ruang makan dan dapur.  Tapi, pihak lembaga Universitas Angkasa, memberikan papan nama Pantri di depan ruangan itu.
Rasanya, sudah lama sekali Tiara tidak masuk ke dalam ruangan itu.  Dulu, dia pernah ke pantri beberapa kali, walau tidak sering.
Pandangan Tiara tertuju pada kompor dengan dua tungku.  Sejak dulu, banyak yang menggunakan kompor itu untuk merebus mie instan ataupun membuat kopi.  Selain itu, pantri juga dilengkapi dengan kitchen sink.  Peralatan masak dan kotak bekal bisa kembali bersih berkat kitchen sink.
"Itu kamu masak sendiri?" tanya Jessy pada Lily.  "Bangun jam berapa, kamu?"
Keduanya masih asyik ngobrol diselingi bergosip.
Tiara masih ingat, saat dulu dia terakhir kali di pantri, ada dua meja panjang di sana.  Dan, masing-masing terdapat dua bangku panjang.  Sampai saat ini pun masih sama, tidak ada yang berubah.  Pantri sangat bermanfaat, bagi yang membawa bekal makan siang dari rumah.  Termasuk yang membeli makan siang melalui aplikasi online.  Mereka wajib makan di pantri.
Di ruangan lain, tidak diizinkan untuk makan.  Makan hanya boleh di pantri, gedung serbaguna dan ruang rapat.
"Ah, masak sih?  Kayaknya enggak deh,"  Lily memberikan respon dengan gosip yang dia dengar dari Jessy.
"Iyaaaaa.  Coba lihat ini deh.  Semua ada di story IGnya," kata Jessy menunjukkan layar handphonenya pada Lily di sampingnya.
Bagi Tiara, makan di pantri sangat membosankan.  Ruangannya tertutup, tidak ada semilir angin, tidak ada pepohonan, tidak ada warung-warung makanan.  Kawan-kawan Tiara, menghilangkan rasa bosan dengan ngobrol dan bergosip.
Dan, pantri pun ramai dengan obrolan-obrolan dan gosip.
Tiara berusaha menikmati gado-gado miliknya.  Dia kembali menyendokkan gado-gado ke dalam mulutnya.
"Eh, Tiara.  Setelah Sakha ninggalin kamu.  Kamu masih suka stalking IG Sakha atau Alea?" tanya Jessy.
Tiara diam.  Dia mencoba untuk tidak peduli dengan semua perkataan Jessy.  Dia meneruskan makan siangnya.
"Kok diam saja sih.  Jawab donk," tegur Jessy.  "Sakha dan Alea tuh romantis banget, Tiara.  Lihat nih, mereka liburan di Bali, di pantai Kuta," kata Jessy sambil menunjukkan layar handphonenya pada Tiara.
Gigi Tiara gemeletak.  Dia berusaha menahan amarahnya.  Tetap menunduk dan fokus pada gado-gadonya.   Tiara tidak menatap sama sekali layar handphone Jessy.
Semua teman-teman Tiara berhenti bicara.  Berhenti makan.  Semua memandang ke arah Jessy.
"Alea, Sakha.  Mereka tuh best couple bangeeeeeeeet.  So sweet banget foto-foto mereka.  Pelukan, Ci...," Jessy belum selesai bicara.
Dada Tiara berdetak kencang.  Wajahnya memerah.  Dia sudah tidak sanggup lagi menahan amarahnya.  Tiara berdiri.  Dia meninggalkan gado-gadonya.  Berlari ke arah pintu pantri.  Dengan keras, Tiara membuka pintu pantri.
Langkah Tiara begitu cepat.  Dia berhenti sejenak.  Binggung menentukan akan ke ruangannya ataukah ke tempat lain.  Tiara masih merasa lapar.  Dia baru sempat memakan tiga sendok gado-gado.  Dan, amarah membuatnya semakin lapar.
Tiara turun ke lantai satu melalui tangga.  Lalu, berlari ke luar.  Tiara pergi ke arah food court.
Pada salah satu bangku kosong.  Tiara duduk.
Tiara teringat dengan Alea.  Dengan janji yang pernah mereka berdua ucapkan.
"Best friend forever," janji Tiara dan Alea dengan kedua tangan saling berpegangan.

Ingatan Tiara beralih pada Sakha.
"Aku memilihmu untuk menjadi calon istriku.  Karena aku mencintaimu.  Dan, aku tidak akan pernah meninggalkanmu," janji Sakha pada Tiara.

Air mata Tiara menetes.  Dia meletakkan kedua tangannya hingga siku, di atas meja.  Kepalanya tertunduk menyentuh kedua tangannya di meja.  Tiara menangis tersedu-sedu.
Seorang lelaki duduk di depan Tiara.  Tiara tidak menyadari kehadiran lelaki itu.  Tanpa berkata apapun.  Lelaki itu pun pergi.
Hampir sepuluh menit Tiara menangis di bangku food court.
Lelaki itu kembali datang.  Kembali duduk di depan Tiara.   Tiara tidak menyadari kehadiran lelaki itu.
Tiara merasa haus.  Dia menegakkan kepalanya.  Dan, kaget melihat Dirga ada di depannya.  Tiara tidak sadar Dirga ada di situ.
"Kalau nangisnya belum selesai.  Selesaikan dulu saja.  Kalau sudah selesai.  Minum.  Makan," nasehat Dirga.
Tiara juga baru menyadari, bahwa saat itu di depannya ada es sinom dan nasi madura.  Ternyata, Dirga yang telah membelikannya untuk Tiara.  Bukan itu saja.  Dirga juga memegang sesuatu di kedua tangannya.  Tiara menyeka sisa-sisa air mata yang turun di pipinya.
Bibir Tiara masih membisu.  Tidak berkata apapun.  Dia merasa malu Dirga melihatnya menangis.
Tanpa berkata apapun.    Dirga menyerahkan balon berwarna merah dan permen lolipop warna warni pada Tiara.
Perasaan binggung, membuat Tiara menerima begitu saja balon dan lolipop dari Dirga.
Tanpa berkata apapun.  Dirga pergi.
Tiara menatap kepergiaan Dirga.  Hingga sosok Dirga tidak terlihat lagi.  Tiara merasa ada yang hilang. 
Pandangan Tiara beralih ke atas, melihat balon berwarna merah pemberian Dirga.  Dan permen lolipop pelangi yang saat itu dia pegang.
"Kenapa balon dan permen ya?" tanya Tiara seorang diri.
"Supaya nangisnya berhenti," kata seorang gadis kecil yang saat itu duduk tidak jauh dari bangku Tiara.
Tiara baru menyadari ada gadis kecil berambut lurus berponi di dekat tempat duduknya.
Tiara tersenyum, entah karena kehadiran gadis kecil itu.  Ataukah karena balon dan permen.  Ataukah karena kehadiran Dirga di food court.
Permen lolipop pemberian Dirga, Tiara letakkan di meja.  Tangan Tiara mulai menyentuh gelas es sinom yang berembun dingin.  Lalu, meminumnya.  Rasa haus pun hilang.  Dia merasa lega.
Tiara mendekati gadis kecil itu. 
"Benar katamu.  Balon dan permen ini bisa membuat Kakak berhenti menangis.  Sekarang tugas balon dan permen ini pada Kakak sudah selesai.  Balon dan permen ini, sekarang milikmu," kata Tiara sambil menyerahkan balon dan permen pada gadis kecil itu.
"Terima kasih, Kak," gadis kecil itu menerima balon dan permen pemberian Tiara dengan wajah berbinar.

Lunch TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang