Bab 8. Ikan Asin

22 0 0
                                    

"Bundaaaa," Tiara menuju dapur sambil memanggil nama bundanya dengan manja.

"Bunda bangun jam berapaaaa?" Kok sudah matang semua makanannya?" tanya Tiara kaget, melihat dua tampa

"Jam berapa ya? Jam dua atau tiga mungkin," jawab bunda, sambil memasukkan ayam lengkuas ke dalam wadah daun pisang di atas tampah.

"Nasi liwet? Minta dikirim jam berapa?" tanya Tiara sambil mengambil tempe goreng, dan memakannya.

"Iya, nasi liwet sunda. Minta dikirim jam tujuh pagi. Kamu mau sekalian bareng ayahmu hari ini?" tanya bunda.

"Tiara naik motor saja, Bun. Tiara sudah nggak pa pa kok," Tiara meyakinkan dirinya baik-baik saja. Dan, sudah bisa mengendarai motornya seorang diri. Sudah tidak linglung lagi walaupun ditinggal Sakha.

"Ok," kata Bunda.

Tiara mengambil kotak bekal.

"Bun, hari ini aku bawa bekal ke kantor ya. Seadanya saja, Bun. Sisa-sisa makanan yang Bunda kirim hari ini saja," pinta Tiara.

"Bundaaaaaa, aku tuh bosan sama makanan Bunda. Aku tuh lebih suka sama nasi madura Bok Ma. Lebih suka sama bakso Pak To. Lebih enak sate ayam Kang Soleh. Bosan aku sama makanan Bunda! Siapa yang bilang gituuuuu. Dua minggu yang lalu kamu bilang gitu kan?" omel bunda.

"Ya kan aku kangen sama masakan, Bunda," kata Tiara mencoba mencari alasan.

"Sarapan dan makan malam kan sudah di rumah. Makan masakan Bunda kan. Gimana bisa kangen. Ada apa sih? Kenapa kamu nggak mau makan di food court atau kantin. Pasti ada sesuatu yaaaa?" selidik bunda penasaran.

"Di food court dan kantin. Ada pria iseng yang selalu ganggu Tiara saat makan siang," Tiara memberi alasan dengan jujur.

"Tuh kaaaan. Bunda tahu, pasti alasannya bukan karena kangen masakan Bunda. Itu ambil saja di meja makan. Kamu mau apa. Ambil saja," kata Bunda memasukkan sambal ke dalam wadah plastik kecil.

"Makasih, Bundaaaa," kata Tiara.

Tiara memasukkan nasi liwet ke dalam kotak bekalnya. Lalu, mengambil ayam goreng lengkuas, tempe, urap-urap dan ikan asin.

***

Siang hari di ruangan Tiara. Kenzo dan Pandji sudah meninggalkan ruangan. Tiara merasa bahagia. Kali ini, dia tidak akan bertemu dengan Dirga. Dia bisa makan dengan nyaman di pantri. Tiara mengeluarkan kotak bekal yang berisi nasi liwet lengkap buatan bunda.

Pantri adalah satu-satunya ruangan khusus untuk makan di dalam gedung Universitas Angkasa, semua karyawan dan dosen boleh menggunakannya. Di dalam gedung serbaguna pun diperbolehkan untuk makan minum, hanya saat istirahat seminar.

Hanya kedua ruangan itu yang boleh digunakan untuk makan. Sedangkan, ruang rapat hanya bisa digunakan untuk makan minum ringan saat coffee break rapat. Ruangan lainnya, tidak diperbolehkan untuk makan.

"Nggak pa pa sesekali makan siang di pantri," kata Tiara seorang diri, meyakinkan dirinya.

Sejak dulu, Tiara tidak suka makan di pantri. Karena, di sana selalu ramai dengan gosip. Mulai gosip dari orang-orang lembaga Universitas Angkasa sendiri, dari rektor hingga cleanning service, sampai gosip diskon detergen cair di supermarket terdekat dari Universitas Angkasa.

Dan, tentu saja cerita tentang batalnya pernikahan Tiara, pasti sudah menjadi gosip paling hangat di pantri.

Kali ini, Tiara harus menebalkan telinganya. Hanya untuk menghindar dari Dirga. Dengan langkah pasti, Tiara mengunci pintu ruangan HRD dan menitipkannya pada Sugeng. Tiara melanjutkan langkahnya menuju pantri yang ada di lantai dua. Tiara memilih turun melalui tangga, dan tidak menggunakan lift.

Lunch TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang