BAB 1 DEFENSE

11 4 5
                                    


"kemana aja lo?, dari tadi gue telpon nggak diangkat angkat. menghindar lo, iya?" bentak Eliza Mariska, suara khas seorang pembully kepada korbannya, Kiara Maheswari.

"aku minta maaf el, aku nggak tau kamu nelpon aku. hp aku lagi diservis jadi,..." Eliza memotong penjelasan Kiara dengan menjambak kedua rambut kepang gadis itu, sorot matanya menatap tajam ke arah Kiara yang merintih kesakitan.

nana dan dewi berjalan dihadapan Kiara dengan angkuh, mulutnya nyaris sama seperti Eliza yang sekarang tersenyum datar mengarah padanya. mereka membawa cangkir besar dan semangkuk mie yang siap ditumpahkan di badan Kiara.

Ketakutan Kiara semakin menjadi jadi, ia sangat ingin melepas jambakan dari Eliza dan kabur dari tempat yang hampir penuh dengan penonton gratisnya.

Matanya memperhatikan sekelilingnya berharap ada seseorang yang membantunya kali ini, tapi nihil. tatapannya tetap kosong. meskipun disekelilingnya banyak manusia yang tengah memperhatikannya, ia tak memiliki secerca harapan sama sekali karena mereka hanyalah penonton.

"mau cari pembelaan lo? sayangnya disini nggak ada yang peduli sama lo, ups kasihan" seringai Eliza memperlihatkan senyumnya yang hampir sobek tapi tetap terlihat manis, ia melepaskan jambakannya dengan kasar ke Kiara.

"kebetulan gue sama nana baru beli semangkuk mie dan secangkir air hangat, tapi sayangnya gue lagi gabut, rasanya pengen banget tumpahin ke arah lo. boleh nggak cupu?" celetuk Nana dengan ucapan lembut tapi memiliki arti yang kasar.

"aku minta maaf, aku salah" lirih Kiara. air matanya tidak dapat dicadangkan lagi, secara tiba tiba air mata itu turun tanpa komando dan mulai membasahi pipi chubby Kiara yang tertutup kacamata.

"okey, gue maafin. tapi dengan satu syarat, lo harus cium kaki gue kemudian basuh kaki suci gue ini pake air kembang tujuh macam. giamana? mau?" titah Eliza menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Kiara, tanda persetujuan.

Kiara menggelengkan kepala sambil menunduk, Eliza sangat marah "udah berani membangkang ke gue ya lo sekarang?" sentak Eliza menarik dagu Kiara agar mereka bisa saling menatap. "inget lo itu cuma cewe cupu yang nggak pantas dikasihani. kodrat lo sebagai gadis udah nggak ada, secara lo kan butuh banget uang buat bayar kuliah, pasti lo tiap malem reproduksi sama om om yang lo goda dengan dada lo yang gede itu"

Kiara sangat sakit hati mendengarkan Eliza yang mengatainya dengan seenak jidat. harga dirinya seolah terinjak ketika dirinya dianggap sudah tidak perawan, apalagi hinaannya sudah melampaui batas kesabaran orang dengan bilang kalau Kiara sengaja memamerkan om om yang dimaksud dengan dadanya. ia merasa dilecehkan oleh Eliza. ingin sekali rasanya melawan mulut pedasnya, tapi jika ia bertekad melakukannya pasti Eliza akan tambah membuat hidup Kiara lebih tertekan dari sekarang.

Kiara mencoba lebih sabar menghadapi Eliza, secara tiba tiba Eliza menarik kacamata yang dipakai Kiara secara paksa dan mengambil sebatang kayu berduri yang tepat berada di sampingnya.

Eliza menatap Nana dan Dewi bergantian seolah memberi kode untuk melakukan sesuatu, sementara Nana dan Dewi yang sangat mengerti keinginan bosnya langsung bertindak menyiramkan semangkuk mie dan secangkir air hangat yang dibawanya.

kedua senjata yang seharusnya dijadikan makanan dan minuman untuk hidup, kini tertata sembarangan di rambut kepang Kiara. tak sampai disitu, Eliza yang sedari tadi diam memperhatikan mulai melangkah maju dan mendorong pundak Kiara sampai terbentur aspal bola basket yang panas.

Eliza memukulkan batang berduri itu ke arah tangan kanan Kiara dengan sadis, sedangkan Kiara terus terusan berteriak merasakan hembusan duri yang menyakiti kulitnya dengan kasar.

Kiara yang sudah tidak berdaya itu kemudian terkulai lemah di hamparan aspal bola basket. badannya merasa kepanasan, air hangat yang dituangkan Nana membuatnya kepanasan meski dirasa airnya hampir dingin. ditambah terik matahari yang kala itu tepat berada di atas kepalanya menyinarkan cahaya yang tidak bersahabat, hingga akhirnya Kiara menutup matanya pelan pelan, dia pingsan.

Eliza, Nana dan Dewi memperhatikan Kiara yang terbaring lemah dengan wajah riang. mereka tertawa puas karena mangsanya sudah tumbang sekarang.

"dasar cupu! baru awalan udah pingsan" ketus dewi yang sedari tadi diam memperhatikan.

Eliza sedang memperhatikan sekeliling dengan tampang waspada ia melihat beberapa mahasiswa memasukkan ponselnya setelah merekam aksinya yang membuat Kiara pingsan tak berdaya.

"lo semua dengerin gue! siapapun yang merekam kejadian barusan, hapus video itu sekarang! atau kalau tidak gue akan bertindak lebih dari yang kemaren kemaren ngerti lo semua?!" teriak Eliza memperingatkan.

semuanya bersiap menghapus video yang mereka rekam, tentu secara terpaksa. karena kekuasaan Eliza sebagai anak donatur kampus berhasil membuat semua teman temannya takut padanya. bukan takut pada tampangnya, tapi mereka takut dikeluarkan dari kampus dengan alasan yang tidak jelas.

Eliza tertawa puas dengan kasusnya hari ini.
mangsanya sudah tunduk di samping kakinya dengan lemah. ia kemudian berjongkok untuk memperhatikan wajah Kiara dari dekat.

"hish cantik juga nih cewek kalau nggk pakai kacamata" batin Eliza.

Eliza kembali berdiri di hadapan Nana dan Dewi yang sudah terpaku.

"lo berdua kenapa aneh banget, bukannya kalian seneng perempuan ganjen ini udah sekarat sekarang?"
ujar Eliza kebingungan lantaran kedua sahabatnya berdiri dengan perasaan ketakutan dan sorot mata tertekan, ia membalikkan badannya dan mendapati seorang pria tinggi menggunakan pakaian serba hitam dan dihias topi yang hitam pula.

Eliza tersenyum kala mengetahui pria itu adalah Alkara Mahendra, cowok populer seantero kampus.

Alkara menatap tajam Eliza yang tersenyum tanpa alasan. membuat Eliza kembali kebingungan dibuatnya

"Alkara,lo disini? kapan dateng? oh ya lo ada kelas ya sekarang? nanti gue pulang bareng lo ya?" ujar Eliza berhambur ke dekat Alkara dengan senonoh

" nggak usah basa basi" tegas Alkara dingin, ia mendorong kasar pundak Eliza kebelakang.

"kenapa? lo nggak mau anterin gue pulang?"

"gue bilang nggak usah basa basi!!" sentak Alkara tatapannya lebih tajam dari sebelumnya, matanya tak henti melirik Kiara yang terkulai lemah di aspal bola basket.

"lo apain dia?"

"cuma gue siram pake mie dan air anget,trus gue pukul pake kayu berduri ini. gimana bagus kan ide gue?"

"udah nggak punya otak lo? mendingan lo pulang deh minta ke mami lo yang kaya itu suruh carikan otak yang lebih berharga daripada otak lo yang minim ini" bentak Alkara keras, ia langsung bergegas mengangkat Kiara di pelukannya, dan melangkah pergi dari Eliza dan teman temannya.

"Al"

Alkara berhenti melangkah dan membalikkan badannya ke arah Eliza dengan tajam
"tunggu pembalasan gue, lo harus tanggung jawab dengan keadaan gadis tak bersalah ini. gue akan balik buat ngasih pelajaran buat lo bertiga,brengsekk!!"

Alkara kembali meninggalkan ketiga gadis yang sedang ketakutan akan ancaman darinya, mereka mulai mengkhawatirkan apabila Alkara benar benar mendatangi mereka.

Eliza membanting kacamata Kiara yang sempat ia ambil dari wajahnya,hingga hancur berkeping keping "sialan tuh cewek, berani beraninya dia bikin gue terlihat bodoh didepan Alkara"

"Tumben banget si Alkara ikut campur urusan kita, masa dia naksir sama si cupu?" ujar nana membuka topik

"kayaknya lo bener Na, nggak mungkin kan karena alasan lain?!" timpal Dewi menambahkan.

Eliza tampak tidak suka dengan opini kedua sahabatnya, seolah mereka tengah menyudutkannya yang selalu gagal mendapatkan hati Alkara.

"lo berdua bisa diem nggak? bacot mulu dari tadi!!"

"lo kenapa El? kayaknya lo berapi api juga kayak si Alkara"

"Diem!! nggak usah ikut campur urusan gue!! mau lo berdua dikeluarin dari kampus?"

Nana dan Dewi kompak menggeleng pasrah, keduanya sangat takut jika salah bicara dihadapan Eliza.

ALKIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang