Ryu langsung terkejut saat melihat dua orang perempuan yang sedang berseteru. Ia mengenal keduanya. Satu adalah Chelsea, dan satu lagi adalah Aran. Ryu menatap dua orang perempuan yang sedang saling melempar tatapan tajam dan garang. Apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Kedua perempuan itu sudah diamankan oleh karyawan lain ke ujung ruangan, jauh dari keramaian pelanggan lain. Akan tetapi tetap saja, mereka menjadi pusat perhatian walau sebagian besar orang sudah kembali menikmati hidangan makan siangnya.
"Gue laporin sama ownernya di sini!" kecam Chelsea. "Tanggung jawab dong udah numpahin segelas kopi sama cake cokelat itu di baju mahal gue!"
Tangan Aran mengepal, berusaha menahan emosinya khawatir terlepas. Kalau sudah lepas, emosinya bisa memantul seperti bola bekel, dan sulit ditaklukan. Bisa-bisa pipi chubby perempuan di depannya akan jadi pendaratan sempurna.
Padahal sudah sejak tadi Aran meminta maaf, karena bukan salahnya semata. Perempuan itu, Chelsea, yang berjalan tidak pakai mata. Dagunya terangkat tinggi, sama seperti sol sepatunya. Dengan sembarang, Chelsea menabrak Aran yang memang asyik sendiri membawa kudapan dan minuman kesukaannya untuk memilih meja di taman. Byarr! Hujan kopi dan krim cokelat pun tidak terelakkan. Semuanya tumpah, tepat di depan dada busung dan besar milik Chelsea hingga tanktop dan kemejanya basah dan kotor.
Melihat Ryu datang, Chelsea mengadu dan menghampiri. Perempuan itu menunjukkan betapa menjijikkan pakaian yang dikenakannya, karena kotor dan lengket. Chelsea menggoyangkan badannya, dan merengek manja di depan Ryu.
"Ryu, lihat dong baju aku! Jadi kotor nih!" rengeknya sambil mengibas-ngibas kemeja terbukanya.
Untuk sejenak, Ryu melirik ke arah Aran yang memandang Chelsea dengan jijik. Bukan hanya Chelsea yang dipandangi oleh Aran, tapi Ryu juga, dengan delikan sebal, tentu saja.
"Kamu punya baju ganti, gak?" tanya Chelsea. "Iih, lengket banget, nih!"
Chelsea masih menyodorkan bagian penting tubuhnya yang terkena noda di depan Ryu. Ryu sendiri sebenarnya masih mencerna apa yang terjadi, hanya saja melihat Chelsea yang begitu, ia agak merinding disko. Kakinya beberapa kali mundur setiap kali Chelsea maju.
"Dih! Liatin aja sekalian! Mumpung gratis!" omel Aran sebal.
Ryu tahu betul omelan Aran itu ditujukan untuknya yang terpaksa berhadapan dengan Chelsea dan baju terbukanya. Ah, ini jadi seperti ujian pranikah saja. Mungkin saja, Aran sedang menunjukkan bagaimana sisi lainnya yang barusan hampir disinggung oleh Yori. Sikap yang jarang sekali ditunjukkannya di depan keluarga besar. Jujur saja, seingatnya, Ryu baru melihat Aran yang begini.
"Ryu! Tolong aku cari baju ganti!" Chelsea sudah menarik lengan Ryu dan membujuknya tanpa henti.
Melihat pemandangan itu, Aran jadi sebal bukan main. Untung saja Ryu belum menjadi suaminya. Kalau tidak, mungkin ada sepuluh gelas kopi lain yang meluncur di atas kepala Chelsea. Kopi panas! Bukan kopi dingin.
"Cari sendiri lah! Murah banget jadi cewek!" sahut Aran.
"Kok, elo yang sewot!" balas Chelsea tidak mau kalah. "Harusnya elo yang tanggung jawab!"
Ryu menarik dirinya dari Chelsea. "Mohon maaf atas kejadian ini," ucap Ryu.
"Kenapa kamu yang minta maaf, Bang! Ini bukan salah kamu! Bukan juga salah resto. Gak usah minta-minta maaf sama dia!" Lagi-lagi Aran bersungut. Perkataannya memang benar, kalau kejadian ini bukan salah siapa-siapa melainkan antara Aran dan Chelsea saja. Pihak resto hanya perlu berusaha untuk menengahi supaya tidak terjadi keributan lebih besar.
Ryu menyadarkan diri. Ketegasan mesti dipakainya saat ini untuk menghadapi dua perempuan yang dikenalnya. Ryu memanggil karyawan perempuannnya. "Tolong antarkan Mbak Chelsea ke toilet, dan sekarang carikan baju ganti untuknya. Ada baju gathering yang gak dipakai di gudang."
"Ryu! Kamu tega banget ngasih aku baju yang disimpen lama di gudang!" Chelsea tidak terima.
"Kami hanya punya baju itu di sini," jelas Ryu. "Itu pun kalau kamu mau mengganti baju dengan baju yang tersedia di sini."
"Kalau mau beli, beli sendiri dong!" Aran menyahut lagi.
"Ran!" Ryu mengangkat satu tangannya, seperti sebuah kode untuknya supaya tidak lagi menanggapi. Itu hanya akan membuat masalah ini semakin panjang.
"Kamu kenal dia, Ryu?" tanya Chelsea tidak percaya. Sejak tadi sepertinya Chelsea tidak ngeh.
"Ya." Jawaban yang benar-benar tepat untuk menyisakan banyak tanya di benak Chelsea. Namun, karena karyawan Sweet Recipes sudah mengajaknya, Chelsea terpaksa tidak bertanya.
Bibir Chelsea membulat kesal. Sebenarnya, ia masih betah dengan drama di sini, tapi tubuhnya sudah benar-benar tidak merasa nyaman. Akhirnya, Chelsea mendengkus kesal sambil mengentakkan kaki ke arah toilet, meninggalkan Ryu dan Aran– yang tidak dikenalnya.
"Drama queen banget!" sungut Aran masih kesal, tidak sadar ia bersama Ryu di sampingnya.
"Kami akan ganti pesanan kamu yang jatuh," ucap Ryu tiba-tiba membuat Aran terkejut. Aran langsung menoleh kiri-kanan, sudah tidak ada karyawan lain di sana yang menemaninya.
"Kamu pilih meja aja, nanti saya suruh pramusaji antarkan ulang pesanan kamu. Tadi kamu pesan apa?" tanya Ryu memberanikan diri menatap wajah Aran yang kini sudah mulai pudar ekspresi kesal di wajahnya.
"Ah ... eh, itu ...."
"Chocolate mousse, sama macchiato?" tebak Ryu. Ia hanya menebak dengan melihat krim yang menempel di kemeja Chelsea tadi, sedangkan macchiato di sini banyak sekali penggemarnya.
"Iya." Aran menunduk. Ia sadar telah menunjukkan sisi lainnya di depan Ryu tanpa filter. "Maaf buat yang tadi."
Ryu langsung tersenyum kecil melihat Aran yang seperti itu. "Gak ada yang salah. Kamu gak perlu minta maaf, Ran," jawab Ryu tersenyum singkat. "Kamu tunggu aja pesanan kamu!"
Kali ini Aran menatap Ryu dengan senyum lebar di bibirnya. "Makasih, Bang!" Suara girang Aran kembali, dan entah sejak kapan, Ryu ikut senang melihat keceriaannya muncul lagi.
"Aku ... kesana dulu, ya, Bang! Makasih, lho!" ujar Aran menunjuk tempat duduk yang sempat ia tempati tadi. Tempat itu selalu menjadi favorit Aran, dan Ryu sudah menebaknya dalam hati.
"Iya, silakan."
Aran berbalik badan dengan ragu dan kaku. Ryu melihatnya dengan jelas bagaimana ekspresi Aran yang seperti tengah menanti jawaban dari proposalnya itu. Ini masih hari pertama sejak Aran mengirimkan proposalnya. Ryu belum bisa memberikan jawabannya.
"Ran!" panggil Ryu memberanikan diri sebelum gadis itu terlalu jauh darinya.
Aran berbalik cepat. "Ya?"
"Maaf. Saya harap kamu masih sabar untuk tunggu jawaban dari saya." Walaupun tegang sedang menyapanya, namun Ryu berhasil mengeluarkan kalimat itu dari lisannya. "Saya masih butuh waktu."
Aran mengangguk-angguk cepat. "Santai aja, Bang! Hehe!" Senyuman Aran terlihat kering dan dipaksakan, mungkin karena jawabannya itu padahal Aran butuh pernikahan secepatnya. Setelah itu, terdengar dering ponsel dari tas gandeng milik Aran. Aran langsung mengangkat panggilannya setelah izin kepada Ryu.
"APA?! Papa masuk rumah sakit?" Teriakan serta nada penuh kecemasan itu langsung mendorong Ryu untuk mendekati Aran yang panik. Terlihat dari tangan Aran yang bergetar sembari memegang ponselnya.
"Kenapa papa kamu, Ran?"
"Papa masuk rumah sakit .... Tapi aku, aku ... belum tau keadaannya gimana." Sangat jelas Aran terlihat panik. Langkahnya mondar-mandir seperti kehilangan waktu untuk berpikir dan apa yang harus dilakukannya. Kalimatnya pun terbata-bata.
"Dimana?" tanya Ryu.
"Aku gak tau! Aku lupa, Bang!"
Inisiatif, Ryu menelepon Cello, kakak lelaki Aran. Sambil menelepon, Ryu melihat Aran berlari keluar resto. Ryu mengejarnya. Dalam keadaan panik seperti ini, Aran sepertinya tidak bisa menyetir sendiri. Bahkan Ryu melihat Aran tidak sengaja menabrak pelanggan lain seperti kejadian yang dialaminya barusan. Ryu tidak ingin Aran kenapa-napa. Jadi, setelah mengetahui lokasi dimana papa Aran dirawat, Ryu menawarkan diri untuk mengantarnya. Tentu, tidak hanya mereka berdua. Ryu mengajak Yori bersama mereka.
***
Keep support, vote, & comment ya. Thank you. Sehat-sehat buat kalian semua<3
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Emergency Wedding Proposal (TAMAT di Cabaca Eksklusif)
Romance|| Follow sebelum baca || Part Lengkap || Tenggat waktu pencarian jodoh idaman sudah habis. Akan tetapi, Aran tetap nekat untuk mencari calon suami idamannya sendiri. Tanggal nikah bahkan sudah ditentukan, yaitu pernikahan kakaknya. Nekat saja, Ara...