My Paradise

173 14 0
                                    

"Hentikan."

Suara yang terdengar indah namun tegas itu berasal dari seorang pemuda bersurai senja. Ia berdiri dengan tatapan tajam yang mengarah pada enam sosok disana yang tengah merundung seorang polisi.

"Sho...yo?"

Miya Atsumu menganga lebar melihat sesosok surai jingga yang selalu ia rindukan dimanapun itu. Sosok yang telah tujuh tahun menghilang dari hidupnya. Sosok yang mampu meruntuhkan segala pertahanan hidupnya.

Yang lain pun sama terkejutnya. Tetapi beberapa dari mereka meimilih diam dan menyembunyikan ekspresi tersebut.

Lain halnya dengan Suna Rintaro Pria itu tersenyum miring melihat kedatangan si surai jingga. Ah, jika Kenma melihatnya aku yakin dia akan terkejut. Suna membatin.

"Lepaskan ayahku, dia tidak punya urusan dengan kalian." Nada datar dari suaranya membuat beberapa orang disana merinding. Meski telah lama tidak bertemu, tetapi aura gelap dan hawa kekuasaannya semakin menguat.

Suna melepaskan cengkraman tangannya pada Daichi. Si surai jingga mendekati Ayahnya dan melepaskan ikatan tali ditangan.

Sejenak wajahnya berubah menjadi khawatir. Berbeda dengan tadi ketika ia mengeluarkan wajahnya yang lain.

"Ayah baik-baik saja?" Tanya Hinata Shoyo atau-Sawamura Shoyo dengan nada khawatir.

"Ayah baik Sho, tapi kenapa kau ada disini?!" Daichi balik bertanya dengan nada yang tak kalah khawatir.

Hinata menghela nafas. "Akan ku jelaskan dirumah, ayo kita pulang Ayah." Ucap Shoyo sembari menggandeng lengan Ayahnya.

"Tu-tunggu Sho! Ayah harus melaporkan orang-orang ini dulu, mereka penjahat! Mereka mafia!" Daichi berseru panik.

"Ayah, tenanglah." Shoyo mencoba menepuk pundak ayahnya agar tenang.

"Tidak! Mereka berbahaya! Kita harus memenjarakan mereka" tegas Daichi.

Ocehan yang dikeluarkan Daichi membuat telinga mereka panas. Apalagi Miya Atsumu, tetapi ia tahan karena si polisi itu ternyata adalah ayah dari orang yang ia cintai.

Tetapi tidak bagi Ren Omimi. Sudah cukup ia mendengar omong kosong Daichi, hampir saja ia mengeluarkan katananya untuk membungkam Daichi, ucapan Kita Shinsuke kembali membuatnya terdiam.

"Turunkan katanamu, Shoyo bukanlah orang asing. Begitu juga ayahnya. Abaikan saja perkataannya."

Bahkan Kita Shinsuke pun masih menganggap Shoyo. Padahal semua yang disana tau, bahwa Kita Shinsuke lah yang membuat Shoyo pergi dari kehidupan mereka. Bahkan Kita Shinsuke juga penyebab Atsumu dan Shoyo berpisah.

"Ayah, sudahlah. Ayo kita pergi, mereka tak akan mengganggu. Mereka hanya melakukan bisnis kecil." Shoyo membujuk.

"Tidak! Mafia busuk itu harus dilaporkan dan dipenjara!" Katanya berseru marah sembari menunjuk enam orang yang berdiri tegak disana.

"Mereka bukan Mafia Ayah. Mereka orang baik, aku tau itu." Ucap Shoyo lirih, namun masih bisa didengar oleh yang lainnya.

Kita Shinsuke menyeringai, Suna mendengus geli, baik katanya? Sungguh, jika keadaan memungkinkan Suna ingin tertawa terbahak-bahak. Atsumu mengigit bibir, perasaannya campur aduk saat melihat Shoyo untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Ditambah ucapan Shoyo yang mengatakan bahwa mereka adalah orang baik? Apakah orang baik akan membuang orang yang sudah dianggap keluarga? Apakah orang baik itu adalah orang yang senang membunuh orang lain tanpa alasan? Apakah itu kata 'baik' menurut Shoyo?

"Apa, orang baik? Ta-tapi aku mendengar mereka membicarakan tentang narkoba dan pembunuhan mana mungkin mereka baik!" Daichi bersikeras.

"Ayah, aku mengenal mereka. Mereka adalah anggota baru drama di kelompok teater Temanku. Aku mengenal mereka Ayah, Tsutomu yang mengenalkanku pada mereka." Shoyo mencoba meyakinkan Ayahnya. Tapi Daichi tidak semudah itu percaya, disaat terakhir masa pekerjaannya, ia ingin melakukan hal yang terbaik. Dan dengan menangkap para mafia ini mungkin bisa menjadi kenangan atas keberhasilannya selama menjadi seorang petugas.

"Lantas mengapa mereka menangkapku? Jika mereka bukan mafia betulan?"

Shoyo tercekat, perkataan sang Ayah berhasil membuatnya terdiam. Tak bisa menjawab apa-apa. Tetapi ia yang sudah muak berurusan dengan orang-orang ini mencoba memutar otak. Sebisa mungkin memberikan alasan logis agar Sang Ayah mau diajak pulang.

"Katakan saja Sho, kau tau alasannya. Lagian, bukan sebuah masalah jika Ayahmu tahu. Iyakan?" Kita Shinsuke tersenyum. Mencoba memprovokasi namun hanya dibalas oleh tatapan tajam dari mata indah Shoyo.

Shoyo menggeram kesal, mengepalkan tangan kuat-kuat lalu kemudian menghela nafas pelan, mencoba tenang di situasi yang cukup menyudutkannya.

"Ayah, sudah kubilangkan kalau mereka adalah pemain drama. Mereka sedang berlatih untuk drama bulan depan nanti. Jadi mereka bukanlah mafia yang seperti Ayah fikir. Mereka kenalan Tsutomu, dan aku mengenalnya dari Tsutomu juga Ayah..."

"Tidak Shoyo mereka bukan... Aku sungguh melihat dengan mata kepalaku sendiri... Mereka mencoba membu-"

"Ayah... Jika kau tidak percaya aku akan membawamu menonton drama mereka nanti, tentang Mafia. Atau aku akan membawamu besok ke tempat latihan dramanya, mereka hanya sedang mencari suasana untuk berlatih. "

Sedikit saja keraguan di wajahnya bisa membuat Daichi mengangkat borgol, untungnya Shoyo mencoba mengatur ekspresi dan nada suaranya agar terdengar serius.

"Lalu, bagaimana dengan tato itu? "

"Tentu saja palsu Ayah. " Shoyo tertawa kecil yang mana membuat Atsumu terpukau.

Setelah membujuknya dengan baik, Shoyo berhasil membawa pulang Ayahnya. Dia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada orang-orang itu.

Atsumu mencoba mengejar tapi Kita Shinsuke menghentikannya.

"Jangan hentikan aku lagi Kita-san. Kali ini aku tidak lagi takut akan ancaman kosongmu. Aku lebih takut kehilangan Shoyo lagi. "

"Oh, begitu pemberani "

Tanpa mengidahkan ucapan Kita Shinsuke Atsumu berlari mengejar Shoyo. Osamu menatap Shinsuke, wajahnya terlihat tenang tapi ada sedikit kekesalan di matanya.

Lagipula, permasalahan tujuh tahun lalu memang fatal. Dan ini semua karena cinta.

***





Klo mau part 2 bintang dan komennya harus banyak.

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


 

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang