08# Yura, Arka, Kiya dan pantai

90 5 1
                                    


🌻🌻🌻

Tujuan itu harus ada di setiap manusia. Kalau ada yang mengaku tidak memiliki tujuan. bukan manusia namanya.

🌻🌻🌻
.
.
.
.

Suara alarm berbunyi begitu keras, seperti biasa bila bangun pagi Kiya akan melakukan ritual paginya yaitu melamun cukup lama sudah menjadi kebiasaannya.

Kata Kiya mengupulkan nyawa itu penting, Bodoh amat sudah jam berapa ritual tetaplah ritual pastinya akan di lakukan Kiya.

Kini jarum jam dinding berhenti tepat pada angka tujuh lewat, pagi.

Kiya dengan santainya merai handuk melangkahkan malas kakinya menuju kamar mandi. Kiya bercermin sejenak mengatur senyumnya.

"Kiyaa!! Udah bangun nak?" Teriak ibu dari balik pintu kamar. Teriakan ibu membuat Kiya tersadar di tengah-tengah lamunanya.

"Ini udah beres Bu" jawabnya.

"Udah terlambat kamu, sarapan dulu cepat!" Titah ibu.

"Iya ibuku sayang."

Selang beberapa menit Kiya bersiap-siap. Sedari dulu Seperti biasa senyum itu akan selalu ada diwajah putri bungsu dari keluarga ustadz Ahmad ini bila ia menuruni tangga rumahnya.

Kiya Memeluk ibu tiba-tiba. "Ibu cantik bangat hari ini, ibu sehat-sehat terus ya, Bu?!" Sambungnya.

"Alhamdulillah ibu selalu sehat, kamu juga ya? Kalau kerja Jangan terlalu capek." Ibu tersenyum lembut di peluk putri bungsunya itu sembari menepuk-nepuk punggung anaknya.

pelukan Kiya begitu hangat sehangat mentari pagi. Tak heran bila siapapun yang sedang bersedih bila sudah di peluk Kiya hatinya terasa sedikit lebih tenang.

Oleh karena itu, Yura selalu menghubungi Kiya bila harinya lagi kacau. Hanya ingin mendapatkan hug. Mungkin Kiya tidak memiliki kehebatan dalam segi kecerdasan maupun kecantikan. Tapi sungguh, Kiya benar-benar bisa meluluhkan hati seseorang hanya dengan senyum dan pelukan yang ia berikan.

"Kiya pamit dulu ya Bu." Mengambil tangan ibunya mencium punggung tangan ibu dengan cukup lama.

"Hati-hati ya, sayang!" Jawab ibu.

"Selalu hati-hati kok, Bu."

Ustadz Ahmad alias ayah kiya tidak terlihat sedari pagi dirumah, karna hari ini adalah hari penerimaan raport Chandra dan Ran.

Kini Kiya sudah tak terlihat oleh pandangan mata ibu. Kiya berjalan santai menikmati pagi ini dengan senyum seperti biasa.

"Soree pak RT" sapaan Kiya.

"Nak Kiya mau saya tendang sampai America nggak? Sepertinya di Amerika sudah sore." Jawab pak RT kesal namun Masi dengan senyum jahat.

hampir setiap hari Kiya menjahili pak RT yang selalu duduk di teras rumahnya berteman kopi hitam.
Lantas Kiya hanya tertawa lucu mendengar balasan pak RT dan melanjutkan langkahnya.

"BUDE!! AYAM!!" teriak Kiya mengagetkan bude Novi.

"A-yam!! eh a-yam aduh a-yam" latahan bude sudah menjadi kebiasaan Kiya untuk menjahilinya. Sebelum bude mengeluarkan tongkat sakralnya Kiya sudah berlari begitu kilat denga suara tawa ter ngah-ngah.

Tak perlu heran pemandangan seperti ini sudah menjadi kesenangan Kiya seorang diri, mungkin Hampir setiap pagi pak RT dan bude Novi menjadi korban kejahilan anak bungsu perempuan dari ustadz Ahmad.
Kalau saja bukan anak pak ustadz sudah di demo Kiya itu.

Tinta Hitam Kiya Kirana ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang