Chapter 11

330 48 2
                                    

Jarum jam terus berputar, hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Begitulah siklus alam semesta bekerja.

Tak terasa 2 tahun sudah Biru berhasil melalui nya. Kini ia sudah menginjak kelas 2 menengah atas. Biru cukup bangga dengan prestasi hidup nya yang sudah mampu bertahan. Apa sekarang Biru sudah bisa menyombongkan diri?

Namu ada satu prestasi yang cukup sulit untuk Biru capai, Yaitu mendekatkan diri pada Jeyden untuk menjadikan nya seorang teman. Namun Jeyden  sangat sulit untuk di gapai. Ia selalu enggan untuk bersikap lembut pada Biru.

Tiap kali Biru mencoba untuk mendekat, hanya ada cacian dan kata-kata buruk yang keluar dari mulut Jeyden. Entah lah mengapa Jeyden begitu tidak suka dengan Biru. Dan entah mengapa pula Biru sangat pantang menyerah untuk berteman dengan Jeyden.

"Biru !!". Suara itu membuyarkan lamunan Biru. Suara yang begitu familiar di telinganya.
Biru menoleh pada asal suara.

Arai. Mendekat dengan senyuman khas milik nya.
"Kenapa kamu disini? Disini dingin nanti kamu sakit".

Arai menghampiri Biru yang kini tengah berada di rooftop gedung sekolah.

"Disini tenang Arai. Lagian aku juga udah sakit kok. Sejak kapan juga aku sehat?".
Biru terlihat frustasi untuk pertama kali nya. Selama ini hanya keceriaan yang Biru tampakan.

"Jangan bicara seperti itu. Kamu ini kenapa? Tidak biasanya kamu seperti ini?".

Arai pun merasa bingung dengan sahabatnya. Dimana kah sahabatnya yang selalu ceria itu?

"Jeyden. Kenapa dia tidak pernah mau menerima ku?".

Mendengar nama itu sontak raut wajah Arai berubah menjadi merah padam tanda menahan emosi.

"Kenapa kamu terus mencoba mendekati anak itu sih? Dia bukan anak yang baik. Kenapa kamu keras kepala sekali sih Ru?".

Biru hanya menunduk dan menghela nafas.

"Arai, tau gak dulu pertama kali aku ketemu sama Jeyden pas di taman itu dia lagi nangis sendirian diatas ayunan. Aku pikir dia itu kesepian Rai, aku deketin tapi dia malah ngusir aku".
Biru kembali tertunduk.

"Biru.. dia udah ngusir kamu itu artinya dia gak mau temenan sama kamu..".
Arai mencoba menatap manik mata milik Biru.

"Tapi Rai, dia kesepian. Aku masih beruntung punya sahabat kaya kamu. Kalo dia, dia bener-bener send___".
Belum sempat melanjutkan kalimatnya Arai menggenggam tangan mungil milik Biru.

"Biru, mengerti lah. Kamu tau apa tentang Jeyden? Kamu aja enggak deket, tapi kenapa kamu seperduli itu?".

Entahlah. Biru juga bingung dengan perasaanya. Namun Biru merasa iba tiap melihat sorot mata milik Jeyden. Biru merasa jika ada luka di balik sorot mata itu.

"Ayo balik ke kelas. Bentar lagi Bell nya bunyi". Arai menggandeng tangan Biru membantu nya untuk bangun dari posisi duduk nya.

Biru terbangun dan berjalan menuju pintu tangga rooftop.
Satu langkah kaki mereka menginjakan di anak tangga pertama, Arai tiba-tiba berjongkok di depan Biru.

"Ayo naik". Arai memberi tawaran untuk menggendong Biru.

"Tidak usah, aku bisa sendiri. Lagian juga susah karena benda ini". Biru menunjuk pada tabung oksigen portable milik nya yang tersambung dengan nasal cannula yang selalu bertengger di hidung bangir nya.

"Gak papa biar aku bawain".
Biru menaiki punggung Arai dengan Terpaksa.

Arai melangkah dengan hati-hati dengan Biru yang berada di punggung nya.
Arai baru menyadari jika tubuh sahabatnya seringan ini. Arai mencoba menahan tangis, di dalam hati nya ia merasa begitu iba dengan sahabatnya. Pasti dia kesakitan dan sangat kesulitan selama ini.

My favorite Sky [ BTS LOKAL AU ] END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang