Chapter 4

504 58 5
                                    

"Kamu si anak aneh yang kemarin?"
Jeyden berucap kepada Biru.

Mendengar ucapan Jeyden, Arai langsung mengambil posisi berdiri dan mendekat kepada Jeyden.

"Berhenti bilang dia aneh ! Biru itu tidak aneh ! Biru itu teman ku !". Arai berujar sambil mendorong Jeyden hingga jatuh terduduk.

Melihat keributan diantara anak-anak itu Hana langsung melerai mereka.

"Sudah sudah.. Arai jangan seperti ini, jangan mendorong Jeyden !"
Ucap Hana sembari membantu Jeyden untuk berdiri.

"Suster Hana membela dia? Beritahu dia jika Biru itu tidak aneh ! Dia spesial, bahkan papa bilang Biru bisa hidup sampe sekarang adalah sebuah keajaiban !". Arai terlihat sangat emosi, dia tidak suka sahabat sedari kecil nya di sebut Aneh oleh orang lain.

"Iya sudah ya Arai, arai tidak boleh kasar sama orang lain, cukup kasih tau saja baik-baik ya...?". Hana berucap dengan sangat lembut sembari membelai surai lembut milik Arai.

Yang sedang di perdebatan justru hanya menunduk sambil terisak. Biru takut akan keributan, Biru takut mereka bertengkar dan pergi meninggalkan Biru, Biru tidak mau kesepian dan tidak memiliki teman. Teman satu-satunya Biru hanya Arai.

"Hiks..hiks..ka..kalian jangan bertengkar.. hiksss". Ucap Biru sambil terisak. Arai tidak suka melihat Biru menangis, lalu dia datang dan memeluk Biru.

"Biru jangan menangis... maaf kan aku ya..? Aku janji tidak akan Bertengkar lagi di depan Biru". Arai memberikan jari kelingkingnya tanda bahwa dia akan berjanji. Biru membalas menautkan Jari kelingking yang jauh lebih mungil daripada milik Arai.

Kemudian mereka saling membalas senyum.
Hana yang memperhatikan mereka pun turut tersenyum haru dengan persahabatan mereka.
Berbeda dengan Jeyden, dia justru terlihat kesal dan berlalu menghampiri sang ayah.

*****

"Ayah, aku ingin bersekolah seperti Arai". Biru memohon pada sang ayah.

"Biru, tunggu dulu ya.. nanti kamu akan bersekaloh jika sudah saat nya".

Juna memasang Pulse oxymeter pada jari Biru untuk mengukur saturasi kadar oksigen pada tubuh Biru, lalu mengatur suhu pada Oxygen concentrator  sesuai resep dari Gibran.

"Nah, sudah selesai. Sekarang tidur lah. Kamu butuh istirahat". Juna membelai surai hitam milik sang putra, dan mengecup keningnya kemudian menarik selimut hingga sebatas dada.

"Ayah juga harus istirahat ya. Selamat malam Ayah!" Biru berucap dengan senyum yang mengembang, membuat Juna merasa gemas. Sungguh dia anak yang begitu manis.

*****


Di lain tempat, Arai terlihat sibuk berkutat dengan buku-buka yang berserakan di lantai, sesekali Arai terlihat menggeleng tanda tidak yakin.

"Arai, kamu belum tidur?". Suara wanita itu mengejutkan Arai.

"Mama, bikin kaget aja!". Arai berdecak kesal.

"Maaf kan mama ya nak, tapi ini sudah malam. Apa kamu tidak mengantuk?". Arai menggelengkan kepala tanda ia belum mengantuk.

"Aku sedang membuat ini ma, lihatlah, bagus bukan? Akan aku berikan kepada Biru besok". Arai memperlihatkan hasil buah tangan nya kepada sang mama.

"Wah, bagus sekali. Pasti Biru suka!". Puji sang mama yang membuat Arai semakin bersemangat.

"Ma, besok sepulang sekolah Arai mau mampir ke rumah Biru, boleh ya?".
Arai memohon dengan wajah yang sendu.

"Tentu saja boleh, tapi ingat ya kalo main tau waktu, Biru gak boleh kecapean. Mengerti?". Mama Arai berujar dengan sangat lembut sembari membelai sayang rambut sang putra.

"Nah, sekarang Arai tidur ya. Besok kan  harus sekolah". Arai mengangguk kan kepalanya tanda setuju.

*****

Matahari terasa lebih terik dari biasanya, membuat orang-orang enggan untuk keluar rumah. begitu pula dengan Gibran, hari ini adalah jadwal libur praktek. Ia terlihat menggonta-ganti siaran televisi.

"Aduh, bosan. Aku juga rindu dengan Biru, sedang apa ya anak manis itu sekarang?".

Gibran bergegas untuk mengambil ponsel nya di atas nakas dan segera menekan tanda panggilan dengan nama Hana.

"Halo? Suster Hana?". Sapa Gibran setelah panggilanya tersambung.


"Oh halo juga dokter gibran, apa ada sesuatu?"


"Ah tidak, aku hanya rindu dengan Biru, sedang apa dia sekarang?"

"Biru? Oh dia sedang bermain bersama Arai, apa perlu aku berikan ponsel nya pada Biru?"

"Baiklah, aku ingin mendengar suaranya".

Hana bergegas memberikan ponselnya pada Biru.

"Biru, dokter Gibran ingin berbicara sama kamu". Hana mendekat pada Biru yang tengah asik bermain dengan Arai.

"Oh halo dokter?". Suara khas milik Biru menyapa pendengaran gibran.


"Oh ya ampun, dokter  sangat merindukan mu, kamu sedang apa sekarang?"

"Aku sedang bermain dengan Arai, arai memberikan aku banyak burung-burung kertas, katanya nanti suatu hari aku akan bebas seperti burung, dan kita akan terbang bersama. dia sangat hebat kan dokter?".

Biru bercerita dengan bangga nya tentang Arai pada dokter Gibran. Gibran tidak menyangka bahwa Arai salah satu putra dari Sahabat nya itu berhati  seperti malaikat. Semua orang yang melihat Biru memang akan merasa iba, selain dengan kondisinya juga dengan kehidupannya yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Maka melihat Arai yang memperlakukan Biru seperti itu membuat Hati Gibran begitu menghangat.

"Oh iya Dokter, kapan dokter datang ke rumah ku lagi? Apa dokter tidak merindukan Suster Hana?".
Entah apa yang membuat Biru berucap seperti itu, kenapa dia membahas Suster Hana?

"Biru, apa maksud mu? Aku hanya merindukan mu. Oh iya ingat ya biru, jangan bandel untuk meminum obat nya, jangan bikin Suster Hana kesal. Mengerti?"

"Siap dokter !". Jawab Biru bersemangat. Lalu memberikan ponselnya pada Suster Hana.

*****

Biru mengantar kepulangan Arai dengan perasaan sedih, dia merasa kesepian lagi untuk kesekian kali. Arai sering bercerita tentang sekolah pada Biru, bagaimana di sana begitu banyak teman, bisa bermain dan berlari kesana kemari, sungguh Biru teramat sangat iri, bahkan dia berlari saja belum pernah, apalagi memiliki banyak teman.

"Kamu besok kesini lagi ya, ceritain aku tentang sekolah lagi".
Walaupun hanya mendengar cerita dari Arai saja membuat Biru merasa senang, dia dapat membayangkan bagaimana rasanya bersekolah.

"Tentu saja, suatu hari nanti kita harus pergi bersekolah bersama ya !".
Ucap Arai lalu merengkuh tubuh Biru. Persahabatan mereka memang sangat manis, bagaimana bisa anak dengan usia 7 tahun dapat semanis itu?

To be continue.....

My favorite Sky [ BTS LOKAL AU ] END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang