Chapter 9

359 44 4
                                    

Arai masih terpaku dengan seseorang yang ia curigai adalah Jeyden. Ia mulai bergerak seperti pengintai. Anak itu terus mengikuti langkah nya dari belakang hingga sampai ke area parkir.

Arai berhenti dan bersembunyi di balik tiang gedung. Ia melihat seorang yang diikuti nya tengah berbincang dengan orang lain yang terlihat lebih tua dari nya, namun masih sangat tampan.

Arai kembali memicingkan matanya supaya dapat memastikan dengan jelas, kemudian ia kembali terkejut.

"Om Regi?". Kembali ia berguman. Ternyata benar apa yang di pikirkan oleh Arai, ternyata memang Jeyden dan ayah nya. Arai mengernyitkan dahi tanda sedang berpikir.

"Apa yang sedang dilakukan oleh Jeyden dan ayah nya di sini?". Arai memang sudah lama tidak berjumpa dengan Jeyden, namun wajahnya tidak berubah sedari ia kecil, apalagi dengan adanya Regi disana. Arai begitu sangat familiar dengan sahabat dari papa nya itu.

*****

Canggung. Hanya itu yang dirasakan oleh Jeyden. Kendati ia sedang berdua di dalam mobil dengan ayah kandung nya, namun rasa canggung itu melebihi dua orang yang saling tidak mengenal.

Jeyden hanya melihat ke luar kaca mobil, menatap barisan gedung-gedung yang ia lewati. Sedangkan Regi tengah sibuk dengan kemudi nya.

"Terimakasih ayah". Jeyden memberanikan diri untuk memulai percakapan. Karena sungguh, Jeyden merasa sangat berterimakasih atas Regi yang untuk pertama kalinya setelah sekian lama bersedia untuk mengantar nya mendaftar ke sekolah yang baru.

Regi hanya melirik tanpa menjawab ucapan terimakasih dari anak nya.

"Apa ayah akan kembali ke kantor?". Jeyden kembali bertanya berharap rasa canggung ini berakhir.

"Apa urusan kamu?". Regi menjawab dengan begitu dingin. Jeyden hanya tertunduk mendengar jawaban dari sang ayah. Ia merasa menyesal telah menanyakan itu.

"Belajar lah yang benar. Jangan kembali membuat onar. Saya tidak mau mempunyai anak yang bodoh".
Ucapan regi begitu tajam menusuk relung hati Jeyden. Sungguh ia merasa sangat sakit sekarang. Ia hanya bisa menghela nafas dan menahan tetesan air mata agar tidak terjatuh.

*****

Hidup tak selalu berjalan sesuai apa yang kita inginkan.  Terkadang kita harus sadar bahwa tak selamanya semesta berpihak pada kita. Rasa kesal dan kecewa karena sesuatu yang tak sejalan dengan kemauan sering kali beriringan dengan hidup. Begitu pula dengan Juna, mengapa ia merasa semesta nya selalu tidak berpihak kepada nya?

Juna menghela nafas frustasi. Di tengah malam seperti ini dia terduduk hanya di temani oleh sebotol Wine. Sesekali ia menuangkan pada gelas kemudian menenggak nya. Ia merasa rindu dengan mendiang sang istri. Ia butuh teman untuk menceritakan semua beban dan ketakutan pada hidup nya.

Di tengah sorot lampu rumah yang telah padam, hanya ada 1 sorot lampu dari arah dapur.
Hana menuruni anak tangga berniat untuk pulang. Ia telat pulang hari ini karena Biru sempat kembali sesak sebelum tidur.

Hana mulai mendekati dapur berniat akan mematikan lampu, namun ia sedikit terkejut, ternyata ada Juna di sana.

Hana mendekati meja dan menarik kursi di sebelah Juna.
"Kamu sudah pulang?".

My favorite Sky [ BTS LOKAL AU ] END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang