3. Tentang Elvan

271 28 0
                                    


Pagi yang kembali menyambut, membangunkan tiap netra yang masih ingin terpejam. Bangun dari mimpi baik ataupun mimpi buruk.

Dan kini di kediaman Raharja sudah cukup gaduh antara celotehan satu-satunya perempuan di rumah ini serta sang anak sulung.

"Jangan ganggu dulu atuh Bang, ahh Mama mau masak."

"Nggak ganggu cuman peluk doang, kangen."

"Kan tiap hari juga gini, kamu udah gede masa kalah dewasanya sama adik kamu."

"Dewasa aku, Ma."

"Iya dewasa, nontonnya masih rainbow ruby." Celetuk Mama.

Elvan yang mendengar itu tidak bisa menahan pipi yang sudah memerah layaknya kepiting rebus.

Semakin mengeratkan pelukannya di pinggang ramping Mama, hal inilah yang selalu Elvan lakukan sebelum berangkat mengemban tugas sebagai salah satu tenaga medis.

Dewasa bukanlah perkara umum tidak boleh bermanja pada orang tua, justru semakin dewasa semakin ingin diperhatikan. Sibuk dengan aktivitas sendiri jadi merindukan hal-hal kecil yang dilakukan bersama keluarga namun mampu membuat hati bahagia.

"Aib aku jangan dibongkar dong, Ma. Nanti kalau Al denger gimana." Dengus Elvan.

"Kan adikmu udah tau."

"Tapi, nggak usah diomongin nanti diledekin terus. Dia tuh kalau udah denger kelemahanku langsung diledekin terusss sampai puas sendiri."

Terkekeh mendengar ucapan si anak sulung, Mama kemudian mengelus surai legam yang tampak halus melewati sela-sela jarinya tersebut.

Membawa harum khas laki-laki menguar bersama senyum teduh yang tersemat.

"Gegayaan kamu kelemahan-kelemahan."

"Anak Mama sekarang kan udah gede, udah sukses jadi dokter, sudah bisa menjadi tulang punggung keluarga. Bukan berarti Mama nggak mau ngasih perhatian atau beda-bedain kedewasaan kamu sama Al tapi itu cara orang tua untuk mendidik anak pertama." Sambung Mama.

Menepuk kuat pundak kekar milik Elvan.

"El paham Ma, terima kasih sudah jadi Ibu sekaligus Ayah yang hebat." Ucap Elvan, mengecup lama kening Mama. Mendekap erat sosoknya yang telah berhasil mendidik ia dan juga sang adik saat masih belia tampa kehadiran sosok suami.

Ayah dari Elvan dan Alvin Raharja sudah berpulang beberapa tahun silam akibat sakit yang diderita. Jadi semenjak itu Mama bagi Elvan dan Alvin adalah sosok yang paling berharga, banting tulang mencari nafkah untuk menghidupi mereka, mendidik serta memberi apa yang Ayah lain di luar sana berikan pada anak mereka.

Tampa menghilangkan peran seorang ibu.

"Air matanya air mata bahagia kan, Ma?" tanya Elvan saat melihat setetes jatuh pada pelupuk Mama.

Menghapus jejak basah tersebut lalu tersenyum simpul.

"Iya, air mata bahagia. Anak Mama udah berhasil, tapi maaf ya kalian berdua punya kurang karena kelalaian Mama." Ujarnya, air mata yang berhenti kembali luruh.

JAS DOKTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang