Selalu ada kata semangat yang terlontar saat bertemu dengan mereka-mereka yang mempunyai masalah hidup hingga mengorbankan sebuah mental yang normal. Berani menapaki jejak di gedung ini lalu pulang dengan tangan terisi fakta yang semakin menampar.
Fandy sendiri juga tidak tau sebanyak apa ia memberi semangat pada pasien-pasiennya yang melakukan konsultasi. Setidaknya bagi mereka yang datang mau tau apa yang mereka alami dan berusaha untuk sembuh saja sudah bagus.
Mungkin yang paham tentang mereka hanyalah diri mereka sendiri, tapi dunia juga tidak sesempit itu. Ada banyak yang bisa memahami, tapi harus dipahami lebih dulu.
Mencari udara sedikit di area taman rumah sakit jiwa tempatnya bekerja. Fandy hanya disuguhkan pemandangan bagaimana orang-orang yang telah kehilangan kewarasan sepenuhnya masih bisa tertawa.
Tertawa tampa sebab yang jelas karena pikiran yang sudah terlewat kacau.
Psikiater adalah ahli medis yang fokus menangani masalah kesehatan mental dan perilaku melalui upaya pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif dengan pemberian konseling, psikoterapi, dan obat-obatan.
Psikiater memang bekerja untuk mengatasi penyakit gangguan jiwa. Namun, profesi ini lebih tepatnya berfokus untuk mendiagnosis, mengobati dan mencegah gangguan mental, emosional, serta perilaku.
Dan selama menjadi seorang yang lumayan paham tentang kejiwaan, Fandy sendiri tau betul bagaimana sahabat-sahabatnya hidup dengan kekangan diri sendiri.
"Mati-matian gue buat kalian bangkit, mudah-mudahan penyakit kalian juga mati-matian untuk hilang." Ucapnya.
Bermonolog dengan angin semilir berhembus menenangkan, di bawah pohon rindang daun inilah tempat yang paling nyaman guna mengistirahatkan sejenak pikirannya.
Ada satu rahasia yang sampai saat ini pun masih ia tutupi dari ketiga sahabatnya, hanya orang tuanya saja yang tau fakta di balik jas putih yang sekarang ia gunakan.
"Maaf, gue bukan nggak mau kasih tau kalian semua cuman nunggu waktu. Kalau masih dikasih." Lirihnya, terkekeh sendiri pada kalimat terakhir.
Memang, kalau masih dikasih jika tidak mungkin Fandy akan dibenci seumur hidup oleh ketiga sahabat seperjuangannya.
"Dari akhir perjuangan kita di univ, dari pake toga, dan dari awal kita cari jalan untuk masa depan masing-masing gue udah ngecewain kalian duluan."
"Tapi, mau dikasih tau pun nggak ada pentingnya. Malah gue yang tambah sakit."
Semakin sesak kala mengingat kejadian yang merubah fisik maupun verbalnya itu, sifatnya juga lebih tertutup kepada ketiga sahabatnya sekarang.
"Halo, Dok." Hingga sebias suara mengalihkan atensinya.
Mendongak melihat siapa yang tadi menyapa, ikut tersenyum pula saat senyum bulan sabit duluan menyapanya.
"Zidan, sini duduk. Jenguk Mama lagi ya?"
"Iya, Dok."
Zidan adalah salah satu pembesuk para pasien di rumah sakit jiwa ini, hampir setiap hari akan ke sini untuk membesuk Mamanya yang dirawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAS DOKTER
Fanfiction"KALAU PUNYA SAKIT ITU BILANG FAN!!! JANGAN LO PENDEM SENDIRI DENGAN ALASAN KLASIK NGGAK MAU BIKIN KITA SEMUA KHAWATIR! BEGO TAU NGGAK!! AKHIRNYA KITA SEMUA JUGA BAKALAN TAU DAN KHAWATIR, KITA JUSTRU MALAH KELIHATAN BODOH BANGET KARENA NGGAK TAU TEM...