Reena gelisah, tak henti-hentinya ia memainkan jari tangannya. Jantungnya berdetak tak wajar, begitupun dengan isi kepalanya yang sudah tak jernih lagi.
"Kak, ini gak kayak yang lo pikirin, gue bisa jelasin oke?" Harap cemas ia menatap Adlan yang tampak fokus dengan jalanan.
"Gak akan gue dengerin." Katanya kembali menginjak gas begitu lampu lalu lintas berubah warna.
Sial sial sial
Sungguh, ini semua tak pernah terpikirkan oleh Reena. Ia tak pernah menyangka Adlan tiba-tiba muncul ketika ia sedang melakukan kebohongan di depan Kaluna. Bukan, bukan ini yang Reena inginkan.
"Kak, gini, gue-"
"Turun."
Titahan itu membuat Reena berhenti bicara, ia melihat sekitar.
"I-ini dimana?"
"Hotel." Berbeda dengan Reena yang was-was, Adlan justru terlihat santai tanpa beban.
"N-ngapain?" Tanya Reena menelan ludahnya susah payah. Adlan menaikkan sebelah alisnya.
"Ngapain?" Beonya. "Kok nanya? Kan gue udah bilang tadi kalau gue kangen, kan?"
Tercekat. Nafas Reena tercekat mendengar itu, ditambah ketika Adlan tersenyum miring melihat wajah tegangnya.
"Rileks, santai, gak akan sakit kalau dilemesin." Ucapnya tertawa kecil. Kalimat itu terdengar sukses membuat ambigu telinga Reena. Benar-benar gila.
"Ayo turun."
Begitu Adlan ingin membuka pintu, Reena justru menahan tangan lelaki itu. Ia menggeleng.
"Kak Adlan, lo harus dengerin gue dulu..."
"Dengerin apa lagi? Cepetan. Gue udah gak tahan."
Gleg
"G-gue...," Reena ragu, ia tak tau harus menjelaskan apa dan mulai dari mana.
"Kenapa?"
"G-gue, itu, anu...,"
Gadis itu memejamkan matanya. Tidak, ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.
"Ck, lama. Udah ayo turun, ntaran aja lo jelasin." Ujar Adlan turun dari mobil terlebih dahulu. Ia memutar setengah badan mobilnya lalu membukakan pintu untuk Reena.
"Turun." Titahnya namun Reena menggeleng.
"Turun Re...,"
"Enggak." Lagi-lagi gadis itu menggeleng.
"Gak mau? Harus gue paksa?"
Kata-kata yang terdengar seperti ancaman itu membuat Reena menoleh, mendongak menatap Adlan.
"Lah? Nangis?" Heran Adlan.
"Gue ngaku salah karena udah ngaku-ngaku jadi pacar lo, gue minta maaf kak. Tapi tolong, gue gak mau, lo gak bisa jahatin gue kayak gini..." Reena menunduk dalam membuat Adlan mengernyit.
"Jahat? Emang gue ngajak lo makan itu termasuk tindakan kriminal?" Tanyanya.
"Ck, gini nih kalau otak lo udah terkontaminasi sama rumor, mikir ke gue yang jeleknya mulu" Adlan mendorong kepala Reena dengan telunjuknya membuat gadis itu mendongak mengusap air matanya.
"M-maksudnya?"
"Gue mau ngajak lo makan di sini. Lo kira Hotel cuma buat ngeporno?" Ucap Adlan gamblang.
"Tapi tadi lo bilang...,"
Adlan kembali berdecak. "Gue gak tahan karena laper, bukan yang lainnya." Jelasnya. "Tapi kalau lo mau check in juga ayo, udah lama soalnya gue gak ngamar. Apalagi sama perawan." Lanjutnya disertai tawa sumbang membuat Reena ingin menampar wajah tampan itu sekarang juga.
"Adlanjing." Gumamnya pelan. Sangat pelan sehingga hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.
.
.
.
Tak sampai sehari, tapi berita pacarannya seorang Adlan dengan gadis dari FBS sudah menyebar ke seluruh Galung Tarung, terutama FISIP. Setiap orang yang dilalui pasti membicarakan Adlan dan menebak-nebak siapa gadis yang bisa meluluhkan lelaki itu, membuat telinga Reena panas. Heran, padahal Adlan bukanlah Ketua BEM atau Ketua organisasi lainnya apalagi Ketua Senat Mahasiswa, tapi mengapa hampir semua penghuni Galung Tarung mengetahui lelaki itu dan gemar sekali membicarakannya.
Pelaku dari semua ini hanya satu, yaitu Kaluna. Ya, Kaluna, pasti si media informasi berjalan itu sudah membuat pengumuman di sekret sehingga berakhirlah menyebar ke seluruh kampus.
"Udahlah, gak ada salahnya juga kita pacaran?"
Reena melotot. Hey, santai sekali mulut itu berucap, pikirnya.
"Lo sendiri yang ngaku-ngaku jadi pacar gue, yahh, gue terima perasaan lo——kita pacaran sekarang." Santai Adlan membuat mata Reena akan keluar sekarang juga. Apa-apaan? Cih, PD sekali si tampan satu ini.
"Kak-"
"Percuma Re, lo mau klarifikasi juga kalau gue gak mau, lo yakin bakal ada yang percaya sama lo? Kalau iya, gih, sana keliling pake toa, gue tunggu hasilnya." Adlan bangkit dari duduknya. "Paling lo dikatai gila." Dengan senyum iblisnya Adlan berlalu dari hadapan Reena, tapi sebelum itu,
"Mereka taunya gue pacaran, tapi gak tau kalau sama lo, jadi tenang aja. Gak usah sok-sok-an mau klarifikasi karena itu sama aja lo buka identitas." Ucapnya dan benar-benar pergi seraya bersiul kecil.
Reena mengepalkan tangannya, setelah Adlan benar-benar hilang dari pandangan ia berteriak frustasi. Untung saja sepi karena posisinya sekarang sedang berada di bagian paling belakang kampus dekat dengan pembuangan sampah. Sengaja sebenarnya agar tidak ada yang melihatnya berduaan dengan Adlan dan menciptakan rumor baru.
"Kaluna setan, awas aja kalau ketemu, gue adon jadi cakwe lo."
.
.
.
"Gue gak mau lo sampai cinta sama dia."
"Gak akan. Gue cintanya sama lo doang."
"Bajingan gila." Desisnya dengan seringai kecil.
"Selanjutnya apa?"
"Apanya?"
"Gue sama dia."
"Emm, deketin aja terus, sesuai rencana awal." Katanya membuat si lawan bicara mengangguk paham.
"Semakin cepat semakin bagus, gue gak mau lo keduluan sama yang lain. Lo tau kan penghianat itu udah mulai gerak?"
"Tenang aja, gue yakin dia bakal hancur secepatnya."
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL || JAKE SIM
Random"Jangan pernah sekali pun lo suka sama kak Adlan, ngedeketin dia atau ngebiarin dia ngedetin lo. Jangan." "Kenapa?" "Kata orang-orang, love language-nya Physical Touch." "Emangnya... Kenapa?" "Ck, lo gak tau?" Gadis itu menggeleng. "Dia itu Scorpio...