TD XI

6.8K 706 31
                                    

Sekarang Reena sedang berada di kantin FTIK bersama Arsen. Mulutnya fokus mengunyah tetapi matanya memperhatikan punggung seseorang di depan sana. Kepala gadis itu sesekali miring ke kanan dan ke kiri seolah sedang memecahkan rumus matematika yang teramat sulit membuat Arsen menatapnya aneh.

"Re,"

"Kak."

Panggil keduanya bersamaan.

"Mau ngomong apa?" Arsen mempersilakan lebih dulu. Reena menyempatkan menatap ke depan sebelum beralih pada Arsen.

"Lagi trend ya?" Pertanyaan tak jelas itu membuat alis tebal Arsen menyatu.

"Apanya?"

"Itu, rajah Elang."

"Maksudnya?"

Reena diam sejenak lalu menggeleng.

"Gak jadi, bukan apa-apa." Katanya membuat Arsen menghela nafas. Perempuan memang selalu berhasil membuatnya penasaran setengah mati ketika mereka mengatakan 'tidak apa-apa' atau 'bukan apa-apa'.

"Gue denger dari Kaluna, lo lagi nyari kerjaan?" Tanya Arsen membuat Reena menatapnya. Gadis itu menyondongkan tubuhnya semangat.

"Lo ada kak?" Tanyanya antusias.

"Gak ada." Geleng Arsen dengan wajah tanpa dosa.

Reena mendengus. "Ngapain nanya kalau gitu." Cebiknya dibalas kekehan oleh Arsen.

"Ada." Ucap lelaki itu. "Di club, mau?"

"Club malam?" Arsen mengangguk.

"Gak mungkin gue nawarin kerja di club sepak bola kan? Emangnya mau jadi apa? Tukang sapu?" Gurau lelaki itu selanjutnya tertawa membuat Reena mendengus.

"Bercanda. Di resto mau? Shift siang." Ujar Arsen begitu menghentikan tawanya.

"Kuliah kak."

"Sore sampai malam?"

"Gak bisa, gue udah ada job jam segitu." Jelas Reena. Entah mengapa Arsen terkesan seperti karyawan yang meminta waktu luang sang atasan sekarang, padahal di sini yang butuh Reena, tetapi malah dia yang kurang ajar.

"Kalau gitu paling bener club. Lo ambil jam malem sampai pagi." Ujar Arsen.

"Gak ada yang lain kak?" Tanya Reena membuat Arsen berdecak kesal.

"Jam lo udah padat Re, gak ada yang lain selain itu." Katanya. "Atau lo mau kerja sama gue?"

"Kerja apa?"

"Nemenin gue bobo, gue gaji berapa pun yang lo mau." Ucapnya dengan seringai membuat Reena bergidik ngeri.

"Jangan gila lo, kak."

"Untung loh Re, paling-paling biru dikit lah-aw." Ringis Arsen dengan kekehan kala Reena mencubitnya.

"Gak sudi." Sergah Reena menatap tajam Arsen membuat tawa lelaki itu semakin menjadi.

.

.

.

Reena menatap bangunan di depannya,

Ini kan...

"Ayo Re."

Arsen berjalan lebih dulu membuat Reena mau tak mau mengikuti langkah lebarnya. Sesampainya di dalam mata lelaki itu menelisik ke setiap sudut ruangan seolah mencari sesuatu.

"Nah itu dia." Ucapnya tanpa aba-aba menarik tangan Reena untuk mendekati sekumpulan lelaki yang duduk di sudut ruangan. Reena menelan ludah, hatinya berubah gusar. Arsen tidak akan menjualnya, kan?

"Wih... Liat siapa yang dateng."

Salah satu dari mereka berucap heboh membuat atensi sekumpulan itu terfokus pada 2 insan yang baru saja datang.

"Siapa nih Sen? Pacar?" Lelaki dengan alis yang memiliki jalan kutu yang Reena tidak tau model apa itu, menunjuk dirinya.

Arsen menggeleng. "Bukan."

"Asikk, bisalah gue-"

"Tapi otw. Lo sentuh abis sama gue." Tekan Arsen membuat lawan bicaranya tertawa.

Tidak terlalu ingin menanggapi, Arsen beralih pada seseorang yang terlihat lebih waras dari yang lainnya. Karena sedari tadi ia hanya duduk dengan kepala tertunduk. Bahkan matanya tidak liar seperti teman-temannya yang lain, ia hanya fokus pada gelas berisi cairan bening yang sesekali ia putar sebelum menegaknya hingga tandas.

"Bang Re mana, Wil?" Tanya Arsen mengambil duduk di sebelah lelaki yang ia sebut Wil tadi, tak lupa mengajak Reena.

"Biasa, bentar lagi juga dateng." Jawabnya dibalas anggukan paham oleh Arsen. Reena terus memperhatikan lelaki itu sampai tiba-tiba si empu membalas tatapannya membuat ia langsung menunduk takut.

"Tunggu sebentar gapapa?" Bisik Arsen di telinga Reena yang dibalas anggukan oleh si empu, menandakan bahwa ia tak masalah jika harus menunggu seseorang yang menjadi tujuannya datang kemari.

Selagi menunggu mata Reena tak tinggal diam, dia memperhatikan keadaan sekitar yang terlihat err sangat kacau, manusianya pun sangat bermacam-macam. Contohnya seperti seorang pria arah jarum jam 1 dari tempatnya duduk. Pria itu sudah seperti zombie dengan tumpukan botol bening di hadapannya. Atau sepasang insan yang sedang bercumbu mesra di sofa yang tak jauh dari tempatnya duduk, mereka tampak tak perduli dengan keadaan sekitar. Atau-

"Jangan diliatin."

Reena merasakan pandangannya menjadi gelap ketika tangan Arsen menutup matanya. Ia menyingkirkan tangan lebar itu.

"Kenapa? Nanti juga jadi pemandangan gue sehari-hari." Ucapnya.

"Iya juga ya." Arsen menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum nakal ke arah Reena membuat gadis itu mendengus. Mulai lagi, pikirnya.

Bruk

Entah datang dari mana, tiba-tiba saja seseorang menjatuhkan dirinya di sofa, ikut bergabung bersama mereka.

"Udah lama Sen?" Tanyanya dibalas gelengan oleh Arsen.

"Ini bang yang gue bilang." Ia menunjuk Reena dan demi apapun Reena terlihat seperti barang yang akan dijajakan sekarang.

"Can-tunggu." Lelaki itu menyipitkan matanya membuat Reena gugup bukan main. Ia mengenal lelaki itu. Sungguh mengenal lelaki yang dibentaknya kemarin malam karena membuatnya kesal.

"Lo... Reena?" Tebaknya dibalas anggukan gagu oleh Reena

"Lah? Udah kenal?" Heran Arsen.

"Gue terima Sen, anaknya bisa kerja di sini." Ucap lelaki itu membuat Reena dan Arsen mendelik.

"Lo serius bang? Gak pake interview?"

"Dua rius." Katanya tersenyum manis ke arah Reena.

"Hai cantik... Kita ketemu lagi."










































Malam ini bakal double up, tanganku gatel pengen nulis soalnya

Tbc...

THE DEVIL || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang