TD X

7.3K 750 65
                                    

Setelah menyelesaikan pekerjaannya pukul 00.00, Reena tak langsung pulang. Ia memilih untuk berjalan menyusuri jalanan kota yang sudah sangat minim pengendara. Hanya ada beberapa dari mereka yang mungkin sedang dalam perjalanan pulang sama seperti dirinya.

Sibuk melihat-lihat, tiba-tiba saja atensinya tertarik dengan bangunan di depan sana. Bangunan yang tutup saat langit cerah dan akan beroperasi saat malam tiba. Tidak perlu disebutkan kalian pasti bisa menebak tempat apa itu.

Padahal dalam hidupnya, Reena sudah bersumpah untuk tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana. Tapi malam ini, seakan dituntun ia melangkah dengan sendirinya memasuki tempat itu.

Berisik. Itu lah kesan pertama yang ia dapatkan begitu melihat keadaan di dalam. Bau asing yang baru saja menyapa indra penciumannya untuk pertama kali itu pun membuat perutnya seakan diaduk, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing.

"Lo gapapa?"

Suara berat itu datang bersamaan dengan sepasang tangan yang menahan bobot tubuh Reena yang hampir limbung. Gadis itu menoleh, melihat siapa pelaku yang baru saja bersikap baik padanya.

"Gapapa kok. Makasi." Ucap Reena sedikit menjauh, melepaskan tangan lelaki itu secara halus.

"Gue liat lo sempoyongan gitu. Mabuk?" Tebaknya membuat Reena melongo. Mabuk? Mabuk katanya? Rasanya Reena ingin terpingkal. Oh ayolah, bahkan minuman haram itu belum ia sentuh sedikit pun.

"Enggak." Geleng Reena yang sejujurnya ia sedikit risih dengan lelaki di sebelahnya ini.

"Mau gue anter pulang?"

"Ha?"

"Emangnya bisa pulang sendiri?"

Gila. Lelaki ini benar-benar gila, pikir Reena. Tak dengar kah dia saat Reena mengatakan jika dirinya tidak mabuk tadi?

"Gue gak mabuk." Sangkal Reena dengan wajah yang mulai masam.

"Lo minum berapa gelas? Dateng ke sini sama siapa?" Entah mengapa wajah lelaki itu tiba-tiba saja berubah khawatir.

Reena berdecak kesal. "Gue gak mabuk! Paham gak sih?!" Emosinya. Terkesan tak sopan memang berteriak pada orang yang baru dikenalnya, tetapi sungguh, demi apapun lelaki ini sangat menyebalkan membuat Reena tak bisa menahan diri.

"Semakin lo ngelak semakin gue yakin lo mabuk." Katanya membuat Reena mengernyit bingung.

"Gak ada orang mabuk yang ngaku." Lanjutnya. Ahh, Reena paham sekarang.

"Yaudah kalau gitu gue mabuk." Asal Reena ingin cepat menyelesaikan perdebatan dengan lelaki itu.

"Nah kan, lo mabuk!" Heboh lelaki dengan piercing di telinganya itu membuat Reena membulatkan mata.

"Kan gue udah ngaku! Kok tetep dibilang mabuk, sih?!"

"Justru itu lo mengakui kalau lo mabuk."

Reena menganga tak percaya. Lelaki ini benar-benar menguji kesabarannya. Rasanya sedikit menyesal menginjakkan kaki di tempat ini dan bertemu dengan si aneh yang sekarang berdiri di sebelahnya.

"Ayo, gue anter-"

"WOY, REGARD!"

Perkataan lelaki itu terhenti karena tiba-tiba saja ada yang berteriak ke arahnya. Regard? Ah mungkin itu namanya, pikir Reena.

"Ck, udah gue bilang gue gak mau." Lelaki bernama Regard itu berdecak pada seseorang yang mendekatinya.

"Ayolah, dia udah nunggu di atas."

"Gue bilang enggak ya enggak. Lo pada ngotot banget, sih, nyomblangin gue sama dia!"

"Tapi-"

"Ssttt, bilang sama dia gue gak bakal balik. Jadi suruh pulang aja."

Setelah mengatakan itu Regard melenggang dari sana tak lupa menarik tangan Reena, mengabaikan teriakan seseorang yang terus meneriaki namanya.

Reena blank, pikirannya masih terus mencoba mencerna apa yang baru saja Regard lakukan padanya.

"Rumah lo dimana?" Suara itu membuyarkan Reena. Dengan cepat ia menarik tangannya kembali.

Tidak dekat, tidak kenal, bahkan baru bertemu tadi tetapi lelaki bernama Regard ini sudah berlagak sok akrab padanya.

"Makasi, tapi gue bisa pulang sendiri." Ucap Reena ingin pergi dari sana tetapi tangannya ditahan.

"Maaf banget, tapi tangan lo terlalu kurang ajar dari tadi." Reena melepaskan tangan Regard darinya.

"Sorry." Sesal lelaki itu.

"Boleh gue tau nama lo?" Tanyanya membuat Reena memicing.

"Gak ada niatan apapun, gue cuma pengen kenalan." Katanya seakan mengerti arti tatapan Reena padanya.  Ia mengulurkan tangan membuat Reena melirik tangannya.

"Regard." Ucapnya tersenyum manis. "Lebih tepatnya Regardano."

Tanpa ingin menyambut, Reena masih saja memandangi tangan Regard dengan nafas tercekat. Bukan, bukan karena perkenalan lelaki itu yang tiba-tiba, tetapi karena sesuatu yang tertangkap oleh indra penglihatannya. Dan sesuatu itu terlukis apik di pergelangan tangan si empu, tepatnya di nadi.

Rajah Elang... Batin Reena. Hatinya bergemuruh, bentuk itu sama persis seperti milik seseorang yang ia kenal.

"Hey,"

Jentikan jari di depan wajahnya membuat Reena tersadar dan langsung mengangkat wajahnya menatap Regard.

"Nama lo siapa?" Tanya lelaki itu mulai tak sabaran karena Reena tak kunjung menyambut uluran tangannya.

"R-reena." Gagu Reena menjabat tangan Regard membuat si empu tersenyum.

"Lucu, nama kita hampir sama, Re." Kekehnya lalu berucap,

"Lo cantik Reena... Mirip orang yang gue sayang."


























































Regard

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regard

Buat kalian yang baca setiap chapternya, ada rasa penasaran gak sama Book ini? Ada rasa tertarik gak buat baca kelanjutannya?
Menurut kalian Book ini terlalu biasa gak, sih? Atau terlalu klise?

Tbc...

THE DEVIL || JAKE SIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang