"Reenaaaa~"
"Reena Atalanta~"
"Sayangku~"
"Cintaku~"
"Buah hatiku~"
"Permata indahku~"
"Re-"
"Berisik Kal!" Sentak Reena membuat Kaluna memajukan bibirnya.
"Makanya jangan marah lagi." Ucap Kaluna namun Reena tak menggubrisnya membuat gadis itu bergelayut manja di lengan Reena.
"Reee~"
"Awas ah!" Disentaknya tangan Kaluna.
"Lo mah jahat, gue nangis nih?"
Reena melirik Kaluna sekilas. "Nangis aja sono." Katanya membuat Kaluna mencak saat itu juga.
"Please, please, maafin gue please..."
Dengan wajah memohon Kaluna menggosokkan kedua telapak tangannya di hadapan Reena dan alhasil si empu menghela nafas.
"Kal, lo tau kesalahan lo apa?"
"Nyebar gosip."
"Nah, itu tau."
"Tapi kan lo sendiri yang bilang kalau lo pacaran sama kak Adlan? Lagian gue cerita sama temen gue gak sebut nama lo kok, karena gue tau mereka cuma mau tau tentang kak Adlan doang." Ujar Kaluna.
"Y-ya emang, t-tapi kan gue gak mau kalau cowok gue jadi omongan satu kampus."
Mengatakan itu, rasanya Reena ingin menyumpah-serapahi dirinya sendiri. Jujur, ia geli.
"Ya maap, kan gue gak tau kalau lo posesif."
Anjir, janji gak posesif
"Lain kali gue gak sembarang sebar gosip deh, janji." Dengan wajah penuh harap Kaluna mengangkat jari kelingkingnya. Entah pelet apa, tapi melihat itu saja Reena menjadi luluh.
Disambutnya jari kelingking Kaluna. "Gue pegang janji lo." Katanya membuat Kaluna memeluknya senang.
"Makasi ayangieee,"
"Sorry Kal, gue masih normal." Ucap Reena merusam suasana melepaskan tangan Kaluna.
"Anjir." Umpat Kaluna. "Gue juga udah punya A-pacar kali."
Dalam hati Reena tertawa, cepat juga reflek mulut sahabatnya itu.
"Gak iri, gue juga punya." Sombong Reena membuat Kaluna berdecih.
"Emm, btw Kal,"
"Kenapa?"
"Lo... Gak marah?"
"Marah?"
Karena Adlan gue ambil.
"K-kan dari awal lo udah bilang lalau gue gak boleh deket-deket sama Adlan. Lo gak marah?" Tanya Reena hati-hati menatap sepenuhnya pada Kaluna.
"Astaga Reena..." Kaluna memiringkan tubuhnya menghadap Reena. "Gue bilang kayak gitu cuma ngingetin dari rumor yang nyebar selama ini, tapi kalau lo-nya udah cinta mau gimana lagi? Itu terserah lo." Ucap Kaluna. Namun, bukan itu jawaban yang Reena harapkan.
"Tapi Re...,"
"Hm?"
"Lo yakin?"
"Apanya?"
"Kak Adlan. Lo yakin dia cin-maksud gue kalian emang saling cinta, kan?"
Reena mengernyit. "Kenapa nanya gitu?"
"Gapapa, nanya aja." Jawab Kaluna, tetapi entah mengapa lagi-lagi Reena merasa tak puas dengan jawaban tersebut.
"Hati-hati aja, kak Adlan banyak yang suka, banyak yang pengen ngerebut dia dari lo."
.
.
.
Pukul 03.00 pagi, Reena mengganti pakaian kerjanya dan menggantungnya kembali di loker. Ia keluar dari ruang ganti dan bersiap untuk pulang.
"Gue anter ya?"
Lagi-lagi tawaran itu ia dapatkan dari seorang lelaki yang merupakan kakak tingkatnya.
"Gue bisa pulang sendiri kak," Tolaknya mencoba tetap sopan.
"Tapi ini udah hampir pagi Re, jalanan sepi, kalau lo kenapa-kenapa gimana?"
Reena berdecak. "Biasanya juga gue pulang sendiri, sepi, tapi baik-baik aja tuh?" "Kecuali waktu itu." Sambungnya dalam hati.
"Tapi-"
"Kak Arsen yang terhormat, tolong ya, gue bisa pulang sendiri, jadi gak usah maksa." Ucap Reena sedikit tegas. "Dari tadi lo ngintilin gue kerja aja rasanya udah risih, jadi jangan buat gue ilfeel sama lo." Lanjutnya. Kurang ajar? Memang. Untuk ukuran orang yang sudah dibantu agar dapat melangsungkan hidupnya kata-kata Reena memang terkesan kurang ajar dan tak tahu diri.
Arsen menghela nafas. "Oke." Katanya singkat dan padat menanggapi.
"Gue balik yaa," Reena mengangguk.
"Gih, balik." Ia nunjuk arah pintu keluar dengan dagunya.
"Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue." Lagi-lagi Reena hanya mengangguk.
Memang, belakangan ini Reena sangat ketara menjauhi Arsen. Jika ditanya alasannya mungkin karena Arsen merupakan kekasih Kaluna(?). Walaupun belum membuktikan secara nyata, tetapi tetap saja rasanya ia harus menjaga jarak dengan Arsen. Apalagi dengan kejanggalan-kejanggalan yang terus menghantuinya membuat Reena berpikir bahwa berdekatan dengan orang seperti Arsen adalah ide yang buruk.
"Eh?"
Reena terjengit kaget ketika bahunya ditepuk oleh seseorang.
"Sorry ngagetin." Ucap orang itu. Hergan. Reena hanya tersenyum menanggapi.
"Mau balik kak?" Tanyanya diangguki oleh sang empu.
"Mau bareng?"
Tanpa berpikir Reena menanggapi. "Boleh." Katanya. "Sampai pertigaan aja, kan kita lawan arah." Ucapnya mulai melangkah diikuti oleh Hergan.
"Gue anter sampe rumah, sampe kamar juga kalau perlu." Gurau Hergan disambut tawa oleh Reena.
Entah mengapa, melihat Reena tertawa membuat hati Hergan bergemuruh, rasa-rasanya ia ingin terus melihat wajah cantik itu ketika tertawa dan tidak ingin ada yang menghilangkannya.
"Re,"
"Ya?"
"Di dunia ini, siapa orang yang paling lo percayai?" Tanya Hergan tiba-tiba membuat Reena menghentikan langkahnya, menghadap sepenuhnya pada lelaki itu.
"Emm, orang-orang yang gue sayang, mungkin?" Jawabnya.
"Kenapa?"
"Ya karena... Kalau udah sayang bukannya kita juga harus percaya?" Kaliman Reena itu membuat Hergan tertegun.
"Re,"
"Ya, kak?"
"Semisal, gue bilang kalau lo cuma boleh percaya sama gue gimana?"
Reena menyatukan alisnya. "Maksudnya?"
"Nanti," Hergan memegang kedua bahu Reena, ia sedikit menunduk agar sejajar dengan wajah gadis itu.
"Kalau nanti dunia udah terlalu jahat sama lo, gue mohon, cari gue ya?"
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL || JAKE SIM
Random"Jangan pernah sekali pun lo suka sama kak Adlan, ngedeketin dia atau ngebiarin dia ngedetin lo. Jangan." "Kenapa?" "Kata orang-orang, love language-nya Physical Touch." "Emangnya... Kenapa?" "Ck, lo gak tau?" Gadis itu menggeleng. "Dia itu Scorpio...