Part 15

151 8 0
                                    

Jangan lupa vote ⭐ dan tinggalkan jejak kalian di kolom komentar

Seorang pelajar yang tidak diketahui identitasnya, melompat dari gedung lantai atas. Tidak ada saksi mata melihat kejadian itu. Hanya suara benturan yang kebetulan terdengar oleh penjaga kebun Sekolah yaitu Pak Hadi.

Pak Hadi yang melihatnya syok di tempat. Seorang siswi yang tidak di kenal itu sudah terkulai dengan berlumuran darah di bagian kepalanya. Langsung beliau menghubungi pihak rumah sakit. Fani dan Farel yang baru datang di kawasan Sekolah sudah ramai petugas medis dan beberapa pasang mata yang tengah mengerumuni tempat kejadian itu.

Fani dan Farel menyelinap untuk menuju kerumunan itu. Betapa terkejutnya Syifa yang sudah di gotong dengan tandu. Farel menutup mata Fani yang tubuhnya sudah lemas. Kakinya bahkan sudah terasa mati rasa. Dadanya sesak melihat Syifa yang sudah berlumuran darah itu.

"Korban tidak diketahui identitasnya Pak!" lapor polisi yang menangani kasus itu kepada atasannya.

"Kami mengenalnya, namanya Syifa teman kami," ujar Farel.

"Kalian berdua bisa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan?" perintah atasan polisi tersebut.

"Baik. Tapi, bisa kita menjenguk teman kami terlebih dahulu?" Farel masih mendekap Fani yang masih syok itu.

"Baik. Salah satu Polisi akan mengawal kalian berdua," Farel mengangguk.

"Kamu masih kuat?" Fani mengangguk. Farel menuntun gadis itu yang tidak henti-hentinya menangis.

--*--

Suara tamparan yang tidak usah untuk dijelaskan betapa sakitnya itu. Laras menampar Fani hingga terlihat merah pipi itu. Fani tidak bisa membela semua dugaan dari Laras. Ia diam tidak seperti biasanya yang tidak akan terima jika, ada yang berbuat sedemikian rupa. Karena ia sadar dalam hal ini, ia bersalah.

"Loe kalau mau jadi pahlawan bukan tempatnya. Emang bener ya otak Loe taruh di mana sih!"

"Syifa begini karena loe yang sok jadi pahlawan kesiangan. Sok jadi sahabat dia satu-satuanya! Padahal loe cuman orang asing yang masuk ketika Syifa kena masalah. Seandainya loe cerita ke kita. Ini nggak akan terjadi!" sempat Laras akan menampar pipi Fani, Farel mencegahnya.

"Bukannya loe yang selama ini nggak mau denger penjelasan Syifa. Di sini kita sama-sama salah. Jadi, nggak usah membela diri. Kalian semua juga sama!" Suara Farel meninggi dengan matanya seakan menunjuk satu-persatu Ajeng, Rio, dan Yuda. Matanya beralih memerhatikan Fani yang menunduk ditempat.

"Ikut Gue!" Farel menuntun Fani pergi dari ruang UGD itu meninggalkan Ajeng, Rio, Yuda, dan Laras yang masih berapi. Syifa yang terbaring koma dengan beberapa selang menempel ditubuhnya. Mengalami cedera kepala, dan ditambah menurut keterangan Dokter mengatakan Syifa akan mengalami cacat permanen pada kakinya.

"Makanlah," Farel menuntun Fani untuk ke kantin rumah sakit. Farel tahu jika, gadis ini gampang sekali lapar. Di sinilah mereka di kantin rumah sakit. Gadis ini masih saja belum berkomentar apapun.

"Ayo! Dimakan," Farel menyodorkan bakso dengan lontong kesukaan Fani. Fani tampak ogah-ogahan mengaduk kuah bakso itu, apalagi melahapnya. Selera makannya benar-benar hilang.

"Aku takut," Fani mengusap ingus dengan air mata yang sudah tercampur menjadi satu itu dengan pergelangan tangannya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan image. Farel menyodorkan kotak tisu itu, guna untuk mengusap ingus yang bahkan tidak bisa dijelaskan kondisinya.

"Gue tahu. Kita berdoa semoga Syifa bisa lekas pulih dari komanya. Sekarang loe makan ya, nanti malah loe yang sakit," benar ucapan Farel. Fani harus sembuh agar bisa menjaga Syifa. Agar ketika Syifa membuka mata nanti, ia bisa berada di hadapan Syifa.

Chasing Shamelessly (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang