Selesai

254 7 3
                                    

Yang vote ⭐ saya doakan masuk surga

Farel berlari menuju basemen, seakan orang yang baru menang lotre. Nyatanya yang membuatnya begitu karena sebuah notifikasi pesan dari mamanya. Membuat seluruh sarafnya bekerja aktif. Ketika Farel sedang asyik nongkrong di kafe dengan sahabatnya. Pesan dari mamanya yang ia kira tidak penting, seketika itu ia melotot. Seakan kaki terasa ringan. Gemuruh kebahagian menjalar di sarafnya.

Fani ada di rumah

Begitulah isi pesan Rika. Sungguh pada saat itu juga. Ia langsung bergegas pergi meninggalkan temannya. Mengendarai motor dengan stabil sembari tersenyum sendiri. Bagaimana rupa gadis yang sudah mencuri hatinya dan malah tidak bertanggung jawab dengan pergi meninggalkannya? Sudah sampai rumah, langkah Farel masih tidak sabaran, begitupun membuka pintu rumah Farel sudah tampak ngos-ngosan. Di dalam rumah ia sudah disuguhkan dengan suara tawa yang ia rindukan selama ini dari arah dapur. Berjalan perlahan mengikuti suara khas itu. Jantungnya bergemuruh hebat.

"Wow! Fani. Kamu sudah jago masak ya sekarang," puji Rika antusias. Mereka sekarang sedang memasak untuk makan malam nanti.

"Ah. Tante bisa aja. Masih jagoan Tante sih," lihatlah gadis berkerudung syar'i itu. Wajah manisnya terlihat jelas auranya. Bahkan Farel mulai hilang akal. Jika, Farel tak tahu diri. Gadis itu sudah terlalu jauh untuk digapai. Ia ingin memeluk gadis manis itu. Namun, tidak bisa. Farel tidak serendah itu.

"Farel. Kok bengong?" Tanya Rika melihat Farel tengah mematung tak jauh dari mereka. Rika melihat arah pandang putranya. Fani yang merasa arah pandang Farel kepadanya. Hatinya berdesir hebat. Fani memalingkan wajahnya ke sembarang arah karena malu.

Mama Rika berdehem bolak-balik menyadarkan keduanya akan dunia milik sendiri. Farel tersadar akan lamunannya. Ia berjalan ke arah Fani. Berhenti sejenak di depan gadis itu, sedangkan sang empu mundur selangkah.

"Ha," hendak Fani menyapa Farel. Lelaki itu berjalan melewatinya. Fani mengamati apa yang akan dilakukan Farel. Lelaki itu sebelumya tak lupa mengambil sendok kecil dari genggaman Fani.

"Rasanya lumayan," ujar Farel random, menyicipi kuah sop yang masih mendidih.

"Farel, itu masih panas," Rika mengambil alih sendok kuah dari tangan Farel. Sang anak malah nyengir kuda. Fani yang melihat interaksi tersebut hanya tersenyum tipis. Farel tidak berubah. Ia menggeleng pelan. Entah apa yang ia harapkan.

"Enak kok. Lumayan apanya," selidik Rika sembari menyicipi kembali kuah sop nya.

"Mana aku rasain Tante," ujar Fani yang sedari tadi hanya terdiam.

"Sini. Kamu rasain. Biar tahu. Masakan menantu mama memang enak,"

Hening seketika. Tampak di wajah Farel terkejut. Fani juga tak kalah kaget dengan ujaran Rika barusan. Rika mengamati bergantian antara Fani dan Farel yang terlihat canggung satu sama lain. Atmosfer itu berganti menjadi senyap. Hingga suara bariton terdengar jelas. Papa Farel pulang.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," sahut mereka bersamaan.

"Papa," Rika menghamburkan pelukan dan tak lupa mencium telapak tangan suaminya penuh dengan rindu.

"Kok sepi banget Ma? Papa kira nggak ada orang. Ternyata pada ngumpul di sini," Papa lalu berlalu duduk di kursi makan. Barang bawaannya tentu saja sudah di bawa ke atas sedari tadi.

"Om, apa kabar?" Tanya Fani merapatkan kedua tangannya ke Papa Farel ala-ala memberi salam.

"MasyaAllah. Fani. Kamu makin cantik saja. Dengar-dengar sekarang kamu mondok di Kediri?" Fani ikut duduk di kursi makan yang masih kosong itu.

"Iya Om,"

"Nggak salah. Om pilih kamu buat jadi menantu," Farel yang sedari tadi menyicipi sup buatan Fani terbatuk-batuk mendengar kalimat itu lagi.

Hawa senyap yang mulai meleleh tadi berubah menjadi beku kembali. Mereka tidak tahu saja, kedua makhluk yang dijodohkan itu sudah tidak sabar. Kapan hari itu tiba.

--*--

Waktunya tidur, sesudah berpamitan dengan Om dan tantenya, Fani pergi menuju kamar. Rasanya lelah tubuhnya. Ia ingin segera istirahat. Papa Farel yang antusias menceritakan perjalanan dinasnya. Fani bertanya-tanya dari mana sifat Farel bagai muka tembok itu? Fani yang hendak membuka pintu kamar, suara terkesan dingin itu terdengar.

"Maaf. Aku belum nyapa kamu tadi," ucap Farel terkesan kaku. Tak ada nada di setiap kalimat yang terucap.

"Iya nggak papa," Fani takut menatap Farel. Lebih memilih menatap ke sembarang arah. Sejak tragedi di dapur tadi, ia makin malu dengan lelaki yang masih memiliki tempat spesial di hatinya.

Suara deheman Farel terdengar. Fani mendongak ke arah Farel. Sebenarnya Farel sengaja berdehem seperti itu. Agar Fani menatap dirinya.

"Aku masuk kamar dulu ya Farel."

"Silahkan," ujar Farel mempersilahkan. Tangannya bersila di dada sembari mengangguk.

"Kamu udah punya pacar?" Suara Farel terdengar kembali dengan pertanyaan membuat Fani menghentikan langkahnya.

"Nggak punya," Fani menggeleng lalu menelengkan kepalanya. Bertanya-tanya untuk apa ia pacaran? Dirinya sudah tahu hukumnya haram.

"Lagi deket sama cowok?" Tanya Farel lagi.

"Nggak," Fani menggeleng dengan tegas.

"Oh," lelaki itu menuju ke kamarnya, meninggalkan Fani dengan dahi berkerut menimbulkan seribu tanda tanya. Sedari tadi Farel bertanya hal-hal random rasa masakan-lah, siapa yang masak, punya pacar nggak, atau lagi deket sama cowok. Nggak sekalian aja tuh! Bu RT punya anak berapa??!

"Farel aneh," ujarnya lalu masuk ke dalam kamar.

Fani-lah yang tidak tahu. Jika, Farel sudah bersorak ria di dalam kamarnya. Farel yang menghempaskan tubuhnya saking senangnya. Meraih bingkai foto yang ia cetak beberapa hari lalu. Foto Fani dan dirinya ketika lulus SMA. Gadis itu sudah membuat dirinya kalah dengan hatinya. Ya! Farel mengaku kalah. Ia menyerah dan memutuskan melabuhkan hatinya seutuhnya teruntuk gadis manis itu.

Di sisi lain Fani yang sudah berperang dan memperjuangkan cintanya selama ini. Ia sudah ikhlas. Bahwasannya cinta tak bisa dimilikinya. Ia pasrah kepada Sang Maha Pencipta. Ia juga tidak tahu tentang kemenangannya sudah membuat seseorang di seberang kamar sana sudah jatuh se-jatuh jatuhnya.

Seperti kata pribahasa 'ayam berkokok, hari sudah siang' sudah ada tanda-tanda pasti. Namun, mereka tidak mengetahuinya. Di dalam kepastian ada sebuah janji yang harus ditepati. Semoga saja janji itu dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa. Semoga. Seperti Fani dan Farel sudah memang dijodohkan namun, kita tidak mengetahui apakah semua itu Allah restui? Mereka hanya bisa berdoa dan berusaha. Mereka hanya manusia biasa yang saling mencintai.

--*--

Selesai

Akhirnya penutupan Tahun diakhiri dengan kebahagiaan yang hakiki 😀

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chasing Shamelessly (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang