Part 9

125 6 0
                                    

Sebelum membaca, jangan lupa vote ⭐ dan tinggalkan jejak kalian di kolom komentar

Petaka satu kata yang menggambarkan kehidupan Farel sekarang. Pasalnya laki-laki itu sangat membenci Fani yang terus mengejarnya. Gadis berwatakan bar-bar itu, membuat otaknya penuh. Berbagai cara ia gunakan agar Fani pergi dari kehidupannya. Tetapi, sekarang malah mereka hidup satu rumah. Fani bagaikan rumus matematika yang tidak bisa ia pecahkan, dari kata-kata kasar yang kerasnya melebihi volume musik di studio. Mengejeknya dari bentuk kata, frasa dan kalimat. Mulut pedasnya ia lontarkan kepada gadis itu masih tidak mempan. Terbuat dari apa gadis itu memiliki mental kuat seperti baja.

"Apa keberadaanku di rumahmu mengangganggumu?" mereka sekarang berada di balkon berdua dengan Farel menghadap lurus kedepan melihat jalanan yang masih saja ramai kendaraan. "Kok nggak dijawab," lanjut Fani tak mendapatkan respon. Seharusnya Fani mengetahui jika Farel akan semakin risih kepadanya. Farel punya telinga nggak sih. Gerutu Fani dalam hati.

"Cih," Farel berdecit pelan dan pergi meninggalkan Fani. Fani menghembuskan nafas lelah. Bahkan suara gebrakan yang terdengar tidak menyenangkan itu terdengar. Ketika Fani berbalik ternyata itu Farel.

Farel mendobrak pintu dengan kasar. Ia sengaja melakukannya agar Fani peka kalau keberadaannya di rumah ini tidak ia inginkan. Bahkan kebenciannya itu hanya ditunjukan kepada Fani. Bersama temannya saja dia sering tertawa lepas, sedangkan denganku boro-boro ketawa, senyum saja kagak batin Fani berkecamuk.

"Segitu bencinya kamu sama aku," lirihnya. Malam mulai larut dan bulan mulai melingkar sempurna. Fani lalu munuju kamar yang sudah disediakan oleh Rika. Wanita paru baya itu sungguh telaten memilih desain kamar perempuan. Ia tidak memiliki anak perempuan, maka dari itu Rika sudah menganggap Fani anaknya sendiri. Memiliki tiga anak laki-laki. Anak pertama tinggal di luar negeri memiliki bisnis dengan mertuanya, anak kedua memiliki hunian sendiri di luar Jawa. Tinggal Farel sekarang yang berada di rumah. Sedangkan suaminya sering dinas luar negeri hanya urusan pekerjaan.

Kamar bernuansa pastel, kursi kecil, sprie tempat tidur serta karpet dengan warna senada. Juga ada meja belajar ditambah tiga kursi dekat cendela sangat cocok untuk kerja kelompok di kamar. Serta almari dengan kaca bening dipenuhi boneka berukuran mini serta pas untuk menaruh tas, dan jangan lupakan almari dekat kamar mandi berukuran minimalis. Fani merebahkan tubuhnya dengan menutup tubuhnya separuh badan, cuaca tidak terlalu dingin. Fani hanya was-was dengan kamar barunya yang begitu rapi, karena ia tipe orang yang jarang bersih. Mungkin besok kamar ini akan berubah menjadi kapal pecah. Atau ia mulai akan belajar membereskan sendiri. Ia mulai terlelap tidak ingin memikirkan semua perlakuan Farel padanya dan mulai sekarang ia pasti akan sangat sabar dan menguatkan hati menerima kata-kata pedas Farel setiap saat. Setidaknya ia mendapatkan pemandangan gratis setiap harinya.

"APA!!!" Fani membekap mulut Ita. Temannya yang seenaknya berteriak ketika jam pelajaran dimulai. Salahkan Fani sendiri, ia bercerita ketika jam pelajaran dimulai. Sedangkan Bu Sarah sudah menatap tajam pada kedua gadis tersebut.

"Maaf Bu," Bu Sarah mengajar mata pelajaran Biologi dan selaku wali kelas XII IPA I. Bu Sarah ini termasuk guru paling sabar. Pantas saja menjadi Wali Kelas Kelas I.

"Kalian berdua, nanti pas jam istirahat ke ruangan saya," Fani dan Ita hanya bisa menunduk dan mengiyakan. Mereka kompak menganggukkan kepala dan pelajaran masih tetap berlangsung.

Sesuai dengan suruan Bu Sarah. Fani dan Ita pergi ke ruang kantor. Mereka diceramahi panjang kali lebar. Lebih parah dari pada bunda. Pikir Fani. Alhasil mereka tidak istirahat dan kelaparan. Dan harus menunggu jam istirahat kedua.

"Makan pelan-pelan Fan," Ita melihat Fani seperti tidak pernah makan selama satu tahun. Bakso berukuran jumbo dan mi ayam ia pesan dengan porsi kuli dihabiskan tanpa mengunya, itu yang dilihat ita. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat sahabat terbaiknya itu.

Chasing Shamelessly (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang