MARK LEE

116 10 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim semoga suka sama ceritaku.

Sebelum baca, mari vote dulu untuk dukung aku dan ceritaku ini supaya makin semangat buat ceritanya. Terimakasih.

•••••

Happy reading sijeuni!!!

-----


Saat ini, aku dan Mark sedang bersantai sambil berpelukan di ruang tamu sembari menonton televisi yang menyayangkan kartun Spongebob, kartun favoritku.

Namun belum sempat aku mengomentari kartun yang kami tonton pada Nark, kekasihku bangkit sehingga pelukan kami terlepas.

"Mark--"

Mark berdiri seraya menatap layar ponselnya, ia melirikku sekilas, kemudian kembali menatap layar ponselnya.

"Sayang, maaf--"

Aku mengangguk. "Iya, gapapa. Sana, gih. Nanti dia mulai selfharm lagi." ucapku memotong ucapannya.

Mark mencium pipiku lalu mulai berjalan menjauhi pekarangan rumahku yang selalu sepi.

Sebenarnya aku malas jika Mark sudah berhubungan dengan Arin--sahabatnya.

Namun, lagi-lagi aku tersenyum seakan tidak ada apa-apa. Aku mulai mensugesti diriku, agar semuanya pasti baik-baik saja.

Aku mulai melangkah menuju kamarku yang memang dekat dengan ruang tamu.

Aku menatap foto kedua orangtuaku yanh sudah berpulang untuk selamanya dengan senyuman sendu.

"Bunda, ayah, kapan aku bisa rasain kebahagiaan aku?"

-Lee Mark-

Pagi ini, tumben sekali Mark mau menjemputku untuk berangkat bersama ke sekolah.

Biasanya dia selalu tidak bisa karena beralasan "Arin kasihan, aku sebagai sahabatnya gak tega tiap orangtuanya berantem." Ingin sekali aku menyudahi hubunganku dengan Mark.

Namun aku tidak bisa, karena aku sangat mencintai Mark. Bahkan hubungan kami sebulan lagi sudah dua tahun. Selama itu kami berpacaran.

"Sayang, udah selesai? Yuk, berangkat." ajaknya sembari menggandeng tanganku.

Sebelum aku mengunci pintu, Mark menghentikan aksiku. Membuat atensiku pindah menatap dirinya.

"Kenapa, Mark?" tanyaku dengan lembut. Mencoba untuk tidak emosi saat itu juga.

Karena, sumpah demi apapun, aku tak sengaja menatap layar ponsel Mark yang berisi room chat nya dengan Arin.

Lagi-lagi Arin. Aku benci.

"Sayang, maaf--"

Aku tersenyum, lalu mulai melepas paksa genggamannya pada tanganku. "Iya, Mark. Ngerti. Gih, sana, nanti telat. Biar aku nebeng bareng Lucas aja." jawabku yang selalu memotong ucapannya semenjak ia selalu berpaling pada Arin.

Aku iri pada gadis itu. Selalu dikelilingi oleh orang-orang seperti mark. Walaupun orangtuanya selalu bertengkar, tidak terjadi kemungkinan, mereka tetap menyayangi Arin sebagaimana mestinya orangtua terhadap anaknya.

Mark ingin mencium pipiku, namun aku menjauhi wajahku. "Sana ih, kamu belum sarapan. Masih bau iler." canda ku mencoba mengalihkan rasa sedih dan sesak di dadaku.

Mark tertawa renyah, "Okay, okay. Bilang Lucas, hati-hati gitu bawa motor nya." ujarnya sebelum menaiki motor dan meninggalkanku yang mulai berjongkok dan menangis.

IMAGINE | NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang