Besoknya Shuya menyiapkan sarapan untuk dirinya dan ketiga anak Jun sambil mempelajari kembali materi ujiannya. Sejujurnya Shuya tidak pernah membuat sarapan untuk orang lain, mengingat bahwa dulu dialah yang dibuatkan sarapan oleh Ibu Hana atau terkadang dia hanya menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, dia tidak pernah menyiapkan apapun untuk orang lain sebelumnya. Bahkan selama tinggal disini, Jun lah yang sering membuat sarapan ataupun makan malam, Shuya tidak mengerti kenapa pria itu selalu berusaha untuk pulang tepat waktu, bahkan jika alasannya adalah anak-anak rasanya itu terdengar kurang masuk akal untuk Shuya.
Pekerjaan yang membludak, bahkan bisa mengharuskan dirinya untuk begadang, tapi pria itu justru masih sempat-sempatnya pulang untuk mengurusinya anak-anaknya. Apalagi kebiasaan yang terdengar konyol untuk kebanyakan orang, kebiasaan mengucapkan selamat malam pada semua anaknya.
"Noonaaaaaa!"
Shuya kenal suara itu, suara si bungsu Moon yang semakin hari bertumbuh dewasa.
"Ya, Junpyo?" tanya Shuya sambil meletakkan piring berisi roti panggang dengan telur dan keju diatas meja.
"Hari ini mau anterin aku ke sekolah nggak?"
Shuya melirik jam dinding di ruang makan yang menunjukkan pukul enam pagi, satu jam lagi sebelum ujiannya dimulai.
"Boleh. Aku masih punya waktu untuk mengantarmu."
Junpyo berteriak senang, kemudian duduk di kursinya, memakan sarapannya. Sementara Shuya meletakkan piring-piring lainnya dimeja makan, porsi untuk dirinya dan Junha. Sementara untuk Junho, Shuya sudah menyiapkan bubur yang dibelinya tadi.
"Kenapa ada bubur?" tanya Junpyo.
"Ah ... Junho sedang tak enak badan, sepertinya kelelahan belajar. Jadi--"
"Oppa kebiasan deh!!"
Shuya dan Junpyo segera keluar dari ruang makan dan melihat Junha yang sedang memarahi Junho. gadis mungil itu terlihat meletakkan kedua tangannya di pinggang dengan ekspresi marah, sementara Junho hanya mengusap-usap tengkuknya dengan canggung.
"Anak-anak, kenapa?" tanya Shuya mendekat.
"Oppa sakit kan semalam?" tanya Junha dengan ekspresi kesal pada Shuya lalu mengacungkan telunjuknya ke depan wajah Junho. "Kenapa nggak pernah mau bilang sih kalo butuh apa-apa? Coba kalo Shuya eonnie nggak pulang dan aku nggak tau, siapa yang mau ngurusin oppa?"
"Junha, maaf, aku cuma--"
"Awas aja kalo bilang nggak mau buat aku khawatir!" potong Junha kesal. "Oppa kaya gini tuh sama aja buat aku khawatir! Di rumah ini kita cuma punya satu sama lain! Paham nggak?"
"Junha, udah yuk marah-marahnya? Junho masih sakit loh," ujar Shuya berusaha melerai, bagaimanapun Shuya agak kasihan melihat Junho yang diomeli tanpa bisa membela diri sama sekali.
"Apa nggak ada yang mau memeluk Papa?"
Seluruh atensi mengarah pada sosok Jun yang datang dengan kopernya dan wajah lelahnya, namun masih bisa melemparkan senyum hangat pada anak-anaknya. Segera saja, Jun diserbu oleh ketiga anaknya dan Shuya hanya mampu ikut mendekat juga.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jun pada Junho. "Apa harus pergi ke sekolah?"
Junho mengangguk. "Ada rapat OSIS."
"Keras kepala," decih Junha.
"Kamu juga nggak akan bisa mengurusku kan hari ini? Ada kegiatan klub," ledek Junho dan hanya membuat Junha cemberut.
"Sudah, sudah," lerai Jun. "kalau merasa masih bisa gapapa, kalau mau pulang cepat , bilang Papa oke?"
Junho mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dracula | Wen Junhui [NEW VERSION]
Fanfiction[Another version of Daddyable Series] We have 3 secret words: 1. Milk, safe. 2. Latte, beware. 3. Espresso, RUN!