Bicara soal takdir, maka semua akan cukup sampai disana. Tak akan ada lagi penyangkalan dan perdebatan sebab semesta sudah menggariskan batasan jelas atasnya. Namun pada garis hidup yang sudah ditetapkan didepan mata, seorang gadis tak bisa lagi menyembunyikan kegetirannya.
Alysa diam dibungkam penyesalan hingga sesak memenuhi rongga dada sampai perih. Ada Ryuna disampingnya yang terus mencoba menguatkan, tapi bagi Sasa semua itu percuma. Sebab setengah jiwanya sudah hilang dibawa pergi. Bukan ingin egois, tapi memang begitulah kenyataannya.
"Yang ikhlas, Sa." lirih Ryuna sembari mengelus punggung dan lengan sahabatnya.
Alysa menoleh dan hanya bisa mengulas satu senyum tipis bersama anggukan samar. Sekali lagi, ikhlas hanyalah omong kosong. Tak akan ada hati yang sanggup berdiri kokoh setelah dicabik kenyataan bahwa setengah jiwanya hilang dibawa pergi.
Pengajian peringatan 100 hari kematian mendiang Jeffrey baru saja selesai, para tamu sibuk menyantap hidangan sedang seorang gadis memilih menyusup keluar perlahan. Alysa duduk pada bata semen tanaman didepan rumah Laras, meluruskan kaki dan mendongak menatap langit. Gelap tanpa bintang, seperti hidupnya.
Belum sampai memulai obrolan dengan benaknya, seseorang datang dan ikut duduk disebelahnya. Jaemy orangnya.
"Kok disini?" tanya pemuda berbaju koko putih itu.
"Cari angin." balas Sasa singkat.
Hening sejenak mengisi. Membiarkan dua muda-mudi itu digerogoti pikiran sendiri.
"Gue--"
"Gue--"
Praktis terdiam saat mengucapkan satu kata diwaktu yang sama. Jaemy mengalah, "Lo dulu."
"Gue mau bilang maaf sama lo." ujar Alysa sungguh.
"Maaf karena?"
"Karena udah melakukan hal goblok sampai berani lupain abang lo."
Jaemy praktis terkejut. "Jangan gitu, Sa. Gue paham kok."
"Iya. Makasih ya udah bantu gue buat inget Kak Jeffrey lagi." Yang satu ini Jaemy sedikit tidak paham kemana lajurnya. "...foto itu dari lo kan?"
Baru setelah lima kata itu terucap wajah Jaemy seketika memias. Banyak makna pada sorot mata itu, dan Alysa membalasnya dengan satu ulasan senyum.
"Itu foto yang ada dikamar Kak Jef, kan? Gue masih inget kok waktu Tante Laras ngijinin gue buat geledahin kamar abang lo, hehehe." Sasa betulan terkekeh, tidak ada kemarahan barang sedikitpun pada kalimatnya.
Jaemy tertunduk. Tidak berniat memberi penyangkalan sebab memang begitulah kenyataannya.
"Maaf, Sa. Gue nggak mikir jauh soal--"
"Apasih yang perlu dimintain maaf? Lo nggak salah. Gue juga benci fakta kalau gue pernah lupain Kak Jef. Gue--gue emang nggak tau diri, maaf."
Lagi-lagi diam, membiarkan pikiran bergelut dalam hening. Sampai sebuah suara bariton terdengar dari belakang punggung mereka.
"Na!" panggil Cetta yang ternyata sudah berdiri didepan pintu.
"Hah?"
"Disuruh makan sama Mama."
"Gue nggak laper."
"Bukan lo." ketus lelaki berbaju koko hitam itu. "Temen lo itu."
'Temen lo itu'
Alysa mendapati perih pada sudut hati saat mengetahui Laras bukanlah satu-satunya yang membencinya saat ini. Meski tidak secara kasar diperlihatkan, namun Alysa paham betul makna dihindari dan ditolak interaksi yang diberikan Laras juga Cetta padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/314965274-288-k555917.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] NUMB : The Link (Forget Me Not)
Fiction généraleBook 2 of NUMB Don't forget, somewhere between 'hello' and 'goodbye', there was love, so much love.. from far, faraway. (from Jeffrey n Alysa universe)