Siang itu, di penghujung hari bernama Minggu pada bulan Oktober tahun itu. Tanah Bumi Mataram menerima kedatangan seorang perempuan mulia yang memilih menyudahi skema indah hidupnya. Pergi tanpa pamit meninggalkan dunia juga dua anak tersayangnya.
Kala itu, baik Trian maupun Alysa tidak pernah tahu alasan Sang Mama memilih menenggak 5 pil tidur secara bersamaan. Yang mereka tahu hanyalah... mereka ditinggal pergi, tanpa pamit dan tanpa kata perpisahan.
"Berarti Mila nggak bisa ketemu Mama lagi?" sedih Alysa kecil yang baru berumur 10 tahun.
"Bisa dong!" jawab Trian mantap. "Nanti kan kita bisa kesini tiap hari. Nanti kita bareng-bareng ya ketemu Mama nya?"
Si gadis mengangguk patuh, air matanya masih terus berderai. Namun tidak sekalap seperti malam tadi, sebab ada Trian disisinya. Yang terus mendekap dan menggenggam erat tangan sang adik selama proses pemakaman sang Mama. Begitu menguatkan.
"Cup.. cup.. udah jangan sedih lagi ya? Ada kakak. Kakak bakal jagain Mila."
Namun nyatanya semua bohong. Kini tak ada lagi kalimat menguatkan dari Trian, tak ada lagi genggaman eratnya, senyum manisnya, dan tutur kata lembutnya. Yang tersisa hanya kenangan dan kesendirian yang dibalut sesak tak tertahankan.
Alysa memejam mencoba mengusai diri. Sesak kian memupuk tapi tak bisa dikeluarkan, mengganjal didalam sana bersama sakit lainnya. Pelukan dan usakan ditiap sisinya tak berarti apa-apa, hatinya sudah terlanjur kosong.
Tak jauh didepan sana, Cetta tengah merunduk menekuk lutut disamping tubuh Trian setelah meminta sedikit waktu pada Pak Ustadz.
"Selamat jalan, Yan." Ujar Cetta setelah melepas tali pengikat pada kepala Trian. Wajah rupawan itu geming membatu, benar-benar tak ada tanda kehidupan sepercik pun disana.
"Titip salam gue buat Jeffrey ya? Kalian nggak usah khawatir, Sasa biar gue yang jagain. Percaya sama gue." Cetta mengatur nafas yang terasa sesak, Ia mengerjap menghalau genangan pada pelupuknya.
"Sekali lagi, selamat jalan brother! Maaf untuk semuanya ya? Lo nggak punya salah sama gue jadi lo bisa ke surga dengan tenang."
Jaemy yang mengetahui rahasia antara dua sahabat itu hanya bisa terdiam dengan perasaan sesak.
"Gue tau kalian sayang sama Sasa, tapi jangan buru-buru diajak pulang ya? Bilangin sama Tuhan kalau disini masih banyak yang sayang sama Sasa." Setitik bening milik Cetta jatuh tepat mengenai pipi pucat Trian yang sudah mendingin kaku.
"Hati-hati dijalan, Yan! Gue pamit ya? Assalamu'alaikum.." pungkas Cetta lalu kembali berdiri.
"Sudah, mas?"
"Sudah. Terimakasih, pak."
Semua seperti mimpi, semua adegan yang tertangkap inderanya seolah tak nyata. Tubuh Trian yang ditandu dengan sebuah brankar bertutupan kain hijau beludru setelah disucikan dan disholatkan. Cetta yang terjun langsung dari menggotong tandu sampai masuk ke liang lahat dan menerima tubuh Trian dengan penuh ketegaran. Tangis Ryuna, Helena, juga Laras yang selalu disampingnya. Bahkan kalimat menguatkan, pelukan dan usakan penuh kehangatan... semuanya seperti mimpi.
"Dari pihak keluarga ada yang mau mengumandangkan adzan untuk almarhum?" tanya Pak Ustadz.
Cetta nyaris membuka suara namun kalah cepat oleh bariton dalam yang muncul dari belakang barisan didepan Alysa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] NUMB : The Link (Forget Me Not)
General FictionBook 2 of NUMB Don't forget, somewhere between 'hello' and 'goodbye', there was love, so much love.. from far, faraway. (from Jeffrey n Alysa universe)