06

2.9K 382 39
                                    

Chapter 06 | Rumah?

•••

"Kana pasti bisa!"

Kana sedari tadi bergumam menyemangati dirinya sendiri sambil berjalan dengan tangan yang berpegangan pada tiang infus.

Ia sedang mencoba berjalan dan kebetulan tak ada siapapun. Earl dan Aleta berada di ruangan Smirt, sedangkan Cedrik sudah pulang. Jemarinya menggenggam erat tiang infus dan dengan kaki bergetar ia mencoba mengambil langkah.

"Kaki Kana kaya robot." lirihnya ketika merasakan nyeri dan kaku saat melangkah.

"Kau berjalan tanpa alas kaki?"

Kana menoleh, ia menemukan Charlotte— Kakaknya yang entah sejak kapan sudah berdiri dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana.

Kana lalu menatap kakinya— benar. Ia berjalan dengan kaki telanjang. "Ngga ada sendal, sendalnya 'kan hilang."

Charlotte mengangkat sebelah alisnya, berjalan mendekati sang adik membuat anak itu mendongak menatap wajah sang Kakak. Demi tuhan— Kana bersumpah kalau Charlotte terlihat tampan, sangat tampan.

Charlotte lalu menggendong ioala sang adik dan membawakan tiang infusnya, Kana memekik tertahan saat Charlotte mendudukan dirinya di brangkar.

"Ngga boleh sentuh-sentuh orang lain sembarangan, itu pelecehan!"

Charlotte tersenyun miring, sambil menakaikan Kana kaus kaki ia berucap. "Lalu siapa anak yang tidur di pelukanku kemarin malam? Bukankah itu kau, adik?"

Pipi Kana bersemu merah, ia menatap horor Earl yang menatapnya geli. Tak lama alis itu menukik tajam ketika sadar kalau senyum Charlotte terlihat mengejeknya.

"N-ngga."

"Bukankah kau juga tak bisa tidur tanpa segelas susu hangat?" Tanyanya. "Kau cukup manja untuk anak yang tinggal seorang diri."

Tentu saja! Kana punya Cedrik Hearst. Anak terakhir dari keluarga Heart. Ia lalu tersenyum bangga. "Kata Cedrik Kana harus manja, biar nanti Ayah gula repot."

Charlotte tersenyum dan hampir saja tertawa. Setelah selesai memakaikan kaus kaki, ia bangun dan menatap lekat sang adik lalu berucap lirih di depan anak itu. "Sayangnya.. aku suka anak manja."

•••

"Aku ingin membawa Baby Ar pulang ke Mansion." Ucap Aleta. "Dan tolong kirim 1 dokter untuk di rumah juga alat medis yang mungkin dia butuhkan."

Belum genap 3 minggu sejak Kana bangun dari komanya, Smirt dan Aleta sudah ingin membawanya pulang. Smirt mengerti, mungkin mereka tak ingin Kana merasa tertekan karena terlalu lama di rumah sakit.

"Baiklah, kalian bisa membawanya pulang." Jawab Smirt, ia juga tak punya alasan untuk menolak. Meskipun Kana masih harus di rawat, tapi fasilitas yang keluarga Alexander berikan akan lebih baik.

Setelah mengobrol dengan Smirt, Earl dan Aleta langsung ke ruangan sang anak. Ada Charlotte yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel, sedangkan Kana duduk anteng di brangkar dengan rubiknya.

"Sayang, bagaimana keadaanmu?" Aleta mengusap kepala Kana membuat anak itu menoleh.

"Harus jujur?" Aleta terkekeh lembut. "Tentu saja."

"Kepala Kana sakit, pusing. Kaki Kana juga ngga bisa diajak jalan." Ia lalu menunjuk lengan kanannya yang di gips. "Ini linu, boleh di ganti aja?"

"Apa yang di ganti, sayang?"

"Tangannya." Jawabnya polos.

Aleta tersenyum gemas, ingin sekali memasukan Kana ke dalam saku baju. Anak ini terlalu murni.

"Ayo, Mommy bantu ganti baju. Kita akan pulang."

Gerakan lengannya terhenti, Kana lalu menatap Aleta. "Pulang kemana?"

"Rumah, mulai sekarang Baby Ar akan tinggal bersama Mommy, Daddy dan Gege. Kana—"

"Ngga mau!" Kana menolak. "Kana mau pulang, tapi ke rumah Kana. Bukan ke rumah Ayah gula!"

Ia melepas infusan yang sialnya sakit membuat anak itu meringis. "Uhh, sial.. sakit." Lirihnya dengan mata berkaca.

Earl yang berada disana mendekat, menatap datar anaknya yang sedang menunduk. "Mulai sekarang, jika Daddy mendengarmu mengumpat akan ada hukuman."

"Si-al hiks Kana mau sama Cedrik aja."

"Arkana." Tekan Earl. "Jangan buat Daddy marah. Tutup mulutmu dan turuti Mommy mu." Setelahnya Earl kembali duduk, menatap Aleta yang mulai membuka baju piyama sang anak.

Aleta melakukan kegiatannya dengan hati-hati, mengganti piyama dan kaus kaki Kana, melepas beberapa alat medis di tubuhnya dengan lihai lalu memakaikan topi rajut buatannya. Untung saja perban di kepala Kana sudah di ganti pagi tadi, saat anak itu masih tidur.

"Don't cry, baby. It's hurt me." Aleta mengusap lembut air mata sang anak. "Mau beli sesuatu sebelum pulang?"

Karena kembali merasa sakit, Kana menggeleng pelan. Ia ingin tidur saja, tak mau berdebat akan kemana ia pulang. Kana masih terlalu lemas— dan Earl menakutkan.

Earl membuka jasnya dan menggulung lengan kemeja sampai siku, membawa tubuh Kana untuk ia gendong. Arkana terlalu kecil untuk ukurannya— Earl takut menyakiti anak nya.

"Kenapa tubuhnya panas? Dia baik-baik saja 'kan?"

Aleta terkekeh pelan mengusap bahu sang Suami agar tak terlalu khawatir. "Itu normal karena lukanya belum sembuh."

Disepanjang perjalanan menggendong Kana, Earl merasa hatinya menghangat. Hembusan nafas teratur Kana yang ia rasakan membuat dirinya senang dan bahagia. Pelukan itu semakin ia eratkan, lalu ia kecup bahu ringkih sang anak dengan lekat.

"Thank's for still alive, baby. I'm so sorry."

.

.

.

to be continued

an : haaalo? Masih ada yang inget? Maaf, maaf banget lama update dan sekalinya update pendek wkwk

aku lagi sibuk prepare buat masuk universitas, doa'in ya guys semoga semuanya lancar 😀

oke, aku update cuma buat kasih tau kalian kalo aku masih hidup haha, aku bakal kembali secepatnya, see you <3

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang