Pocky

177 27 0
                                    

Dean Kalani. Marganya tidak diketahui. Yang pasti ia berasal dari salah satu klan terkuat, River Blue. Orang yang dekat dengannya hanya satu. Brian Fedrick Chwe. Alpha tan (baca: eksotis) yang berasal dari salah satu keluarga terpandang dari Klan Blue River. Mereka bersahabat semenjak junior high. Walaupun begitu, Dean tak kalah populer dari sahabatnya. Kemisteriusan dan visualnya tidak dapat diabaikan. Apalagi mengenai statusnya yang seorang Alpha dominan. Selain semua itu, tidak banyak informasi yang dapat dikulik dari Alpha pucat ini. Identitasnya cukup misterius.

Sean mengernyit setelah mendengarkan celotehan Dion. Semisterius itukah Alpha pucat yang telah mempermalukan dirinya.

"Tapi kalo dia jarang interaksi sama ngabaiin hal yang menurut dia gak penting, napa si pucet berani nonjok Sean?", timpal Zio bingung.

"Nah itu gua kurang tau juga dah. Tapi sih, katanya ini juga pernah kejadian pas dia di junior high. Cuma dulu si pucet kalap gegara pocky punya dia dibuang. Lah Sean kan ga da kaitannya ama pocky", balas Dion menggebu.

Andy yang mendengar langsung teringat akan kejadian siang itu. Kalau tidak salah, sebelum kejadian pemukulan itu si ketua tengah tertawa sehabis menginjak-nginjak sebuah kotak makanan ringan berwarna merah. Ah, pasti itulah penyebabnya.

"Eh ga bah! Gua inget. Keknya penyebabnya juga sama sih. Sean, lu inget kaga kotak merah yang lu bejek-bejek? Itu tuh keknya pocky"

Sean kembali mengingat-ingat ketika ia membuang barang-barang Alpha pucat ke tempat sampah. Kotah merah. Ah...... Jadi itu pocky. Tapi ia tersadar dan lalu mengepalkan tangan.

"Berani-beraninya si pucet nonjok gua gegara benda kek begitu!", geram Sean.

Di lain sisi, Dean dan Brian tengah berada di taman kota. Iya, mereka membolos. Brian memaksa sahabatnya itu untuk merilekskan pikirannya sejenak. Kedoknya. Niat utamanya sih memang untuk membolos dari pelajaran yang membuat otaknya serasa berasap.

Brian memandang kresek ditangannya yang penuh dengan kotak pocky bermacam rasa. Ia jadi teringat kejadian beberapa tahun silam ketika dirinya belum sedekat itu dengan sosok Alpha disampingnya.

Ketika masuk junior high, Alpha tan (baca : eksotis) yang mengaku dirinya sekarang tampan, keren, dan sexy itu dulunya adalah murid culun. Ia adalah anak yang manja, penyayang, dan sangat penurut. Penampilan yang culun dan dengan kepribadian polosnya membuat ia menjadi sasaran empuk bagi anak-anak nakal yang ada di sekolahnya.

Pada pembullyan yang kesekian kalinya, Dean membantu Brian. Bukan karena ia berniat. Dean yang bersandar di balik pohon yang ada di taman belakang merasa risih. Tidur siangnya terganggu karena seorang Alpha tan (baca eksotis) berulang kali berteriak kesakitan akibat pukulan maupun tendangan yang diterimanya dari sekelompok berandal sekolah. Ia lalu membantunya dengan mengancam akan melaporkan para berandal itu dan sejak itu, Dean pun juga terkena imbasnya.

Ia sedikit banyak menyesal telah membantu Alpha tan (baca : eksotis) tempo hari. Hal itu karena target pembullyan berubah menjadi dirinya. Namun seperti yang kita tahu, Dean adalah tipe orang yang tak acuh sehingga para berandal itu lebih gencar untuk membullynya. Sayang, karena sebuah kesalahan fatal salah satu dari mereka membuat semua anak berandal yang menjahilinya itu hampir meregang nyawa.

Dean yang tengah memakan pockynya ketika istirahat didatangi oleh sekawanan berandal itu. Jika biasanya ia akan diseret ke area yang sepi, kali ini tidak. Mereka merencanakan untuk bersenang-senang dengan si Alpha pucat di dalam kelas.

Awalnya Dean hanya diejek mengenai obsesinya terhadap pocky. Namun setelahnya, pocky ditangan maupun cadangan yang ada di dalam tas tiba-tiba dirampas. Ia tersentak. Melihat reaksi Dean, para berandal sekolah itu senang akhirnya melihat ekspresi selain mimik datar miliknya. Mereka jadi lebih antusias untuk bermain-main dengan makanan ringan itu. Hingga salah satu dari mereka melempar pocky miliknya ke dinding sampai berceceran di atas meja dan lantai. Saat itulah sebuah tragedi yang mengerikan terjadi.

Pintu kelas yang tadinya terbuka tiba-tiba seperti terdorong keras dan menutup dengan sendirinya. Udara di dalam ruangan itu juga tiba-tiba penuh oleh feromon yang membuat sesak dada. Dean yang tadinya duduk kini berdiri dengan tatapan penuh amarahnya. Ia menatap kepingan pocky yang ada di mejanya. Tanpa persiapan, para berandal sudah terkapar mengenaskan kurang dari semenit.

Kelas yang tadinya tertata rapi kini nampak berantakan. Beberapa meja dan kursi bahkan sudah hancur menjadi beberapa potongan.Tubuh para berandal terkapar naas.

Setelah menghabisi anak-anak berandal itu, Dean langsung saja keluar menuju taman belakang. Amarahnya masih melekat erat walau sudah sedikit reda dan ini menyebabkan feromonnya masih tak terkendali sehingga membuat siswa-siswi yang dilewatinya seakan segera menyingkir dari hadapannya.

Karena kejadian itu terjadi di dalam ruang kelas, maka banyak siswa yang menyaksikan secara live dan langsung membantu setelah Dean keluar. Untungnya anak-anak berandal itu masih selamat karena dilarikan kerumah sakit segera.

Brian yang juga mengetahui kejadian itu mencoba menghampiri Dean ke taman sekolah. Namun, ia malah melihat Alpha pucat itu tengah menatapi kepingan pocky yang berada ditangannya dengan tajam. Entah mengapa ia menjadi berpikir untuk membeli sekotak pocky untuk Dean. Ia merasa ia harus. Benar saja, ketika ia menyodorkan kotak pocky itu, feromon si Apha pucat memudar dan raut wajahnya tidak setajam tadi. Ia lalu duduk di sebelahnya dengan diam.

Setelah kejadian itu, para berandal yang Dean habisi waktu itu memilih pindah. Dirinya tidak dikeluarkan. Ia masih bersekolah seperti biasa atas sogokan orangtua Brian. Brian merasa berterima kasih atas bantuan yang pernah Dean lakukan untuknya ketika ia dibully. Jadi ia memaksa orangtuanya yang juga seorang petinggi di Klan River Blue untuk membebaskan Dean dari sanksi. Juga semenjak itu, Brian selalu mengekorinya hingga sekarang.

Alpha tan (baca : eksotis) tersenyum kecil mengingat kejadian itu. Ia lalu memandang Dean yang masih tenang memakan pocky miliknya.

"Gak dulu gak sekarang, kalo masalah pocky langsung dah lu kalap. Sebenernya gua penasaran dari dulu. Mumpung gua inget, lu kok kek terobsesi banget sama pocky bah", tanya Brian penasaran.

Dean yang ditanya seperti itu lantas menghentikan kunyahnnya. Ia lalu memandang ke awan.

"Itu gegara kakak"

"Lah sejak kapan bah lu punya sodara elah! Yang bener napa", sewot Brian.

Dean kembali menghela napas. Ia nampak mengelus pelipisnya sekilas.

"Bukan kakak gua. Itu kakak lu"

Brian mengernyit. Semenjak kapan sahabatnya ini mengenal kakaknya. Apalagi kakaknya meninggal akibat kecelakaan tiga tahun lalu tak lama setelah dirinya dekat dengan Dean. Hal itu juga yang mengubah hidupnya menjadi sosok yang berbeda. Brian yang lugu dan polos menjadi Brian yang tangguh dan dingin. Penampilannya pun berubah 180 derajat menjadi tampan dan tangguh. Tentunya semua itu dengan bantuan Dean. Walaupun Dean terkesan dingin, teman barunya itu cukup baik dan bisa diandalkan.

Dean tak pernah bertemu dengan kakaknya, Harley. Pernah pun ketika pemakamannya. Jadi seperti tidak mungkin Brian mengenal sosok Harley.

"Sebenarnya gua kenal Kak Herley jauh sebelum gua kenal lu. Dia itu sosok yang baik banget dan selalu nemenin gua pas gua punya waktu sulit. Lu juga taukan dia seneng banget ama pocky. Nah tiap ketemu sama gua, Kak Harley selalu bawain sekotak pocky lain buat kita mabar. Dari itu pocky itu jadi barang yang berharga buat gua. Kita berdua ga da saling berusaha buat ngorek informasi pribadi masing-masing jadi pertemanan ini murni banget karena kita saling ngebutuhin tempat buat ngelepasin segala beban yang kita punya. Dia juga beberapa kali cerita tentang lu. Tapi ya mana tau. Gua tau lu itu adeknya pas gua ikut bela sungkawa kerumah lu dan tenyata itu Kak Harley. Selain lu, itu juga momen yang paling nyesekin buat gua setelah gua kehilangan kabar dia pas setahun sebelum gua kenal lu. Sorry gua baru cerita sama lu", jelas Dean dengan tatapan yang masih memandang awan.

"Napa lu kagak cerita dari dulu bah! Demi Moon Goddess yang Agung, pantes aja lu pasrah aja gua ekorin sama sukarela bantu gua bangkit abis kakak gua meninggal"

"Ga kepikiran"

"Dasar. Dah lah, abis bahas Kak Harley gua jadi kangen dia. Lu sih bah! Ga mau tau pokoknya kita bolosnya jadi sehari penuh. Gua mo jenguk Kak Harley dan lu kudu ikut!", perintah Brian.

Dean yang mendengar hanya pasrah namun tersenyum kecil. Tanpa disuruh pun ia akan sangat senang mengunjungi makam orang yang sudah dianggap kakaknya itu. Ia juga jadi rindu.

SOMETHING (UN)NORMALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang