Cuaca terik hari ini sudah bertukar dengan langit teduh dan angin yang berembus mesra, ketika Bram dan Yota sampai di sebuah lokasi wisata yang jauh dari ingar bingar ibu kota."Kita sampai." Bram memarkir mobilnya.
Yota tidak tahu tempat apa ini. Dia bahkan masih kesal lantaran Bram membawanya kemari dengan cara yang sedikit ... curang!
Pria itu sudah turun dari mobil, sementara Yota masih bergeming.
Pintu mobil di sisi Yota dibuka oleh Bram. Pria itu tersenyum ketika Yota menatap sinis ke arahnya. "Ayo, turun. Akan aku tunjukkan tempat yang indah di sini. Aku yakin kamu pasti suka."
Tahu apa dia tentang apa yang aku suka, batin Yota.
Namun, Yota jadi penasaran. Tempat seperti apa yang Bram maksud.
"Ayo, lewat sini." Bram membimbing langkah Yota. Gadis itu mengekor di belakang Bram.
Setelah membayar tiket masuk, keduanya memasuki lokasi dengan berjalan kaki pada medan yang menanjak. Butuh sedikit usaha mendaki untuk bisa sampai ke tempat yang Bram maksud.
Bram mengulurkan tangannya pada Yota saat melihat gadis itu tampak kelelahan. Yota menatap hening uluran tangan Bram. Menyadari Yota tidak berkenan, Bram menarik kembali uluran tangannya sambil tersenyum maklum.
Mereka akhirnya sampai di lokasi setelah melakukan pendakian. Lelah mereka terbayar dengan pemandangan indah yang tersuguh di depan mata. Seperti sebuah lukisan semesta, gugusan gunung nan hijau berpayung senja di langit. Yota terpaku pada hamparan kebun bunga matahari di depannya. Angin yang berembus mengoyangkan kelopak-kelopak bunga setinggi dada orang dewasa itu.
"Gimana? Kamu suka?"
Yota menoleh pelan ke arah Bram di sampingnya. Tidak ada jawaban.
Bram memakai kacamata hitamnya kemudian memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Aku harap kamu suka," ucapnya kali ini menoleh ke arah Yota.
"Ngapain kamu ngajak aku ke sini?"
"Ya, aku pikir kamu pasti suka tempat seperti ini, yang tenang, sejuk, bunga-bunga bermekaran." Bram menjeda. "Kalau aku salah, tolong kasih tahu tempat seperti apa yang kamu suka." Bram tersenyum.
Yota melirik Bram sesaat kemudian membuang pandangan ke depan.
"Kamu yakin cuma mau berdiri aja di sini?" Bram menjeda. "Ayo, kita jalan-jalan ke kebun bunga matahari." Bram melangkah lebih dulu. Yota masih bergeming sejenak sebelum akhirnya mengekor di belakang Bram.
Keduanya berjalan di jalan setapak antara barisan bunga matahari setinggi dada. Baru kali ini Yota melihat langsung kebun bunga matahari. Gadis itu tak mau melewatkan momen ini, bergegas mengeluarkan ponselnya dari saku celana kemudian mengambil beberapa gambar. Yota meneliti hasil jepretannya sambil terus mengayun langkah tanpa memperhatikan jalan, hampir saja gadis itu menubruk Bram yang berhenti di depannya. Yota terkesiap.
Bram menatapi sejenak gadis itu dari balik kacamata hitamnya. Dia pun tidak ingin melewatkan momen bersama Yota tanpa kenangan apa-apa di galeri ponselnya. Dengan gesit, Bram sudah membingkai keduanya dalam satu jepretan. Yota mendengkus, gadis itu kesal lantaran lambat memalingkan muka.
Bram menilik hasil jepretannya di layar. "Nice."
Yota balik badan, gadis itu kembali mengayun langkah. Menyisir kebun bunga, tidak lupa merekam keindahan tempat itu dengan kamera ponselnya. Bram di belakangnya terus memperhatikan gerak-gerik Yota sambil memotretnya diam-diam.
Waktu yang seolah tergelincir dari jarum jam, membuat Bram dan Yota meninggalkan kebun bunga matahari sebelum langit benar-benar gelap. Namun, kebersamaan mereka belum usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Erstwhile Memory (On going)
RomanceViota Larasati Jasmine (Yota) tumbuh dengan inner child-nya yang terluka. Dia menganggap bullshit ungkapan ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Dari luka masa kecilnya itu, Yota berusaha membatasi diri dari lawan jenis tak terkecuali Te...