"Siapa cowok tadi? Kamu kenal?" tanya Tegar ketika dirinya dan Yota bersiap pulang dan kini keduanya baru saja menghuni jok mobil.
"Bukan siapa-siapa," jawab Yota tanpa menoleh.
"Kalian ngobrol apa tadi?"
"Itu nggak penting, sih, Gar. Kenapa lo harus nanya-nanya kayak gitu?" Kali ini Yota menoleh dan Tegar sedang menatapnya lekat.
Yota membuang pandangan ke depan. Tampak beberapa tamu undangan juga membubarkan diri menuju kendaraannya masing-masing.
Suasana hening. Hanya deru mesin pendingin menyelimuti keduanya.
"Kenapa elo selalu menghindari tatapan gue, Yot? Apa segitu takutnya, lo suka sama gue?"
Yota terkecat, merasa tertohok dengan pertanyaan Tegar barusan. Apa benar dirinya terlalu takut jatuh hati pada Tegar?
"Gue tahu elo cuma anggap gue sebatas sahabat atau tetangga depan rumah." Tegar menjeda sebentar. "Tapi elo juga harus tahu, Yot. Gue mau elo ngeliat gue sebagai cowok normal pada umumnya, bukan lagi Tegar, teman masa kecil elo."
Yota masih bergeming. Tidak berani menatap Tegar.
"Gue tahu, buat percaya pada hubungan, elo bakal butuh waktu pulih dari luka terlebih dulu. Gue siap nemenin elo, gue siap meyakinkan elo." Tegar menjeda lagi sebelum melanjutkan ucapan. "Lo tahu, kan? Sejak kecil gue selalu peduli sama elo, jauh sebelum gue ngerti kalau ini tu perasaan cinta."
Yota memberanikan diri menoleh.
"Gue suka sama elo, Yot," ucap tegar pada akhirnya. "Gue sayang sama elo."
Yota terdiam, tidak juga terkejut. Apa yang Tegar lakukan selama ini cukup mewakili perasaanya. Pandangan gadis itu kembali dilempar ke arah lain. Di sana dari kejauhan pria berjas hitam bernama Bram mengayun langkah dan Yota menatapinya.
"Gue nggak maksa elo harus membalas perasaan gue, Yot. Selama gue bisa liat lo bahagia, itu cukup."
Tiap langkah pria berjas hitam yang terayun, membuat Yota mengingat pertemuan pertamanya dengan pria itu.
Dengan masih memakai kacamata hitamnya, pria bernama Bram itu datang ke tokonya untuk mengambil pesanan buket bunga mawar merah yang dirangkai bersama bunga baby breath. Buket bunga itu akan pria itu berikan pada wanita yang hendak dia lamar. Yota masih ingat, Kata-kata yang ditulis pada greeting card sesuai dengan apa yang diminta olehnya, 'will you marry me?' Yota juga mengingat senyum hangat pria itu padanya. Wajah bahagianya terpancar jelas. Yota tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengannya lagi di pesta ini. Terlebih, Yota tidak menyangka kalau ternyata pria itu mengingat dirinya.
"Yot? Yot, elo dengerin gue nggak?" Tegar mengikuti arah pandang Yota.
Yota refleks menoleh.
"Lo masih ngeliatin cowok itu?"
Yota mengikuti arah pandang Tegar. Bram, baru saja masuk ke dalam mobil sedan hitam mengkilat keluaran terbaru yang terparkir tak jauh dari mobil Tegar. Bram tidak sendiri, dia bersama temannya tadi. Yota kemudian tertunduk.
Tegar hening. Menatap kosong ke depan.
Menyadari keheningan Tegar, Yota menoleh. "Gar? Apa kita mau di sini terus?"
Tanpa menoleh Tegar mulai menggerakkan mobilnya. Entah apa yang dirasakan pemuda itu saat ini. Sepanjang jalan keduanya dibelenggu keheningan.
"Gar?"
"Hmm," sahutnya tanpa menoleh.
"Elo kenapa diem aja?"
"Kenapa gue nggak boleh diem? Kenapa selalu harus gue yang ngomong? Sekali-kali gue pengen denger elo ngomong ganti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Erstwhile Memory (On going)
RomanceViota Larasati Jasmine (Yota) tumbuh dengan inner child-nya yang terluka. Dia menganggap bullshit ungkapan ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Dari luka masa kecilnya itu, Yota berusaha membatasi diri dari lawan jenis tak terkecuali Te...