#7 Daisy

74 9 2
                                    


Pagi ini Maulina yang lebih dulu membuka toko bunganya. Yota baru saja mandi sewaktu Maulina hendak membangunkannya, dia pikir anak gadisnya masih tidur karena biasanya gadis itu yang membuka toko. Setelah sesaat berberes ruangan yang sebenarnya masih rapi, wanita paruh baya itu duduk santai membuka laptop. Masuk ke aplikasi chat untuk menilik pesanan bunga atau sekadar menjawab pertanyaan-pertanyaan calon pembeli tentang harga, varian buket, atau sekadar cek ongkos kirim.
Perhatian Maulina langsung tersita pada pesan di urutan teratas.

+62810734511999
Yota, jadi kapan kita jalan beneran?

Maulina masuk ke room chat nomer asing itu. Lalu mulai membaca pesan yang ditujukan untuk anak gadisnya itu dari awal.

+6281073451999
Aku nunggu kamu sejam di Kafe. Berharap kamu datang, tapi ternyata enggak. Emang akunya aja yg terlalu ngarep 😌

Katanya mau tahu gimana rasanya dikhianati? 

Yota, jadi kapan kita jalan beneran?

Maulina membaca chat dari nomer asing yang tak lain tak bukan adalah Bram. Percakapan di sana lebih mengarah ke percakapan pribadi antara orang itu dengan anak gadisnya.

"Ma?" Yota muncul di belakang Maulina--kalah cepat--mamanya sudah membaca semua chat dari Bram yang terpampang di layar laptop.

"Siapa dia, Yota?"

"Eem ... itu." Yota menggeser benda persegi di hadapan Maulina jadi menghadap ke arahnya. Menghapus  percakapan baru dari Bram. "Bukan siapa-siapa, Ma."

"Kalian kenal di mana?"

"Dia orang yg kemaren borong stok bunga kita, Ma."

"Dia mengajakmu jalan?"

"Abaikan, Mah. Itu hanya iseng."

"Tapi dia benar-benar nungguin kamu di kafe."

"Salah sendiri. Aku nggak pernah menyetujui buat datang, Ma," sahutnya masih sambil membagikan  nomer Bram ke nomer pribadinya. Setelahnya gadis itu keluar dari room chat.

Yota melangkah ke arah teras setelah menutup pintu kaca toko. Mengetik pesan yang dia kirim kepada Bram. Mewanti-wanti Bram untuk tidak chat lagi ke nomer tokonya kalau bukan untuk urusan orderan buket bunga.

Bram di seberang tersenyum membuka pesan dari nomer asing yang dia yakini itu nomer pribadi Yota. Bram langsung melakukan panggilan.

"Halo?" Panggilan Bram diterima, tetapi di seberang hening. "Akhirnya aku tahu nomermu sendiri, Yota. Begini, kan lebih baik."

"Siapa bilang ini nomerku? Bisa aja ini nomer mbak Jum yang ngajakin kamu foto kemaren."

Bram tertawa mendengar alasan berkelit Yota. "Aku save, ya."

"Terserah."

"Jadi, kapan kita jalan?"

Yota tidak menjawab.

"Aku cuma pengen ngobrol. Kemarin aku tunggu, kamu nggak datang. Padahal, kan aku mau ceritain gimana rasanya dikhianati."

"Buat apa aku datang? Lagian aku nggak peduli dengan urusan orang lain. Aku juga nggak peduli dengan apa yang kamu rasakan, meskipun kemaren aku sempet nanya. Itu cuma pertanyaan spontan yang keluar begitu saja tanpa arti apa-apa. Jadi, jangan dianggap serius."

Bram tersenyum. Rasanya ini kalimat terpanjang yang dia dengar dari gadis itu, setelah sebelumnya hanya kalimat singkat dan padat. "Suaramu terdengar menggemaskan di telepon. Gimana, kalau kita sering-sering ngobrol?"

Erstwhile Memory (On going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang