Pasca liburan singkat di kapal pesiar kemarin, Senin pagi, Celine sudah harus kembali menjalani rutinitasnya di kantor. Ia mendudukkan dirinya di kursi kerja miliknya. Sudah cukup ia memasang senyum palsu sejak bangun tadi pagi. Kini, wanita itu kembali memasang ekspresi datar dan kembali menyalakan perangkat komputer di depannya.
Celine baru saja membaca file yang ada di mejanya. Mempelajarinya sebentar sembari menunggu perangkat komputernya menyala. Hingga kedipan di layar ponselnya berhasil menyita perhatian wanita itu, dan Celine pun segera memeriksanya.
Terdapat beberapa buah pesan baru di sana. Dan tangan Celine mulai bergerak membuka salah satunya, yang berasal dari ibu Jevin.
‘Pagi, Celine. Maaf Tante mengganggu pagi-pagi begini. Tante hanya memastikan jika kamu dan Jevin bisa mulai melakukan pendekatan. Sesekali, datanglah ke kantornya dan mengobrolah dengannya! Dia memang tipe laki-laki yang sangat dingin. Kamu harus lebih aktif menarik perhatiannya untuk memenangkan hatinya.’
Celine tersenyum tipis membacanya. Seketika, ia teringat paras rupawan lelaki yang dijodohkan dengannya itu.
“Aku memang tidak keberatan dengan kehidupan rumah tangga tanpa adanya cinta. Tapi … sepertinya pria itu cukup menarik,” gumam Celine. Tak lama, calon mertuanya itu kembali mengirim sebuah pesan. Kali ini, berisi kontak Jevin dan pesan tambahan yang ditulis di bawahnya.
‘Sering-seringlah ajak dia mengobrol, Celine! Tante yakin, kamu pasti bisa dengan mudah mendapatkan cinta dari Jevin. Meski dingin dan terkadang menyebalkan, sebenarnya dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Tante yakin kamu tidak akan menyesal jika berhasil memenangkan hatinya.’
Sepertinya pagi ini merupakan waktu yang tepat bagi Celine untuk memulai usahanya mendekati Jevin. Bukan ide yang buruk untuk menyapa lelaki itu pagi ini, kemudian mengajaknya keluar saat jam makan siang nanti. Celine pun segera menghubungi kontak baru yang ia terima dari calon ibu mertuanya itu – menghubungi Jevin, sang calon suami.
Tak perlu waktu lama, nada sambung telepon segera berakhir, menandakan Jevin telah mengangkat teleponnya.
“Siang ini kamu sibuk? Bagaimana jika kita makan siang bersama?” Celine lebih dulu memulai pembicaraan.
‘Maaf, Anda siapa?’ Celine menjauhkan sebentar benda pipih itu dari telinganya. Ia ingat, Jevin mungkin memang belum menyimpan kontaknya.
“Celine,” jawab Celine singkat. Teringat niat awalnya menghubungi Jevin, ia pun kembali bersuara, “ibu kamu berpesan agar aku mau mengunjungimu dan mengajakmu keluar sesekali. Dan kebetulan, siang ini aku free.”
Sebenarnya bisa saja Celine langsung datang dan menarik Jevin untuk makan siang bersama saat jam istirahat nanti. Namun, ego wanita itu tak mengizinkannya. Celine masih punya adab, dan ia harus menjaga image-nya sebagai wanita yang anggun di depan orang-orang. Sehingga wanita itu memilih untuk menghubungi Jevin melalui via telepon untuk menanyakan kebersediaan lelaki tersebut terlebih dahulu.
Lama Celine menunggu jawaban Jevin. Namun saat ia menjauhkan ponselnya, tampak jika sambungan telepon antara keduanya masih berlangsung. Celine mendengar suara pintu terbuka dari seberang telepon. Sepertinya ada seseorang yang masuk ke ruangan lelaki itu. Namun, ia belum jua mendengar suara manusia dari tempat Jevin.
“Jev, kamu masih di sana?” tanya Celine, memastikan jika Jevin masih dapat mendengarnya.
‘Maaf, hari ini saya sibuk.’
Celine menyeritkan alisnya. Ia bingung, kenapa tiba-tiba Jevin bicara dengan bahasa yang sangat formal dengannya. Ia jadi penasaran, siapa sebenarnya yang baru saja masuk ke ruangan lelaki itu. Dan setelah itu, Jevin kembali tak bersuara, membuat Celine semakin bertanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Lips's Affair
RomanceWarning mature 21+ Tubuh wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu menegang bersamaan dengan datangnya gelombang gairah yang mengakhiri kegiatan panasnya malam ini bersama seorang pria. Keduanya saling berpelukan hingga si pria menarik kepunyaannya d...