🌸 46 | End With Them

12 1 0
                                    

Sky mengencangkan tali tasnya yang melorot dan kembali menggenggam tangan pemuda di sampingnya. Memang bukan hal baru kalau mereka sudah berpacaran dari awal semester baru dibuka. Sky duluan bersuara saat mereka perlahan menaiki tangga, "Jisungie,"

"Yes, babe?"

"Eum ... nothing," katanya lagi setelah berpikir ulang.

Jisung tersenyum gemas, mengacak rambut yang lebih pendek, membalikkan badan Sky untuk mendapatkan seluruh atensi kekasihnya, tidak lupa dengan tangannya yang menyandar ke bahu sempitnya, "Go on date this weekend, how is it sound?"

Sky tercengang sejenak. Lalu, tersenyum cantik di wajahnya yang polos tampak make-up. "Sounds good.Seven in the morning," katanya yang mendorong pundak pemuda itu untuk menjauh. "I have club this evening, don't pick me up. I’ll be come home late. Bubay and see you tomorrow morning." Sky langsung melambaikan tangan dan langsung masuk ke dalam kelasnya sendiri.

Sedangkan, pemuda yang kerap dipanggil Peter oleh penduduk setempat masih enggan melepaskan pandangannya dari sang tambatan hati. Lalu, berjalan kembali ke kelasnya setelah bel sekolah berdentang.

The Royal Kingston of Vancouver
School Park
4 PMIt’s summer!Jam pulang sekolah, banyak mobil yang berbaris di area drop off depan gerbang menjemput siswa-siswi, ada juga bus sekolah terpampang jelas di area parkiran, ada juga siswa yang memilih be...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Royal Kingston of Vancouver
School Park
4 PM

It’s summer!

Jam pulang sekolah, banyak mobil yang berbaris di area drop off depan gerbang menjemput siswa-siswi, ada juga bus sekolah terpampang jelas di area parkiran, ada juga siswa yang memilih berkendara sendiri, misalnya dengan sepeda, dan sepeda motor atau mobil bagi yang sudah cukup umur.

Kaki berbalut sneakers putih itu bergerak aktif ke kiri dan ke kanan, sesekali ia melirik di luar sekolah juga area parkiran, “Sudah datang belum ya, hmm,” gumam seorang gadis berkaus putih bercorak garis biru horizontal, sedari tadi berdiri di dekat gerbang.

Helaan nafas panjang, kedua tangannya meremat tali ransel didekat pinggang kecilnya, matanya masih mensortir sekeliling tempatnya mengemban ilmu, menunggu seseorang yang akan menjemputnya pulang. Tak jauh dari tempatnya berdiri, gadis itu mendapat siluet di arah jarum jam empat dari posisinya saat ini, ia menoleh, terlihat sosok yang tak asing baginya. Gadis dengan jeans hot pants, berjalan mendekati pohon besar yang berada di tengah-tengah taman sekolah.

Manik hazelnut itu menangkap semakin jelas bayangan sosok yang tengah tidur di bawah pohon dengan wajah yang tertutup sebuah buku kecil. Gadis itu berjongkok, menyesuaikan pandangannya dengan sosok itu.Kelopak mata menyipit, masih menelisik sudut-sudut wajahnya yang tertutup buku, tanpa membangunkan oknum tersebut. “Sudah kuduga, pasti kamu,” bisiknya mengambil pelan buku yang terbuka melingkup wajah tampan pemuda itu.

“Dasar, kebiasaan.Suka tidur dimana saja, hihi,” gumam Taeyang tersenyum tipis.

Tangannya bergerak pelan menyentuh pucuk kepala pemuda itu, mengelusnya lembut. “QU-O-KKA,” Eja gadis itu pelan, masih mengelus surai rambut halus pemuda itu.

“Saat ini, dirimu telah memiliki orang lain. Kuharap kau bahagia dengannya, jalsara. Annyeong chinguya,” besit Taeyang beranjak dari posisinya, hendak pergi.

Tiba-tiba,

Gerakannya tersendat, gadis itu kembali menoleh, dilihat tanngannya digenggam kuat pemuda yang harusnya sedari tadi tidur.

“Kenapa kau terus menghindariku, Taeyang?” Terdengar suara deep voice pemuda itu sembari membuka matanya.

Gadis itu memutar bola mata malas, apa lagi sekarang, raganya ingin segera pergi dari sini, namun tangannya masih tertahan pemuda itu. Orang itu berdiri, berhadapan dengan Taeyang yang terlihat grasak grusuk bak cacing kepanasan.

“Sekarang, kau tidak membutuhkanku lagi. Aku pergi, lepaskan,” ketus gadis itu menarik tangannya kembali, namun usahanya itu gagal, sebab pemuda itu masih enggan melepaskan genggamannya.

“Apa maksudmu?” balas pemuda itu melempar tatapan tajam kepada Taeyang.

Gadis itu menatap tempat lain, jantung berdegup kencang, kedua tangannya mengepal kuat di bawah sana, hati dan pikirannya kini berkecambuk, menimang-nimang apakah ini waktu yang tepat. Ia mengambil nafas panjang, menatap lurus kepada netra hitam pemuda itu.

“Johae. Neo, Han Jisung,” Aksen Korea itu keluar dengan suara getir, pipinya terasa panas menjalar hingga seluruh tubuh.

“Wh-what?” Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Han kala mendengar pengakuan itu.

“Kau mendengar itu. Tenang saja, aku tidak memintamu untuk membalas perasaanmu. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang selama ini sebenarnya mengganggu hati dan pikiranku, setidaknya aku akan  lega,” ungkap Taeyang santai dengan senyum tipisnya menatap pemuda itu masih terperangah.

Greb.

Kedua tangan itu melingkar, memeluk tubuh pemuda itu. Begitu sakit, dadanya bak tertusuk tombak, hatinya seperti tercabik-cabik tak karuan, iya, ia harus menahan semua itu di depan Han. Ia harus terlihat baik-baik saja, tidak ingin siapapun merasa bersalah, tidak ingin siapapun khwatir. Seolah itu ialah pelukan terakhir untuk Han, dari Taeyang, seseorang yang cintanya bertepuk sebelah tangan.

Dirasa cukup, perlahan, gadis itu melepas pelukannya, Han dapat melihat mata Taeyang yang kini memerah, iya, kelopak mata Taeyang kini telah di banjiri air mata, ia masih harus menahannya, ia harus kuat.

Ia berjalan mundur tiga langkah dari pemuda itu, menatap hingga kedalam pupil hitam Han, “Jaildeureoyo, Jisung-ah,” ucap Taeyang memberi aba-aba.

“Kita..tidak bisa berteman lagi,” lanjut gadis itu dengan nada tegas.

Deg.

Bak sebuah peluru menembus kuat di hati Han kala mendengar kalimat yang barusan dilontarkan gadis itu.

“Aku akan kesakitan bila terus berada di tengah-tengah kalian. Aku tidak bisa terus terlihat baik-baik saja di depan kalian, yang sebenarnya aku sangat hancur. Biarkan aku pergi dengan perasaan ini, aku akan mengurusnya sendiri. Geogjeongmaseyo,” jelas Taeyang dengan suara getir menahan sakit yang menusuk kuat di dadanya saat ini.

“A-aku, ma-,” ucapan Han terpotong.

“Dan, jangan meminta maaf, bukan salahmu, tapi ini salahku.Seharusnya aku tidak cepat menaruh hati,” ungkap gadis itu mengulum bibirnya menahan air matanya yang hendak jatuh.

Segera Han meraih kedua tangan gadis itu, “No, no. Jangan seperti ini, Taey. Believe me, we can fix this together, please,” pinta pemuda itu memohon, menatap ke dalam manik coklat Taeyang.

“Let’s end this all, Han,” ucap gadis itu setelah mempersiapkan diri, menarik nafas panjang, menatap wajah pemuda itu, seseorang yang sebenarnya sudah sangat lama ia cintai.

“Setelah ini, anggap saja kita tidak pernah mengenal.Jaga dirimu baik-baik, bahagialah dengan dia, makan yang banyak, jaga kesehatanmu.Terima kasih untuk semua kenangannya selama ini, Jalsara. Annyeong, Hannie-ya,” Kalimat terakhir yang bisa Taeyang berikan, air mata itu akhirnya meluap dari kelopak matanya, bulir-bulir kristal itu jatuh membasahi pipinya.

‘Hannie-ya’ panggilan itu, panggilan khusus yang sebenarnya tersimpan rasa sayang yang teramat besar, yang ternyata juga, menjadi penggilan terakhir dalam kandasnya hubungan persahabatan itu.

Gadis itu berbalik, wajahnya kini telah basah oleh air matanya sendiri.

“Mianhae, Taeyang-ah.Khajimma, jebal,” Terdengar suara pemuda itu memberat memohon, menahan tangan gadis itu.Taeyang yang sudah bulat keputusannya, menarik kembali tangannya hingga terlepas dari genggaman pemuda itu, dan berjalan pergi meninggalkan Han di belakangnya.

Kedua tungkai kaki itu terus berjalan maju, mau seberapa kuat pun Taeyang menahan, air mata itu tetap mengalir deras tiada henti. Sementara itu, Han memandang punggung gadis itu pergi meninggalkan dirinya, rasa sakit melingkup hatinya saat ini, tangannya menekan kuat dada kirinya.

Tengah Taeyang menghapus air mata yang membanjiri wajahnya. Tiba-tiba,
“Sampai kapan?” Muncul suara seorang gadis lain.

“Sampai kapan kau akan terus menggodanya? Padahal faktanya, hatinya berlabu ke orang lain? Kuperingatkan kau untuk hentikan semua usaha bodohmu!” celetuk seorang gadis yang tiba-tiba muncul di balik payphone yang berada tak jauh dari tempat tadi.

Menyadari keberadaan gadis itu membuat Taeyang kembali memutar bola mata malas.

“Cih, kau tau hal yang paling kusesalkan di dunia ini? Benar, mengenal dirimu, Sky Park. Neo jaeil arra, tapi lihat, siapa yang mengkhianati siapa. Aku masih belum mengerti, apa yang ada dipikiranmu, apa kau benar-benar mencintainya, atau ... ada hal lain yang kau simpan,” balas Taeyang tak kalah cetus.

Gadis bermarga Lee itu berjalan mendekat, “Tapi biar kuberi tahu, caramu ini, justru yang menghancurkan dirimu sendiri. Apakah benar, hanya dia yang ada di hatimu, atau jangan-jangan sebenarnya ada orang lain?” bisik Taeyang di dekat telinga gadis itu, yang dibalas tatapan bulat dari pemilik Amethyst itu.

“Kenapa menatapku seperti itu, apa aku benar? Apapun itu, aku sungguh tidak peduli. Dengar, lupakan semua kenangan kita, jangan pernah coba-coba mendekatiku lagi, apalagi datang ke kehidupanku. We’re end, Park Jihyun,” tandas Taeyang melepas tatapan tajam ke Sky, kemudian pergi meninggalkan gadis itu masih berdiri terpaku mendengar kalimat Taeyang.

Gadis itu kembali menarik tali ransel, berjalan ke arah gerbang sekolah, sudah terlihat seorang pemuda dengan senyum manis merekah kala melihat Taeyang muncul di hadapannya.

“Kau sudah lama menunggu? Maaf ya,” ucap Changbin tersenyum mengusap pucuk kepala Taeyang.

“Heum?Kenapa murung begini? Ada apa, Taey?” tanya pemuda Seo kala melihat rona ekspresi gadis itu terlihat muram.

“Oppa, ayo healing! Ayo tunjukkan kemampuan oppa, kajja palli!” pekik Taeyang kembali ceria meski Changbin tau, senyum yang di berikan gadis itu adalah senyuman palsu. Namun, pemuda Seo itu tetap mengabulkan permintaan Taeyang demi menghiburnya. Semua ia lakukan yang terbaik, karena ia tidak suka melihat teman kecilnya ini bersedih.

6 PM Situasi berubah 180 derajat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6 PM

Situasi berubah 180 derajat.Hening sepanjang perjalanan, hanya suara Air Conditioner yang mengisi kekosongan ruang kecil itu, tentu hanya ada Changbin dengan setiran mobil, Taeyang di sebelahnya.

“Much better? Hungry? What you want, just tell me, Taey, heum?” kata Changbin yang masih fokus dengan jalanan, namun sesekali ia menoleh ke arah Taeyang yang masih memilih untuk diam.

“Come on, please. Say something, Taey,” lanjut lagi Changbin berusaha membujuk gadis itu, ia tahu, gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Namun gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban. Dan Changbin tahu, senyuman Taeyang saat di gerbang sekolah tadi, hanya senyum palsu yang diberikan.

Sambil menyetir, pemuda Seo mencari cara bagaimana menghibur teman kecilnya ini.

“Oppa,” panggil gadis itu dengan suara kecil, reflek Changbin tergemap, menoleh sedetik ke Taeyang.

“Lajukan mobil merah ini sekencang-kencangnya, ayo,” sambung gadis itu menatap Changbin, kebetulan mobil sedang berhenti di lampu merah.

“Midnight drive?” tanya Changbin langsung dengan wajah cerianya.

“Eung, kajja!” balas Taeyang semangat.

“Okay, let’s go!” pekik pemuda itu, kedua tangannya telah siap pada setiran, tatapannya tertuju pada lampu merah, sampai lampu itu berganti menjadi hijau.

Pedal gas di tekan, roda besar itu berputar, bergesek di atas aspal jalanan, mobil melaju kencang. Kaca mobil itu diturunkan, gadis itu mencuatkan sedikit kepalanya keluar, sambil memejamkan mata, terasa angin kencang yang menerpa wajahnya, “Joha,” ucap gadis itu mengembang senyumnya.

Dari kota ditempuh selama sekitar dua puluh menit hingga sampai ke area pergunungan Vancouver. Dari jalanan pegunungan yang berliku-liku, hingga banyak pemandangan yang dapat dinikmati, dari gedung-gedung pencakar langit di Kota, pesona sunset dengan jingganya yang begitu memanjakan mata, sampai kepada suasana tenang dan angin yang begitu sejuk pada pegunungan.

Seiring perjalanan, kedua anak remaja itu akhirnya berbincang.

“Jadi karena itu, yang membuatmu begitu murung hari ini,” tanggap Changbin begitu mendengar penjelasan gadis itu.Taeyang diam mengangguk.

“Aku cukup terkesan dengan pilihanmu, jika itu yang terbaik, aku dukung.Jika itu kedekatanmu dengan mereka itu menyakitkan bagimu, maka tinggalkan saja, aku hargai keputusanmu, Taey,” imbuh pemuda Seo itu kemudian mengelus lembut surai rambut gadis itu.

“Gomawo, oppa, I know, you’re the best. Thanks for always listen to me,” Senyum merekah dari bibir Taeyang. Keduanya saling menatap satu sama lain, biarlah hari ini selesai seperti ini.

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Hello, hello, hello!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello, hello, hello!

Do you guys feel okay?

Hope you so.

Stay cozy, chingudeul.

See ya ^^

A Toxic Love | MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang