🌸 53 | Waiting For Hurt

12 2 0
                                    

Dari Sky kecil sampai remaja seperti sekarang, dia tidak pernah melawan perintah kedua orang tuanya terlebih pada James Park yang seakan memiliki mantra supaya Sky yang masih kecil saat itu menurut, berasumsi apa yang diperintahkan dari James adalah yang terbaik untuk dirinya.

Well, they said parents do always know well about their own child. It's not a mistake though.

Peraturan di rumah dimana Sky harus pulang sebelum mentari terbenam sudah dilakukannya dengan mulus selama enam belas tahun dia hidup. Lantas apakah dia pantas untuk merasakan ketakutan tiada habisnya seperti sekarang? Dia tidak sanggup untuk berjalan lagi rasanya. Namun, kakinya yang dibalut dengan sneakers putih itu berhasil menginjak permukaan marmer mahal di dalam elevator yang membawanya kembali pulang.

Berdosakah dia kalau untuk pertama kali seumur hidupnya ini dia tidak ingin pulang? Tidak ingin menyapa seisi rumah apalagi meletakkan sepasang sepatunya di lemari sepatu.

Namun, Sky yang polos itu tetap kembali pulang ke sangkarnya, meletakkan pass card di scanner machine. Tangannya yang terasa meriang dan bergetar itu berusaha mencapai knop pintu.

"Park Jihyun!"

Amarah sang Daddy terdengar tepat ketika sebelah kaki kirinya menginjak keramik rumah. Untuk kejadian seperti ini sudah ada di dalam benaknya dan bodohnya dia tetap merasa takut. Kalau sudah begini, yang bisa dia lakukan hanyalah menjahit mulutnya dan tetap mempertahankan pikirannya supaya tidak kacau.

Pintu penthouse ditutup sempurna.

"Darimana saja kamu? Sam mengatakan pada Daddy kalau kamu tidak ada di sekolah. Kamu berbohong pada Daddy dan Mommy?" James membentaknya dengan kasar, intonasinya seakan tidak bisa dibantah. Sky menunduk dalam dengan kedua tangannya bertautan.

"Jawab Daddy, Park Jihyun! Daddy tidak mengajarkanmu bersikap seperti ini! Kamu tahu sudah jam berapa sekarang? Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganmu diluar sana?"

Sky memejamkan mata erat-erat, enggan untuk melihat. Apalagi kalau dia bisa meminta, dia tidak ingin mendengar untuk sekarang saja. Tolong tutup telinganya dengan batu atau apapun yang bisa menulikannya barang sejenak.

Dia tidak bersikap arogan.

Park Sky jelas tahu kalau dia menjadi pihak salah sekarang ini. Tidak ada alasan yang cukup untuk membela perbuatannya. Tapi, dia juga tidak bisa menjelaskan alasannya. James memintanya untuk menjawab, bagian lucunya setelah dia menjawab, dia masih akan disalahkan dengan banyak alasan lagi.

Itu hanya memperunyam situasi.

"Jisung sampai rela menunggumu tiga jam untuk memastikan kamu pulang dengan selamat. Park Jihyun, kamu sudah tahu masalah apa yang kamu perbuat sekarang?" tanya James yang masih mempertahankan ego-nya.

Sky dengan samar mengangguk, bibir bawahnya digigit kencang. Park Sky bodoh, kau tidak layak untuk hidup, batinnya sendiri gigitannya semakin mengencang seakan tidak takut akan berdarah.

Tidak bisa melihat kalau Jisung melangkah dari sofa dengan memegang pundaknya halus, "Babe, dari mana, heum? Katamu akan latihan, cantiknya Jiji."

Gadis itu masih enggan untuk menjawab. Alhasil, sang pacar hanya mengusap rambut Sky, "Ya sudah, nggak apa-apa kalau belum mau bicara. Yang penting kamu pulang, Baby. Sudah makan?" Pemuda bermarga Han itu berusaha untuk membisik.

Sky menggeleng samar.

"Park Jihyun! Masuk ke kamarmu, mandi, dan turun ke bawah untuk makan malam!" bentakan dari James masih terdengar. Mina langsung berdiri di samping suaminya, mengusap punggung pria itu, membisiki ribuan kalimat supaya amarahnya mereda.

A Toxic Love | MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang