3. Salah

296 36 15
                                    

Aku paham saat mereka mengatakan bahwa aku kehilangan ingatan, tapi kenapa tempat ini terasa asing? Aku sudah coba berkeliling dan hasilnya tetap sama, tidak ada hal yang familiar untukku bahkan foto kebersamaan kita sekalipun.

"Pelukannya juga terasa asing."

Aku terus berjalan menuruni tangga, saat berada di tengah-tengah tangga menuju lantai satu aku berhenti. Dibawah sana ada Rembulan yang menatapku sambil tersenyum tipis. Namun entah kenapa senyuman itu terasa seperti mengejek.

"Kenapa kau masih disini?" sinis ku.

"Kenapa ya? Aku hanya ingin melihat seseorang berlagak seperti putri kerajaan. Apa tidur anda nyenyak, Yang Mulia?" dia tertawa sumbang.

Suaranya tidak sumbang, tapi itu terdengar menjengkelkan. Aku benar-benar tidak menyukai gadis itu. Ditambah lagi dia berpura-pura sibuk dengan kucing putih digendongan nya. Aku berlari kehadapan nya, kucing putih itu aku lempar ke samping.

"Hei!" rembulan langsung menuju kucing yang berusaha berdiri di bawah meja. Aku tidak sadar telah melemparnya hingga mengenai tepi meja.

"Apa yang kamu lakukan?" Geram rembulan, matanya terlihat marah. Sementara kucing putih itu menggeliat tidak nyaman di pelukannya.

"Siapa suruh membuat aku kesal?"

Rembulan pergi begitu saja dengan raut menahan marah, aku tidak salah kan? Dia duluan yang mengejekku. Aku berjalan menuju meja makan, ishh tidak ada makanan apapun. Aku memukul meja berbahaya kaca itu.

"[Name], kenapa?" Tegur laki-laki yang baru datang. Berkacamata berarti Bang Solar, kurasa(?).

"Aku lapar, tidak ada makanan. Aihh menyebalkan sekali," adu ku.

"Kenapa tidak panggil bibi Ayu? Sebentar abang ambilkan sarapan untukmu." Ia pergi menuju dapur, aku hanya duduk menunggunya kembali. Bang Solar kembali dengan tangan membawa selai coklat dan piring berisikan beberapa lembar roti.

***

"Blaze tenanglah," tegur Ice berusaha menenangkan kembarannya.

"Tenang apanya? Kamu lihat sendiri kan, si putih kesakitan! Anak itu benar-benar dikasih hati minta jantung. Sudah untung dia kita terima lagi dirumah, malah berulah."

Plakk...

Seketika Blaze mematung, Rembulan yang berdiri di samping Ice juga ikut terkejut. Ice yang selalu berpikir baik-baik sebelum melakukan sesuatu baru saja menampar kembarannya.

"Apa yang kau lakukan, Ice?" Blaze menatap nanar saudara kembarnya.

"Aku sudah bilang tenang, Blaze. Kenapa tetap keras kepala, kata-katamu benar-benar tidak mencerminkan seorang abang. Tidak kah kamu berpikir sikap [Name] itu adalah bentuk trauma nya pada kita."

Blaze hanya diam, ia mulai mengontrol emosinya. Mata Blaze bergulir pada kucing berbulu putih di dalam gendongan Rembulan. Kucing yang dibawa pulang oleh [Name] lima tahun lalu selalu ia jaga dengan baik. Sekarang makhluk berbulu yang ia beri nama Putih itu mengalami patah tulang pada punggungnya.

"Bulan, berikan Putih padaku." Blaze mengambil Putih dari gendongan Rembulan lalu masuk kedalam rumah begitu saja. Mereka berada dihalaman depan saat bertengkar, itu karena Blaze terburu-buru turun dari mobil untuk menemui [Name] tapi segera ditahan Ice.

"Kak," panggil Bulan pada Ice.

"Aku tidak sengaja, maafkan aku."

"Tidak sepenuhnya, ayo masuk. Sepertinya nanti malam aku harus pulang deh, pak tua itu terus-menerus mengirim orangnya untuk mengecek panti." Bulan menarik tangan Ice, tetapi ditahan oleh pemuda bermata biru itu.

"Kenapa harus bermain-main sih? Katakan saja pada mereka," kesal Ice.

"Tidak seru dong, ayo masuk." Keduanya masuk ke rumah bagai istana itu.

Rumah ini sepi, ya tidak heran sih. Sekarang masih pukul 1 siang, semua sibuk dengan urusan masing-masing. Halilintar pasti masih di perusahaan, Gempa yang sibuk dengan dengan kegiatan di kampus, Taufan mungkin juga sedang ada jadwal kuliah, dan Duri sepertinya sibuk belajar untuk ujian kelulusan beberapa bulan lagi.

"Loh Solar, tumben sekali tidak belajar jam segini." Ujar Bulan begitu melihat Solar berjalan bersama [Name], sepertinya dari ruang makan.

"Bulan, haii. Aku tadi mencari mu, kamu darimana?" Sapa Solar

"Aku dari dokter hewan, ada seseorang yang menyakiti Putih sampai membuatnya patah tulang."

"Siapa yang menyakiti, kau sendiri yang memancing pertengkaran. Kenapa tidak pergi juga sih?" Kesal [Name] yang tanpa sadar malah mengakui kalau ia penyebab Putih patah tulang.

"Eh, [Name] tahu?" Solar menatap kesamping, dimana [Name] berdiri disana.

"Tahu, tapi aku melakukannya karena perempuan itu." [Name menunjuk Bulan, "dia terus-terusan membuat aku marah."

"Kenapa marah, aku kan hanya memanggilmu Tuan Putri lalu masalahnya dimana?" Balas Bulan.

[Name] menggeram, kenapa dia selalu membuatku kesal?! "Apa maksudnya? Kamu iri kan dengan apa yang aku punya, jujur saja deh!"

"Iri? Yang benar saja," Bulan mengalihkan perhatiannya pada Solar, tidak ingin terlalu lama menggubris si bungsu dirumah ini. "Solar, ada apa mencari ku?"

"Ah itu, gambar yang aku tunjukkan kemarin sepertinya ada yang kurang. Aku tidak tahu letak salahnya dimana, bisa bantu aku?"

"Tentu saja," keduanya menghilang dibalik pintu perpustakaan rumah ini.

Ice yang sejak tadi hanya duduk diam memperhatikan mulai bersuara, "[Name] ada apa? Abang lihat sepertinya kamu tidak menyukai Bulan."

[Name] berbalik lalu melompat ke sofa yang diduduki Ice, ia memeluk sang kakak. "Dia menyebalkan, aku melihat tatapannya. Bulan seperti tidak menyukai aku," adunya

Ice mengangguk, "benar dia itu memang menyebalkan. Tatapan matanya selalu membuat kesal." [Name] berbinar mendengar tanggapan dari Ice, ia merasa menang kali ini karena Ice membela nya.

"Bulan tinggal di panti asuhan, teman-teman sekolah sering mengejeknya. Karena itu dia terbiasa memandang orang dengan tatapan yang terlihat menyebalkan. Jika kamu bisa berteman baik dengan Bulan, tatapannya pasti berubah."

"Kok abang ikutan membela dia sih? Menyebalkan, semuanya saja membela Bulan. Aku mau pergi saja dari rumah ini," [Name] bangkit dari duduknya, ia menghentakkan kaki berjalan ke kamar.

Semuanya kenapa sih, kenapa bela Bulan terus? Adik mereka siapa sebenarnya, aku atau bulan-bulan itu.

[Name] berdiri di balkon lantai dua, balkon ini tepat berada di samping pintu kamar Blaze. Ia melihat dibawah sana Bulan telah pergi bersama paman adudu. Seulas senyum tipis menghiasi wajahnya, ia senang karena Rembulan pergi. Itu berarti ia bisa menghabiskan banyak waktu bersama saudara-saudaranya.

"Aah senang sekali," seru [Name]

Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya, disana berdiri Blaze dengan rambut kusut dan wajah datar. [Name] tidak mengerti apa yang menyebabkan Blaze terlihat demikian. Tanpa pikir panjang ia memeluk Blaze.

"Abang, kata Bang Solar kamu suka baca komik kan? Ayo baca komik bersama, aku juga— ah..." Ia didorong dengan kasar oleh Blaze sampai terjatuh dilantai.

"Jangan ganggu aku, kau pikir aku menyukaimu? Aih menyebalkan." Blaze pergi begitu saja, [Name] hanya bisa memperhatikan punggung itu menghilang di tangga.

Aku salah apa ya?


***

Haloo
Ada yang masih simpan book ini? Al akhirnya kembali lagi setelah hampir 2 tahun hehehe. Rencananya mau hapus semua book yang aku tulis, tapi sayang.

Cung dulu sini yang nungguin Boboiboy Galaxy Windara.
Ada nggak yang oleng sama Mariposa? Al oleng, kirain mariposa tuh cantik di animasi nya ternyata gantengggg

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little Angel [Boboiboy Elemental]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang