"Boleh Aa pergi tapi...."
"Tapi apa?"
"Aa nikah dulu sama Rara." Ujar Ariel enteng.
"Aa?!"
"Ya udah."
"A, nikah itu....."
"Bukan untuk main-main, nikah itu nggak mudah dan nggak seindah bayangan."
"Itu tau." Erni, ibunya Ariel mengacungkan telunjuknya.
"Ayolah lamarin Rara."
"Kamu mah ada-ada aja." Erni menghela nafas.
"Ya udah, Aa males berangkat."
"Ehh...."
Ariel masih keras hati ingin menikah sebelum meninggalkan tanah air. Sungguh ada ketakutan jika ia pergi begitu saja. Sehingga dia mengajukan syarat pada orang tuanya.
Rara, gadis yang diam-diam mencuri hatinya. Sempat merasa jauh dengan Rara membuat Ariel memilih untuk mengikat Rara. Tidak tanggung-tanggung, ia hendak mengikat gadis itu dengan ijab kabul.
Beruntung orang tua mereka saling mengenal. Papa Rara ternyata sahabat masa sekolah Ayah Ariel. Semua seperti mempermudah. Dan saat mendengar alasan Ariel, semua seolah menyetujui. Daripada zina, begitulah yang digaungkan Ariel. Lagian kalau tunangan bisa aja putus, kalau nikah kan nggak ada. Tambahnya.
Berbekal argumentasi itu. Orang tua pun mengadakan pertemuan ulang di rumah Rara malam ini. Rara hanya bisa membulatkan mata dan menelan saliva sesekali saat keinginan Ariel benar-benar dieksekusi.
"Riel?!"
"Apa?!"
"Mereka ngomongin apa?"
"Hari baik."
"Hari baik apa?"
"Hari baik akad nikah kita."
"Ngaco kamu, lulus aja belum udah ngomongin nikah."
"Naah itu, kalau nunggu lulus apalagi nunggu aku pulang dari sana, bisa-bisa pas aku pulang kamu udah gendong anak."
"Spaneng dasar."
"Mau ke mana?" Cegah Ariel sembari meraih jemari Rara dan menggenggamnya erat.
"Mau ke kamar dulu. Ambil hp."
Di kamar jantung Rara berdebar hebat. Dia serius?? Tapi dia emang jarang becanda kan? Jarang ngeprank. Tapi masa sih nikah?? Tenang, Ra. Tenang... Siapa tahu ngomong hari baiknya memang sekarang. Tapi hari baiknya mah nanti. Sekarang cuma penentuan aja.
"Lho... Rara mana, Riel?!" Tanya Rati, mamanya Rara.
"Ke kamar, Tan."
"Ohh yaudah Tante panggil. Kamu sana, dipanggil yang lain di ruang depan."
"Iya, Tan." Angguk Ariel.
Rara mondar mandir di dalam kamar sembari mengelus-elus dada kirinya. Berharap dengan elusan itu bisa sedikit menenangkan jantungnya.
"Ra..."
"Iya, Ma."
"Dipanggil Papa."
"Iya." Sahut Rara sembari beranjak keluar kamar.
"Nah gimana?" Tanya Danang, ayahnya Ariel, setelah mengutarakan hasil penentuan hari baik yang mereka dapatkan.
"Ariel setuju." Seru Ariel cepat.
"Hmmm tapi nggak boleh macem-macem dulu ya, cuma ngikat doang." Danang mengingatkan.
"Iya, siap." Sahut Ariel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.