"Ehh Rara, ayo masuk." Ibu paruh baya, mamanya Doni, menyambut hangat kedatangan putranya juga Rara.
"Iya." Ucap Rara kikuk, ia serba salah.
"Yuk?!" Hampir saja Doni hendak menggandeng saat Rara mundur dua langkah, menolak gandengan Doni.
"Gimana sekolahnya?" Tanya istri Herman itu.
"Gitu aja, Bu." Jawab Rara datar.
"Ayo kita makan. Mama udah siapin makanan spesial pesanan Doni." Beliau mempersilakan Rara segera menyicipi masakannya.
"Ayo." Doni ikut mempersilakan.
***
Saat Aris sampai rumah, Erni tampak sibuk di dapur. Aris segera menghampiri.
"Ada yang bisa adek bantu?"
"Ehh adek. Udah pulang?" Aris segera menyalami Erni. "Adek makan dulu aja. Abis itu tolong antarin makanan ke sebelah ya?!" Titah Erni.
"Oke."
Selepas makan siang Aris melaksanakan titah sang ibu. Ia segera menuju ke rumah sebelah sembari membawa makanan. Saat tiba di teras rumah Hendra, ada seorang kurir delivery mengantar buket berisi snack camilan untuk Rara. Aris yang kesulitan memanggil Rati akhirnya mewakili tuan rumah menerima. Rangga. Hah? Kak Rangga kirim ginian ke Rara? Sebagai teman atau.... Kok kalau sekedar dari temen berasa berlebihan ya? Batinnya.
"Ehh Aris. Masuk, Ris." Rati mempersilakan Aris masuk.
Mendengar kasak kusuk di teras, ia memang sengaja memeriksa ke depan. Benar saja, ada Aris di teras rumahnya, tengah menunggu dibukakan pintu.
"Iya, Bu."
"Bawa apa itu?"
"Ohh ini tadi ada kurir yang antar ini buat Teh Rara." Aris menyerahkan buket berukuran cukup besar itu pada Rati. "Kalau ini dari ibu."
"Waah ada acara?"
"Nggak, cuma Ibu lagi pengen masak nasi kuning aja."
"Oalah makasih lho, Ris."
"Iya, Bu. Sama-sama. Kalau diizinin biar Aris bantu simpan di dalam."
"Ohh iya boleh."
Setelah menyimpan beberapa kotak berisi masakan Erni, Aris pun segera pamit.
"Bilang ke Ibu kamu, makasih banyak."
"Iya, Bu. Kalau gitu Aris permisi."
"Iya." Sahut Rati bertepatan dengan ponsel Rati berdering, akhir kata Rati sibuk menerima panggilan tersebut membiarkan Aris berjalan keluar rumah sendiri.
"Rumah Teh Rara?"
"Iya."
"Ini ada kiriman." Ujar driver ojek online sembari langsung menyerahkan paperbag pada Aris. "Makasih."
"Sama-sama." Sahut Aris sekaligus mencoba mengintip, aneka roti dari bakery ternama di Sukabumi dan secarik memo di sana bertulis nama Akbar.
Siapa lagi nih? Batin Aris. Ia lalu kembali masuk, Rati tampak masih asyik berbincang. Aris memutuskan untuk menyimpan paperbag tersebut di atas meja tamu. Berharap nanti akan terlihat oleh siapa pun itu. Ia bergegas kembali ke rumahnya.
Langkah Aris terhenti saat mendapati sebuah mobil berhenti di depan rumah Rara. Tidak seperti biasa, kali ini ia berkesempatan melihat sang pengendara. Doni menatap tak bersahabat pada Aris. Terlebih Doni sempat menangkap Aris keluar dari rumah Rara.
"Ris?" Sapa Rara biasa.
"Baru pulang?" Tanya Aris basa-basi.
"Iya."
"Aku abis anter makanan dari Ibu. Oiya tadi ada kiriman, yang terakhir aku simpan di meja ruang tamu ya." Rara mengernyitkan kening. "Aku permisi dulu."
"Iya, makasih ya." Ucap Rara yang diangguki pelan oleh Aris.
"Siapa?" Tanya Doni sepeninggal Aris yang masuk ke dalam rumahnya di sebelah rumah Rara.
"Hmmm... Itu...." Rara tergagap.
"Ya udah yuk, masuk." Ajak Doni. Ia tidak ingin memancing. Tetangga, ia pasti hanya tetangga. Batinnya.
***
"Nah itu Aris." Tunjuk Erni pada Aris yang baru saja kembali.
"Bro..."
"Woy....." Aris mempersilakan teman-temannya duduk kembali setelah menyalaminya dan sejenak ia melupakan pertanyaan demi pertanyaan yang sempat melintas. Mereka larut dalam canda tawa ditemani camilan yang khusus dibuat Erni.
Mereka terus berbincang dan juga saling lempar canda saat Rara datang. Mereka tiba-tiba terdiam. Dafa menyikut Aris yang tengah memetik gitar semenjak tadi.
"Ehh, Teh." Sapa Aris.
"Ibu ada?" Tanya Rara canggung. Ia tidak mengira di rumah Erni sedang kedatangan tamu para pemuda dan pemudi, teman-teman Aris.
"Ada, masuk aja. Di kamar kayaknya."
"Iya." Angguk Rara sembari berlalu.
"Siapa?" Sikut Dafa.
"Siapa?" Cindy ikut bertanya.
"Calon, Ris?" Rayyan mencoba membidik langsung. Aris nyengir.
"Kepo lu ahh." Hanya itu jawaban yang bisa Aris lontarkan.
Aris lalu mengajak mereka bernyanyi diiringi petikan gitar dirinya. Mereka lalu bernyanyi-nyanyi. Entah mengapa lagu yang dibawakan mereka membuat Aris meringis dan Rara menghentikan langkahnya saat hendak menuju dapur.
"Ra, jangan dulu pulang." Cegah Erni yang sempat terdengar oleh S Squads. Karena jarak dapur dan ruang keluarga memang berdekatan.
"Ehh iya, Bu." Sahut Rara.
"Siapa sih?" Cindy masih dengan rasa penasarannya.
"Calon si Aris. Iya kan?" Rayyan masih berusaha menebak.
"Idaman." Cetus Azhar pelan.
"Pada ngaco ya lu pada." Aris geleng-geleng kepala.
"Terus dia siapa?" Cerca Cindy.
"Anak ibu." Jawab Aris santai. Kelima temannya saling pandang.
"Waaah masa iya lu punya sodara secakep itu?" Ledek Azhar.
"Ya udah kalau nggak percaya." Sahut Aris cuek.
Aris menatap punggung dua perempuan yang beranjak kembali ke kamar Erni. Ia menelan saliva. Kalau Rara nikah sama orang lain, Ibu bakal kehilangan dia terus dia juga bakal ketahuan sempet early wedding dong? Kan waktu itu.... Terlintas dalam ingatannya, Rara tidur di pelukan Ariel tanpa sehelai benang. Nggak mungkin mereka belum pernah melakukan itu kalau udah sampai gitu posisinya. Batin Aris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.