"Kenapa lu?" Dafa menepuk pundak Aris yang setelah selesai menelepon tadi tampak banyak diam.
"Nggak apa-apa."
"Ehh si Fatia minta nomor lu yang baru, kasih jangan?!"
"Kasih aja."
"Yakin doi mau dianggurin? Nggak sayang?!"
"Apa sih??"
"Cantik lho doi."
"Iya. Karena dia termasuk golongan spesies cewek."
"Sebenarnya cewek idaman lu gimana sih?!" Aris nyengir. Idaman? Goals aku sekarang bukan dapat cewek tapi sukses dulu. Batin Aris.
"Kepo lu." Cetus Aris. Dafa mencebik. "Ehh belum datang juga kiriman barangnya?" Tanya Aris sembari mengedarkan pandangan.
"Belum."
"Tumben."
"Kenapa? Lu lagi ada janji?"
"Nggak juga. Tapi bosen aja nunggu gini. Nggak produktif."
"Mau produktif? Lu ngegitar, kita nyanyi-nyanyi. Biar nggak suntuk juga."
"Boleh deh, boring juga gue dari tadi diem."
Dafa kemudian menyodorkan sebuah gitar pada Aris. Dafa juga memanggil teman-temannya yang lain untuk mendekat dan bergabung. Setelah berdebat lagu apa yang hendak mereka nyanyikan akhirnya mereka pun sepakat dan mulai bernyanyi-nyanyi menghabiskan waktu, membunuh bosan sembari menunggu kiriman barang.
Mereka adalah S Squads. Enam orang yang biasa bertemu di sebuah tempat tongkrongan. Lalu mereka memutuskan untuk bersama-sama mendirikan sebuah usaha kecil-kecilan berbasis online shop. Dan kini dari data grafik penjualan, ada peningkatan beberapa persen setiap harinya. Suatu pencapaian yang harus mereka syukuri.
Ariel sudah selesai mandi, kini ia tengah bersiap berangkat les. Sebenarnya ia masih ingin bersama Rara tapi kondisi meminta dia untuk segera pergi.
"Nanti pulang ke sini atau ke rumah Ibu?"
"Ngarepnya gimana?"
"Nggak ngarep, biasa aja."
"Bener?!" Ariel meyakinkan dengan nada menggoda.
"Iya, bener."
"Ya udah kalau gitu aku pulang ke rumah ibu aja. Nggak ada yang ngarepin aku pulang ke sini. Kalau nekat, takut tiba-tiba kemalaman terus nggak dibukain pintu ahh." Rara terkekeh mendengar penuturan Ariel.
"Hati-hati." Pesan Rara.
"Iya. Aku berangkat ya." Pamit Ariel. Rara mengangguk.
Rara berselancar dan tiba-tiba ia menemukan sebuah postingan di aplikasi video yang sedang hits itu. Aris tengah mengcover lagu bersama teman-temannya. Rara mengulas senyum. Aris sama tampannya dengan Ariel. Bedanya jika Ariel dingin, Aris humble dan hangat. Luas pergaulan mereka pun tampaknya jauh berbeda. Ariel hanya dekat dengan Rangga. Itu pun jarang mereka berkumpul jika tidak ada hubungan dengan urusan sekolah. Tapi Aris, tampaknya ia lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Kalau pun di rumah, dia asyik dengan game online. Rara terus berselancar.
"Tadi ada apa?" Tanya Ariel di ambang pintu kamar Aris. Sengaja setiba di rumah sepulang les, dia langsung menemui adik satu-satunya itu.
"Nggak jadi."
"Ohh dikira ada yang urgent. Ehh gimana bisnis anak muda? Lancar?" Tanya Ariel sembari berjalan masuk, tidak lupa ia menutup pintu kamar Aris.
"Lancar." Angguk Aris. "Ssstttt jangan kencang-kencang takut kedengeran Ibu." Tambahnya saat menyadari sesuatu, ya volume Ariel yang stereo.
"Takut tapi ngeyel." Toyor Ariel.
"Ya aku kan bukan kamu, A. Kemampuan akademis aku itu pas-pasan. Daripada maksa sukses di akademik mending ikhtiar untuk sukses di bidang lain."
"Terus sekarang udah sukses?"
"Belum." Cengir Aris.
"Tapi suatu saat Ibu pasti tahu, Ris."
"Tapi nggak sekarang dan nggak dari kamu, A. Kalau Ibu tahu sekarang berarti dari kamu, A. Liat aja aku juga bakal ngadu ke Ibu soal kelakuan kalian tadi siang. Udah diwanti-wanti buat nggak campur dulu ehh malah...."
"Enak tahu campur." Potong Ariel santai. "Buktinya es campur di mana-mana laku." Tambahnya asal.
"Edan." Aris membulatkan mata, Ariel terbahak dibuatnya. "Tunggu pembalasan gue. Gue pamerin juga kegiatan ranjang gue. Lebih hot daripada lu." Ucap Aris asal. Ariel terbahak. Memang kadang jika tengah berguyon kata gue-lu yang keluar dari mulut keduanya.
"Curiga beneran mau nyusul early weeding nih anak." Ujar Ariel tiba-tiba.
"Emang. Aku juga pengen kali icip gituan sekarang-sekarang tapi halal."
"Kotor juga ternyata otak lu ya?!"
"Ketularan situ." Cetus Aris menunjuk Ariel.
"Tapi kalau bisa jangan deh." Lirih Ariel sembari membetulkan posisi duduknya.
"Ahh nggak asyik, pengen enak sendiri."
"Bukannya gitu, kalau ngomongin enaknya sih ya enak. Tapi ternyata nikah itu nggak se-simple itu."
"Maksudnya?!"
"Ya harus udah siap lahir batin. Batinnya sih gampang, maunya kita-kita itu. Apalagi jiwa muda kita meronta ingin icip. Tapi lahirnya, dengan kondisi kita yang belum matang juga mapan...." Ariel menggantungkan kalimatnya. "Berat." Bisiknya kemudian.
"Iya sih." Angguk Aris, setuju.
"Selain itu manajemen emosi, kalau pacaran berantem dikit bisa aja minta putus. Kalau udah married, berantem harus lebih nahan terus introspeksi diri. Soalnya nggak mungkin gampang ucapin kata cerai."
"Emang."
"Kejar dulu goals hidup kamu, Ris. Baru mikirin membina rumah tangga. Jangan kayak aku. Sok-sokan proklamirkan diri sayang sama orang, pengen cepet-cepet ngiket. Pas udah nikah ngerasa kecil, belum bisa langsung ambil alih tanggung jawab dari papanya."
"Siap."
"Ngomong-ngomong emang lu punya pacar?"
"Nggak, iseng aja ngomong pengen early wedding."
"Dasar. Udah ahh gue ke kamar dulu."
"A...." Ariel menoleh. "Makasih sharingnya."
"Sama-sama." Ariel hendak membuka pintu saat tiba-tiba ia kembali buka suara. "Gue yakin lu bakal dapat apa yang lu mau. Lu hebat dan bisa diandalkan. Kalau nanti gue berangkat, titip Ibu. Dan lu harus tau, Ibu pasti bangga sama lu. Tanpa beliau tahu, anaknya udah jadi entrepreneur." Ujar Ariel dengan seulas senyum. Aris balas tersenyum, berharap ucapan Ariel terjadi. Karena selama ini yang selalu dibanggakan adalah kakaknya, bukan dirinya. Kakaknya yang selalu mengukir prestasi akademik.
Ariel perlahan membuka pintu, dalam hati dia berandai. Andai dia bisa bertukar posisi dengan Aris, ia ingin jadi Aris saja yang kini sudah mampu mengantongi pundi-pundi rupiah di sela-sela sekolahnya. Dengan begitu, ia merasa sempurna menjadi sosok suami bagi Rara saat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.