Kalau gue terus-terusan ngambek yang ada jalan para rival gue kebuka lebar. Batin Ariel. Ia pun memutuskan berdamai dengan rasa cemburu yang melanda. Saat bel istirahat berbunyi ia segera ke kelas Rara.
"Ta, Rara?" Tanya Ariel pada Okta yang ia temui ambang pintu kelas Rara.
"Tuh di dalam." Ujar Okta sembari menunjuk ke dalam kelas. Ariel mengangguk lalu beranjak masuk, berjalan menuju bangku yang diduduki Rara.
"Ra...." Panggil Ariel sembari duduk di bangku kosong.
"Hai, Riel." Rara menoleh.
"Makan yuk di kantin?" Ajak Ariel. Perempuan itu menggeleng lemah.
"Nggak ahh masih kenyang." Tolaknya.
"Beli pisang bakar keju sama es krim." Ujar Ariel. "Ayo." Ajaknya pantang menyerah.
"Beliin." Nada manja Rara terdengar. Sudut bibir Ariel pun terangkat.
"Mau?" Tanya Ariel. Rara mengangguk. "Ya udah tunggu." Ujar Ariel sembari beranjak.
"Ariel." Panggil Rara yang sontak menghentikan langkah Ariel.
"Apa?" Tanyanya sembari menoleh.
"Ini uangnya?" Rara merogoh saku kemejanya.
"Pakai yang aku aja."
"Nggak mau."
"Udah jangan berisik. Aku marah lagi nih." Ancam Ariel.
"Jangan." Potong Rara.
"Ya udah." Seloroh Ariel sembari balik badan bertepatan Okta kembali masuk ke dalam kelas. Okta hendak mengambil dompetnya yang tertinggal di tas.
"Lu ama Ariel hobi amat dingin-dinginan terus hangat-hangatan, nggak capek turun naik mulu gitu?" Seloroh Okta sembari membongkar tas, mencari dompet berwana abu miliknya.
"Kan emang dia gitu orangnya?!"
"Iya sih kadang cold kadang hot. Bak dispenser. Lampu merah nyala cold, lampu merah padam hot."
"Bilangin lu ya?!" Bola mata Rara membulat sembari mengacungkan telunjuk.
"Jangan...." Sewot Okta. Bisa panjang urusannya kalau bikin masalah sama si Ariel, batin Okta. Rara terkekeh dibuatnya. "By the way kok bisa sih lu sama dia?" Tanya Okta sembari merapikan buku catatan yang sempat ia keluarkan dari dalam tas.
"Nggak tau. Tiba-tiba klik dan udah sekalinya bersatu sulit buat lepas. Kan udah klik." Papar Rara.
"Gimana perkembangan hubungan ranjang kalian?" Tanya Okta sembari mengangkat alis.
"Okta." Pekik Rara, Okta pun tergelak.
"Udah yaaaa?!" Tebak Okta menggoda.
"Belum." Rara menggeleng cepat.
"Bohong banget." Cetus Okta penuh selidik.
"Aslian. Paling kiss doang kayak di drakor gitu."
"Waaahhhhh...." Tatap Okta seketika berbinar.
"Pada ngobrolin apaan?" Tanya Ariel yang sudah kembali dengan membawa sekotak makanan dan satu cup minuman ukuran jumbo.
"Biasa cewek, ngegosip." Pungkas Okta cepat.
"Ra, nih. Ayo makan." Ariel meletakkan makanan dan minuman yang ia bawa di atas meja.
"Kamu mana?" Tanya Rara saat melihat hanya ada satu kotak dan satu cup.
"Itu dua porsi, makan berdua."
"Ya ampun so sweet. Gue cabut lagi ahh, gerah gue lama-lama di sini." Pamit Okta. "Jagain Rara." Pesannya kemudian.
"Siap." Sahut Ariel.
Dan Ariel benar kotak itu memuat dua porsi pisang bakar keju dengan satu cup jus alpukat ukuran large.
"Niat amat." Seloroh Rara.
"Mengurangi sampah. Ayo makan." Dalih Ariel.
Rara lirik kanan kiri sebelum melahap pisang bakar kejunya, satu kotak berdua dengan Ariel.
"Kenapa?" Kening Ariel mengernyit. Rara tersenyum tipis. "Kalau ada yang macem-macem ngatain kamu atau berasumsi sama kamu, biar aku yang hadapin." Timpal Ariel seraya mengunyah.
"Riel." Rara menatap lekat Ariel.
"Udah waktunya kita terbuka, kalau kita itu ada hubungan. Terlebih Rangga tahunya kita udah dijdohin. Ya udah... kepalang basah." Tutur Ariel. Rara mengangguk, mengerti. Tiba-tiba seulas senyum terpampang di bibir tipis merah jambu milik Rara.
"Ngomong-ngomong kamu udah nggak marah lagi kan?" Tanya Rara penuh harap. Ariel seketika menatap Rara lekat.
"Please, Ra. Orang-orang itu baper sama kamu. Kamu kelewat manis terus baik bikin orang gede rasa ama kamu. Coba ya dikurangin baiknya, biasa aja. Sederhana aja." Pinta Ariel.
"Kamu juga." Bibir Rara mengerucut.
"Aku kenapa?"
"Ke orang rata-rata dingin, ke Dina ada pengecualian. Selalu hangat." Ujar Rara, keki. Ariel tersenyum simpul.
"Kamu nggak nyaman kan?" Tanya Ariel. "Sama aku juga nggak nyaman kalau kamu ramah-ramah sama cowok. Siapa pun itu." Jujur Ariel yang lalu mengulurkan kelingkingnya. "Gimana kalau kita bikin janji, mulai sekarang kita batasi diri dari lawan jenis? Terlebih kita kan suami istri bukan pacar lagi." Bisik Ariel kemudian.
"Oke. Setuju." Rara pun mengaitkan jari kelingkingnya ke kelingking Ariel. Tatap mereka bertemu, penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.