"Riel, mau ke mana?" Tanya Rara saat mendapati Ariel tengah bersiap-siap di tepi lapang basket.
"Baksos, Ra."
"Ke mana?"
"Daerah terdampak bencana kemarin."
"Sama siapa?"
"Rangga. Gurunya Pak Badri sama Pak Agus." Rara terdiam, ekspresinya memuram. "Kenapa?" Tanya Ariel lembut.
"Bisa nggak, kalau kamu nggak ikut?" Cicit Rara.
"Ehh...."
"Aku takut kamu kenapa-napa." Jujur Rara.
"Cuma setor hasil donasi, habis itu langsung pulang kok." Papar Ariel menenangkan perempuannya itu.
"Tapi...."
"Cuma ke kantor pusat pemerintahan, nggak ke lokasi bencananya banget." Ariel memperjelas.
"Riel." Rangga menghampiri sembari menepuk akrab sang sahabat. "Ra?!" Rangga juga menyapa Rara yang baru terlihat. Maklum posisi Rara memang terhalang tubuh tingginya Ariel.
"Jalan sekarang?" Tanya Ariel.
"Iya, Pak Badri sama Pak Agus juga udah siap." Jawab Rangga.
"Oke."
"Kalian hati-hati ya." Cicit Rara penuh kekhawatiran. Ariel mengangguk sedang Rangga selain mengangguk, ia mengulas senyum sumringah dengan hati berbunga-bunga. Baru kali ini ia melihat Rara seperti itu.
"Siap." Jawab Rangga, bahagia.
Selama Ariel dan yang lain pergi, Rara hanya berdiam diri di kelas selama jam istirahat tiba. Wajahnya dia tekuk, senyumnya hilang, semangatnya padam. Gavin yang melihat itu hanya mengernyitkan kening. Tumben, batin Gavin.
Gavin keluar kelas menuju kantin dan segera kembali dengan membawa sebatang coklat untuk Rara.
"Nih."
"Hah?"
"Suka coklat kan?"
"Suka." Angguk Rara pelan.
"Buat kamu."
"Dalam rangka?" Kening Rara pun mengernyit.
"Kamu murung hari ini." Jawab Gavin. "Tumben." Tambahnya. "Kenapa?" Tanya Gavin pada akhirnya.
"Lagi nggak mood buat senyum aja."
"Ada masalah?"
"Nggak ada." Geleng Rara.
"Ya udah ayo makan coklatnya." Titah Gavin. "Mau dibukain?" Tanyanya sembari mengadahkan tangan kanannya. Siap memberi bantuan.
"Nggak usah."
"Konon katanya coklat bisa mengembalikan badmood jadi goodmood. Ayo buktikan." Seloroh Gavin saat Rara mulai membuka bungkus coklat pemberian laki-laki itu.
"Nih." Rara membelah coklat batang tersebut menjadi dua bagian sama panjang. Satu di tangan kirinya sedang lainnya di tangan kanan. Dan coklat yang ada di tangan kanannya itu kini tengah ia sodorkan pada Gavin.
"Kok?"
"Temenin makan. Masa iya aku makan coklat sendirian. Mana cuma berdua gini." Ujar Rara sembari melirik kiri kanan.
"Oke, siap." Sahut Gavin sumringah sembari menerima coklat tersebut.
"Kamu nggak istirahat?" Tanya Rara sembari mulai menggigit coklat bagiannya.
"Ini lagi istirahat sama kamu." Jawab Gavin sekenanya.
"Maksudnya sama temen-temen kamu." Timpal Rara.
"Sama kamu lebih asyik." Sahut Gavin. "Kamu sendiri?" Gavin balik bertanya.
"Aku lagi pengen diem di kelas."
"Nggak lapar? Mau aku beliin sesuatu?" Tanya Gavin yang langsung ditanggapi gelengan kepala oleh Rara.
"Udah cukup coklat ini juga." Sahut Rara sembari menggigit kembali coklatnya.
"Nih."
"Ihh itu jatah kamu."
"Udah... Kamu abisin aja." Ujar Gavin yang memang belum menggigit coklat bagiannya sama sekali. "Ya udah aku tinggal bentar ya." Pamit Gavin sembari berlalu.
Sepeninggal Gavin Rara langsung mengeluarkan ponselnya. Menekan satu tombol hingga sebuah kata yang merupakan merk ponselnya terpampang. Ia segera melihat pembaharuan status WhatsApp. Tidak ada update dari Ariel maupun Rangga. Rara mendesah kasar. Hatinya tidak karuan. Ya Rabb jaga Ariel. Doanya dala hati.
***
"Vin..." Sapa Denis. "Gabung?!"
"I-ya."
"Ayo sini."
Gavin berjalan menuju satu meja. Di mana di meja tersebut ada Denis, Erlan, Retno, Rika, dan juga Kana.
"Dikirain ke mana? Istirahat tumben nggak keliatan di kantin." Seloroh Retno.
"Ini keliaran." Jawab Gavin.
"Baru, tadi mah nggak." Sahut Rika.
"A, ini jus alpukatnya." Enda, penjaga kantin mengantar pesanan Gavin. Satu cup jus alpukat.
"Makasih." Ucap Gavin sembari menerima cup tersebut.
"Vin, sejak kapan lu suka jus alpukat? Bukannya lu anti alpukat ya?" Denis yang berteman sejak kecil dengan Gavin setidaknya cukup banyak tahu tentang Gavin.
"Iseng." Sahut Gavin asal. "Ehh duluan ya, gue lagi nggak enak badan. Pusing, di sini rame." Gavin beralasan.
"Oke." Selorih Denis juga lainnya.
Sosok laki-laki tinggi berambut agak kecoklatan itu pun mulai menjauh. Akan tetapi tatap Kana terus mengekor. Kamu sakit? Sakit apa? Tanya Kana khawatir.
Gavin berjalan terus ke kelasnya. Ia mendapati Rara masih di tempat semula dengan posisi yang sama akan tetapi bedanya kini ditemani Okta.
"Ra, jus alpukat." Sodor Gavin. Rara sontak menoleh cup plastik berisi jus alpukat lalu melirik orang yang menyodorkannya. "Minum."
"Gavin, makasih banyak. Tadi coklat sekarang jus alpukat." Ujar Rara yang mengundang tanda tanya melalui adanya kerutan halus di dahi Okta.
"Sama-sama. Langsung minum, takutnya dilamain jadi nggak enak." Ujar Gavin sembari berjalan perlahan menuju mejanya yang tidak jauh dari meja Rara juga Okta.
"Iya." Angguk Rara mantap.
Karena saat tahu jam hampir mendekati jam masuk. Denis dan yang lainnya memutuskan kembali ke kelas masing-masing. Kana masuk ke dalam kelas. Matanya langsung terpaku ke meja tempat duduk Rara. Ada cup jus alpukat di sana. Kana menyipitkan matanya. Diam-diam dia mengamati pergerakan Rara juga Gavin. Nggak kan? Gavin nggak mungkin suka sama Rara. Muka standar gitu, masa aku kalah saing sama Rara. Batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.