"Akbar...." Rengek Rika.
"Apa?!" Tanya Akbar datar sembari terus saja merapikan buku catatannya ke dalam tas.
"Aku minta maaf kalau aku ada salah."
"Nggak, kamu nggak salah. Aku yang salah." Sahut Akbar tanpa menoleh lawan bicaranya. Salah udah nurutin games gila itu. Batin Akbar.
"Kamu nyesel jadian sama aku?" Terlontar juga pertanyaan itu dari mulut Rika. Akbar terdiam. "Nyesel ninggalin Rara?" Cerca Rika. "Kan awalnya...."
"Cukup, Ka." Potong Akbar sembari menggendong tas ranselnya lalu berlalu begitu saja.
Rika terdiam menatap punggung laki-laki berisi itu menjauh. Rika tidak habis pikir. Ia yang semula dipuja oleh Akbar tiba-tiba dianggap biasa oleh laki-laki itu setelah Akbar dekat dengan Rara.
Sedang di koridor sekolah ada Rara tengah berjalan seorang diri siang ini. Ia melirik area parkir, tidak ada motor Ariel di sana. Pesannya pun belum direspon oleh Ariel. Rara mendesah, ia resah.
"Bareng yuk?!" Ajak Gavin saat mereka bertemu di gerbang sekolah. Rara tersenyum sembari menggeleng.
"Nggak, duluan aja. Aku dijemput." Tolak Rara, halus.
"Ohh ya udah duluan ya?!"
"Iya." Angguk Rara. Gavin lalu mulai tancap gas.
"Ra, nggak pulang?" Tanya Akbar yang sungguh membuat Rara cukup terkejut. Karena ia tengah fokus memperhatikan motor Gavin. Hendak menyetop angkutan umum jika motor itu sudah benar-benar menjauh.
"Mau. Ehh duluan ya?!" Rara segera pamit saat melihat Rika dan Retno tengah memperhatikan dirinya dan Akbar dari kejauhan. Akbar mengangguk pelan.
Rara semakin cemas saat sesampainya di rumah hujan turun sangat deras. Kembali ia kirimi Ariel pesan singkat namun sama, belum ada jawaban juga.
Rati dan Hendra saling tatap saat putrinya tampak murung. Dari semenjak pulang sekolah hingga jam makan malam tiba.
"Kamu ribut sama Ariel?" Tanya Rati, ikut khawatir.
"Ariel nggak ada, lagi baksos." Jawab Rara.
"Ariel baksos?" Hendra memastikan. Rara mengangguk dengan bibir tanpa senyuman.
"Iya dari pagi dan sampai sekarang belum ada kabar. Bikin orang khawatir aja." Keluh Rara kesal.
"Sibuk kali." Sela Hendra.
"Ngomongnya cuma mau nitipin bantuan di posko utama. Tapi sampai jam segini belum pulang, mana di luar hujan gede dari tadi." Jelas terdengar ada nada kekhawatiran yang amat dalam dari nada bicara Rara malam ini. Rati menelan saliva.
"Doain aja Ariel nggak apa-apa." Ujar sang ayah menenangkan.
"Coba nanti Mama telepon ibu. Siapa tahu Ariel udah pulang tapi capek, ketiduran makanya lupa kasih kamu kabar." Timpal Rati.
"Iya, mending sekarang kita makan dulu." Putus Hendra sembari mulai mengambil nasi.
"Iya, ayo makan." Seru Rati. Rara mengangguk. Meski tidak selera, dicobanya makanan buatan ibunya itu.
Selesai makan Rara bergegas masuk kamar. Rara segera mengecek ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk dari Ariel tapi jangankan pesan masuk, pesan dari dirinya pun belum dibaca Ariel.
"Ohh iya ini Rara cemas." Ujar Rati saat tengah melakukan panggilan telepon dengan Erni.
"Nanti kalau Ariel hubungi, saya minta dia kabari atau segera nemuin Rara deh." Putus Erni yang sebenarnya ikut khawatir sampai malam begini putra sulungnya belum pulang juga belum ada kabar. Terakhir ia hanya mengabari hendak mengirim bantuan ke daerah yang terkena bencana kemarin bersama Rangga dan dua guru pendamping, mewakili sekolah.
"Iya. Makasih, Bu."
"Sama-sama."
"Gimana?" Tanya Hendra saat Rati selesai menelepon.
"Ariel belum ngabarin ke ibunya juga." Cicit Rati. Mereka berdua tiba-tiba terdiam.
Di kamar, Rara memeluk guling dengan sangat erat. Hatinya benar-benar tidak tenang. Ia berusaha mengalihkan perhatian. Membaca novel online, bermain Facebook, Instagram hingga bermain game sudah ia lakoni tapi tetap saja hatinya belum juga tenang.
"Ariel?" Rati yang hendak mengunci pintu tiba-tiba membuka pintu lebar-lebar saat melihat menantunya datang.
"Ma." Ariel segera menyalami Rati. "Pa." Ariel lalu menyalami Hendra yang tengah menemani Rati. "Rara...?"
"Di kamarnya. Dari tadi nunggu kabar dari kamu." Potong Hendra.
"Iya. Tadi di jalan pas mau pulang hujan gede, nggak bawa jas hujan makanya neduh dulu. Ehh baterai hp Ariel abis. Pas pulang, Ibu bilang Mama telepon makanya Ariel langsung ke sini." Papar Ariel panjang lebar. Rati dan Hendra menghela nafas lega. Setidaknya Ariel tidak apa-apa.
"Ya udah sana masuk." Ujar Rati sembari memberi kode agar Ariel segera masuk. Ariel mengangguk, mengerti.
"Nginep di sini aja, Riel. Ini kebetulan Papa mau gembok pagar."
"I-ya, Pak. Kalau gitu biar Ariel yang gem...."
"Udah kamu masuk aja." Sela Hendra. Tidak mungkin dia meminta Ariel yang mengunci pagar, takut ada yang melihat Ariel menginap di rumahnya. Maka dari pada itu ia sendiri yang mengunci pagar rumahnya meski Ariel menawarkan diri.
"Iya, Pa."
Ariel berjalan menaiki anak tangga satu per satu. Ia sudah siap jika Rara marah. Karena ia ingat betul permintaan Rara tadi pagi yang memintanya tidak ikut pergi.
Ketika pintu kamar Rara terbuka, Rara ternyata sudah terlelap. Ia tidur sembari memeluk guling. Ariel berjalan mendekat. Perlahan ia ikut naik ke atas tempat tidur Rara dan memeluk istrinya itu dari belakang.
"Sssstttt....ini aku."
"Ariel?"
"Iya." Jawab Ariel sembari mempererat pelukannya.
***
Ehemmm.... Ehmmmm...
Waktunya pemanasan 🤭Lanjutan part ini ada di KaryaKarsa.
Happy Reading ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Early Wedding
RomanceKetika early wedding menjadi pilihan. Sanggupkah dua anak manusia menjalaninya dengan baik? Mengingat usia mereka yang masih sangat muda dalam menjalani bahtera rumah tangga.