3: Budak yang Bisu

57 14 12
                                    






















Buku 1: Bahtera yang Mengarungi Samudera
































"Apa yang anda lihat tuan?"

Mendengar pertanyaan itu membuat Iori tersentak kaget, dia menyadari sikap diamnya, ia terlalu larut dalam pikirannya sendiri.

"Uhum! Maaf, aku hanya merasa kau mirip seorang kenalan ku," dia berdehem untuk memulai pembicaraan. Tapi itu malah membuatnya semakin salah tingkah, mempermalukan diri sendiri didepan orang asing.

Pemuda itu tertawa pelan,"hahaha, lucu sekali ada yang meminta maaf pada seorang budak sepertiku,"

"Dimana masalahnya?" Iori bertanya, dia tahu itu bukan kebiasaan di zaman ini, tapi baik dia maupun rekannya bukan orang yang menggolongkan orang berdasarkan jabatan.

"Ternyata kau orang baik," lelaki itu tertawa pelan, menutupi mulutnya yang tertarik kebelakang membuat senyuman lebar.

Mendengar itu Iori merasa malu, dia tidak pernah mendengar pujian itu sebelumnya. Karena banyak orang yang mengutuknya saat dia memutuskan pergi berlayar bersama 2 rekan pertamanya.






Iya mengutuknya karena dia melemparkan mereka kelaut setelah mengambil alih kapal untuk kemudian ditenggelamkan setelah mengambil apa yang ada disana. Jadi, baik dia maupun awak kapalnya bukan orang yang benar-benar baik. Bukan orang baik jika kau merampok dan membunuh.

Dan pemuda ini mengatakan dia adalah orang baik? Apakah karena dia baru bertemu? Kalau begitu nampaknya dia terlalu cepat menilai orang lain.










Dia menatapnya lekat dengan senyum manis ditunjukkan yang membuat Iori semakin salah tingkah.

Pemuda itu mendekatkan wajahnya, menarik kerah baju lelaki didepannya.




"Kapten, Apa kau ingin menemukan Air Mata Siren?" Dia bertanya dengan nada berbisik.

Awalnya Iori itu terkejut, tapi kemudian dia mendengus dan kembali berbicara dengan nada ketus.

"Aku tidak tertarik dengan benda itu,"ucapnya sambil memalingkan wajah, merasa tawaran budak ini tidak berguna, dan juga tidak dapat dipercaya.

Tapi pemuda didepannya tidak menyerah, dia mendekat lagi dan memegangi kedua sisi wajah Iori, membuat kedua mata mereka bertatapan, iris merah itu memikat sang kapten, membuatnya tidak mengalihkan pandangan dari sana.









"Aku tahu dimana benda itu berada,"

Iori menaikan sebelah alisnya, cukup menarik, dia mencoba menarik pembicaraan, mungkin dia akan berbicara sedikit lebih lama lagi. Walaupun navigator nya sudah memperingati agar segera kembali ke penginapan saat matahari terbenam, mengingat mereka hanyalah tamu di kota ini.

"Kau mengatakan itu agar aku membawamu dari tuanmu kan?" Iori menebak tujuannya, melihat pemuda ini yang begitu pasrah dimarahi sang tuan membuatnya yakin, dan semakin yakin ketika pemuda ini memasang wajah kesal yang lucu.

Lelaki didepannya marah saat dia hanya tertawa,"selain itu aku benar-benar tahu! Kau tidak percaya?!"

"Tidak," dia menjawab enteng, membuat pemuda itu semakin kesal, dan itu membuat tawa Iori lolos.









Pemuda itu tiba-tiba berkata dengan nada tinggi.

"Kau harus percaya karena aku-!"

Kalimat yang menggantung membuat kapten itu penasaran, dia bertanya.

"Kau? Apa?"

Budak itu mundur beberapa langkah, nampak gugup sambil menggaruk pipinya dengan wajah tertunduk dan terlihat mencari-cari alasan.













"Aku..........























Aku.....


























-nah ........ Uhmm....
































Siren,"



































"Huh? Apa?" Iori memastikan pendengarannya.




.....

TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang