014

1.5K 125 30
                                    

Sesaat sebelum Jeongwoo dan Junghwan datang...

Hangat sang senja tak mampu melunturkan suasana tegang diantara dua manusia yang memilih duduk terpisah. Pada sofa ruang tengah, Doyoung memilih sofa single, sedangkan Haruto sedang mencoba membujuk Doyoung untuk sekedar duduk bersisihan guna menyelesaikan masalah.

Masalah yang seharusnya tak pernah terjadi pada mahligai rumah tangga mereka.

"Aku udah nolak, sayang. Serius." Berulang kali Haruto meyakinkan Doyoung jikalau dirinya sudah tak lagi ingin berhubungan dengan Junkyu. Kedatangan nyonya Kim adalah sesuatu yang tak Haruto duga sebelumnya. Makan malam romantis berubah menjadi kacau tanpa rencana.

Doyoung masih betah diam sejak keduanya sama-sama memasuki ruang tengah. Tapi pancaran kesedihan jelas tercetak dalam wajah manis tersebut. Doyoung sepertinya amat kecewa, dan lagi-lagi Haruto merasa bersalah.

"Kenapa nggak kamu terima aja?" Doyoung kini beralih menatap sang suami yang terkejut mendengar kalimatnya. Bulirnya jelas mengembun dengan air mata yang siap jatuh kapan pun.

"Nggak mungkin, Aku udah nggak mau terlibat apapun sama Junkyu--

"--Tapi buktinya kemarin kamu jalan sama dia?" Doyoung lantas tersenyum miris. Sangat tipis, kalimatnya kali ini membungkam Haruto.

"Sayang..."

Doyoung menghela napas. "Lagian semua terjadi juga karena kamu yang mulai. Aku nggak mau berandai-andai, semua udah terjadi."

Kalimat Doyoung jelas benar, berbagai alibi yang Haruto siapkan luntur seketika mengingat kesalahannya yang membuat semuanya kian rumit.

"Junkyu butuh kamu, kebetulan waktu itu kamu sempet ngasih celah. Nyonya Kim dateng bukan kebetulan. Dia memang nyari kamu buat anaknya." Pada detik ini bulir air mata serupa kurva melengkung tak lagi terbendung. Park Doyoung dan pertahanannya runtuh seketika diiringi isakan pilu.

Dari sini pun, Haruto hanya menunduk, tak berani untuk sekedar menarik suami manisnya dalam dekapan. Haruto teramat merasa bersalah.

"Kadang aku mikir, Apa karena anakku udah dua, aku udah ga semenarik itu di mata kamu, sampai-sampai kamu mudah banget ke goda sama orang lain--"

"Itu nggak bener!" Haruto memotong kalimat Doyoung dengan cepat. Ia memegang tangan sang suami mengelusnya pelan. "Jangan mikir kayak gitu lagi." Haruto sudah mulai berkaca-kaca melihat bagaimana putus asa nya Doyoung saat ini.

Sementara Doyoung hanya menatap kosong ke arah Haruto.

"Aku janji aku bakal nutup akses apapun dari Junkyu dan nyonya Kim. Aku mohon jangan kayak gini." Ucap Haruto.

Doyoung perlahan menarik tangannya dari genggaman sang suami.

"Nggak bisa, kamu harus tanggungjawab."

"Maksud kamu?" Tanya Haruto tak paham.

"Kamu nggak lihat gimana nyonya Kim mohon-mohon sampai sujud sama aku buat izinin kamu bantuin Junkyu sembuh. Aku jelas ngerasain. Aku pasti bakal lakuin hal yang sama kalo semisal Junghwan yang ada diposisi itu." Kata Doyoung.

"Maksud kamu apa sih?"

Doyoung menatap ke arah lain. "Tanggungjawab mas, buat Junkyu sembuh. Dia kambuh juga gara-gara kamu. Walaupun aku nggak rela." Katanya sembari menyeka air mata.

"Nggak bisa gitu sayang--"

"Bicarain nanti lagi, anak-anak udah pulang." Kata Doyoung saat dirinya tak sengaja melihat siluet Junghwan dari jendela. Senyuman terpatri seolah Doyoung pemeran utama yang mudah merubah eskpresi.

Sementara Haruto menghela napas berat, berusaha terlihat baik-baik saja seperti suami manisnya.

*****

"Kakak Minta maaf ya." Yoshi dengan segala penyesalannya akhirnya mengungkapkan apa yang Papi nya suruh. Berbaikan dengan Junghwan di belakang rumah ditemani secangkir es susu karena mereka masih masa pertumbuhan.

Junghwan masih terdiam, ia juga malu sehabis menangis.

"Kamu nggak mau maafin kakak?" Tanya Yoshi lagi.

"Bukan gitu kak, aku malu udah nangis kayak anak kecil."

Yoshi menoleh, dilihatnya wajah sang kekasih yang memang lucu. Ujung hidungnya memerah, matanya memerah. Ah, merah-merah seperti apel.

"Mau kakak jajanin es krim ga?" Tanya Yoshi, dia tau betul adik manisnya suka makan. Daripada bingung mau berbaikan bagaimana lagi mending keluar beli jajan. Kalau hanya diberi es susu mah takutnya Junghwan kembung.

"Mau." Jawab Junghwan cepat.

"Tambah telur gulung ga?" Tanya Yoshi lagi. Senyumnya terbit saat melihat Junghwan antusias saat diajak jajan.

"Boleh." Jawab Junghwan lagi.

"Tambah cilok?" Tanya Yoshi lagi.

"Ma--" Junghwan mengernyit.

"Kok banyak banget kak?" Tanyanya. Sebenarnya itu saja masih kurang buat Junghwan. Biasanya Haruto sampai membawa lima kresek minimal. Tapi Junghwan kan tidak mau membuat kakak kesayangannya bangkrut. Nanti Yoshi kira Junghwan matre, padahal Yoshi yang menawari sendiri.

"Baik, tambah mie ayam sama es jeruk ya." Final Yoshi membuat Junghwan bingung.

"Apaan kok banyak banget, nanti kakak bangkrut loh."

Yoshi mengusak gemas adik tetangga itu. Kok ya polos banget.

"Ya gapapa, kakak laper pengen mie ayam. Lagian kalo bikin kamu seneng ya kakak ayo-ayo aja. Tenang, kakak punya backingan ayah Yoongi, lagipula Papi Jimin pasti iya-iya aja kalo kakak ngehabisin uang buat kamu." Jelas Yoshi. Ia membawa Junghwan untuk keluar guna mencari makanan yang mereka inginkan.

Mendengar kalimat Yoshi membuat hati Junghwan berdebar keras. Enak sekali ternyata menjadi kekasih Yoshi. Sudah tampan, mapan, pengertian pula.

Yoshi memakaikan helm untuk Junghwan.

"Beneran ya kak, kalo kakak bangkrut jangan putusin Junghwan." Kata Junghwan.

Dan Yoshi terkekeh lagi.

Stay With Me  || HarubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang