024

1.2K 156 22
                                    

Di gelap malam kala itu, sembari memeluk lukisan yang sudah lecak hampir rusak, basah akan air mata yang mulai mengering seiring berjalannya waktu. Tiga hari sudah sejak Haruto melihat bagaimana wajah pucat putrinya di dalam peti, dirias cantik dengan bando kesayangannya, bersama gaun putih.

Seharusnya Haruto menyaksikan itu semua ketika ia mengantar Eunseo pada pelaminan saat besar. Tapi karena dirinya, semua mimpi itu hanya angan yang tinggal kenangan. Haruto menatap lurus tanpa ekspresi, meskipun ia tetap diizinkan menghadiri pemakaman putrinya, ia bahkan tak bisa sekedar menampilkan wajah untuk terakhir kali nya di hadapan putrinya.

"Ruto."

Sudah tiga hari pula sejak Haruto pulang dalam keadaan hancur. Pakaian yang dipakai masih sama di hari pemakaman putrinya. Haruto seperti jiwa yang mati di dalam tubuh yang tetap hidup meskipun Haruto tak pernah menyentuh makanan selama tiga hari ini. Ia hanya mengubah posisi, duduk memeluk baju putrinya dan sebuah lukisan yang ia janjikan akan dipajang di ruang tengah.

Di rumah yang tadinya penuh canda tawa keluarga, semua nampak senyap seolah telah ditinggal penghuninya.

Eunseo meninggalkannya, Junghwan membencinya, dan Doyoung ingin berpisah dengannya.

"Kamu makan dulu ya?"

Haruto menepis uluran sendok yang diarahkan kepadanya. Ia menatap bengis ke arah seseorang yang belakangan ini menemaninya, membawakan makanan dengan sabar meskipun Haruto hanya akan terus menolaknya.

"Saya mau nyusulin Eunseo, kasihan dia sendirian."

Junkyu menghela napas samar. Ia tak tahu lagi bagaimana caranya membujuk Haruto yang hancur sekarang ini.

"Haruto, Doyoung yang nggak bisa jaga anak kalian. Ini bukan salah kamu. Lupain Doyoung ya, kita bisa mulai dari awal lagi."

PYARRR

Junkyu menutup matanya kala sebuah vas dilemparkan Haruto tak jauh dari dirinya. Ceceran benda tajam itu menyebar kemana-mana, sampai rasanya Junkyu mungkin bisa berdarah andaikata ia tak memakai alas kaki.

"HARUSNYA KAMU YANG SAYA LUPAIN!" Tukas Haruto dengan tatapan tajam.

"Ruto!"

"Pergi!"

Junkyu tak mampu lagi bersitatap dengan netra terluka dari Haruto. Jujur saja ini juga melukainya.

Junkyu sebisa mungkin menahan air matanya, ia hanya perlu menenangkan dirinya sedikit. Ia tak mau hilang kendali.

Saat keluar, Junkyu dihadapan dengan seorang wanita paruh baya yang begitu ia kenal. Wanita ini merupakan sang Mama dari Haruto.

"Junkyu bisa bicara sebentar?"

Junkyu mengangguk, diikutinya langkah Nyonya Watanabe menuju sebuah sofa di tempat Kediaman Haruto dan keluarganya dulu. Doyoung tak lagi ingin kemari meskipun hanya untuk mengambil pakaiannya. Hatinya begitu sakit, Doyoung juga sama hancurnya seperti Haruto.

"Junkyu, kamu tau kan kalo Haruto itu sudah menikah?"

Percakapan itu dimulai setelah Nyonya Watanabe menyerahkan secangkir teh kepada Junkyu.

"Tapi mereka akan cerai kan?"

Nyonya Watanabe nampak terdiam, ia menyesap teh nya lalu meletakkannya di meja.

"Tante masih ingat gimana excited nya Haruto tiap nyeritain kamu dulu. Kamu itu salah satu orang yang pernah bikin Haruto bahagia. Tante berterimakasih atas semua yang kamu lakukan buat Haruto." Nyonya Watanabe mengambil napas singkat sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

Stay With Me  || HarubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang