"Oh Sehun..."
"Kang Seulgi"
Mereka berdua dipertemukan di sebuah bar, tepatnya adalah lokasi dimana Seulgi bekerja sebagai pramusaji selama beberapa bulan ini. Sehun yang merupakan seorang pria tampan, dan tampak berkelas tak ubahnya menjadi buruan bagi setiap wanita yang datang di kelab malam tersebut. Dan, Seulgi hanyalah satu dari sekian banyak wanita yang mulanya Sehun abaikan.
"kau memerlukan sesuatu, Tuan Oh?"
Sehun tersenyum tipis, ia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto dilayar pada Seulgi.
"kau mengenalnya?"
Seulgi menutup bibirnya, dan mulai membiasakan dirinya lagi.
"tidak, tuan... mana mungkin gadis pramusaji sepertiku mengenal seseorang yang kau simpan fotonya."
Sehun menyeringai, "jangan bergurau... aku bisa membayarmu mahal, atau.... melenyapkanmu detik ini juga"
Seulgi terkejut, kerah pakaiannya ditarik keatas oleh Sehun tanpa ada yang memergokinya. Seulgi menelan ludahnya susah payah, Sehun bertanya soal Park Chanyeol dan Jennie. membuat Seulgi yang memiliki hutang nyawa pada dua orang itu dengan terpaksa harus berkata jujur.
"bb... baiklah... Tuan, aku... mengenalnya"
Sehun mengangguk kecil, perlahan cengkraman tangannya pada kerah pakaian Seulgi mengendur.
"antarkan aku pada mereka"
.
.
.
"Sayang... kapan liburan seru mu itu berakhir huh? Sudah lama kita tidak melakukan quality time berdua?" jessica agaknya merajuk pada putri bungsunya, Jennie. sudah lama mereka tidak bercengkrama berdua sejak Chanyeol si kakak angkatnya kembali ke korea selatan. Disamping wanita itu, ada Kim Jaejoong yang menyelidik dengan teliti setiap kalimat yang akan keluar dari Jennie.
Jennie mendesah kecil, "Bu... maafkan aku..." kenang Jennie sedih, sebetulnya ia ingin menceritakan seluruh perasaan dan kejadian yang menimpanya belakangan ini. apalagi, bagi seorang perempuan tentu saja ia ingin membicarakan soal pernikahannya. Tapi... semuanya sangat beresiko.
"apa... ayah ada disampingmu?"
Jessica tersenyum tipis, dan merebahkan tubuhnya pada sandaran bahu Jaejoong yang kokoh, "tentu saja, Ayah bersama Ibumu." Balas Jaejoong.
Jennie tertawa kecil, sekaligus bernapas lega karena ia tak mengatakan kata atau kalimat fatal di telpon.
Chanyeol yang juga berada disisi Jennie mengeratkan pelukannya pada pinggang isterinya, sesekali dengan jahil menjatuhkan kecupan seduktif pada bahu polos Jennie yang seksi. Membuat Jennie meringis atas perilaku nakal suaminya.
"kapan kau pulang, puteri Kim?"
"aku baru saja pergi semalam.. sedih sekali menjadi anak bungsu Ayah dan Ibu" ucap Jennie berpura-pura manja.
Ponsel Chanyeol bergetar, pria itu meminta izin pada Jennie untuk mengangkat panggilan. Sementara Jennie justru asik bercengkrama dengan kedua orangtuanya yang tidak mungkin akan melibatkan Chanyeol.
Pria bertubuh jangkung atletis itu pun keluar dari kamar yang disediakan oleh pihak gereja untuknya dan Jennie yang sudah resmi sebagai suami dan isteri. Ia menghirup udara segar lewat balkon yang memiliki pemandangan pepohonan pinus yang tinggi menjulang. Ketika Chanyeol menarik napasnya dalam-dalam, sepasang matanya jatuh pada segerombol pria berpakaian rapi serba hitam tengah berkumpul di luar gereja, dan seorang pria tampan berusia diatas setengah abad tampak berdiri menatap lurus kearah Chanyeol, seraya membuka kacamata hitam yang dikenakannya. Dahi Chanyeol berkerut, ia mengabaikan hal tersebut. Namun, panggilan telpon yang mati kembali muncul.