||tanpa rasa||

18 13 0
                                    

Hai prenn...

Apa kabar? Aku harap baik

Wajib vote, komen dan follow aku Yola fyolaaaa
Ah iya yang suka AU bisa mampir ke Tiktok aku juga ya, di follow juga.

Harap untuk tidak plagiat!! Karena ini karya murni asli, cerita ini dipublish untuk dibaca bukan untuk di plagiat! Camkan

Absen!!

siapa yang paling kalian suka disini?

siapa yang paling kalian benci disini?

Terlepas dari itu, sifat mereka yang ada di cerita aku gak ada sangkut pautnya sama kehidupan asli mereka. Jadi, jangan di sangkut-pautkan oke?

⚠️⚠️TERDAPAT BAHASA KOTOR YANG ⚠️⚠️
TIDAK PATUT DICONTOH, HARAP BIJAK DALAM MEMBACANYA

Okee happy reading all

Kepalaku terangkat setelah mendengar teriakan-teriakan histeris perempuan, jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Matanya menatap lekat kearah ku, hingga suara notifikasi menyadarkan kami. Sial mengapa dia disini?

Dapat ku lihat lelaki itu berdiri bersedekap dada di daun pintu, dan wajahnya terlihat tidak bersahabat. Sedangkan awan dia masih diam tak mengatakan sepatah katapun.

''Wan, gue- ucapku terpotong saat Pedra menarik tanganku kearah luar kelas. Beberapa pasang mata menatapku aneh, beberapa bisikan dapat aku dengar.

''Lo gak bisa, mainin Yola seenaknya!'' Awan menjegal tanganku, saat kami menuju arah parkiran.

Pedra tertawa hambar. ''Terus apa bedanya sama lo, bangsat!'' satu bogeman dilayangkan ke wajah mulus Awan. Membuat sang empu terhuyung beberapa langkah kebelakang.

Aku mencoba melepaskan cekalan tangan Pedra, menarik-nariknya untuk menyelamatkan Awan. Namun, nihil usahaku sia-sia kekuatan Perda jauh lebih besar dariku.

Ia membawaku pergi menggunakan motornya, melaju kencang membelah jalanan yang tak terlalu ramai. Tak ada yang bisa kulakukan selain diam, tak berkutik.

Kami berhenti di halaman perumahan yang ku ketahui siapa asli pemiliknya. Ini adalah rumah lelaki itu, yang dulu ia tinggali sebelum meyakinkan dirinya untuk tinggal memisah dari keluarganya.

Tak ada bau-bau manusia disini, sepi. Mungkin mereka sedang pergi, lelaki itu membawaku ke ruang tamu yang terdapat sofa panjang disana.
Tatapannya menatap intens ke arahku seolah meminta jawaban secara jujur.

''Lo jangan deketin dia!'' matanya terlihat memerah, tangan sebelahnya terlihat mengapit sebatang rokok diantara jarinya. Kantung matanya kendur dan hitam, kurang tidur agaknya.

''Kenapa?'' cicit ku mulai berani menatap matanya.

''kenapa? Lo itu cuma buat mainan sama dia,'' lelaki itu nampak lirih memandangiku dengan tatapan kosong.

''Mainin? Lo seharusnya ngaca Dra! Lo itu apain gue!'' sarkas ku menaikkan satu oktaf.

''Gue bisa jelasin,'' lelaki itu mengelus pundak ku yang nampak bergetar. ''Itu mantan gue,'' jelasnya.

''Oh, jadi karna itu mantan lo. Lo jadi seenaknya? Lo bisa pakai dia sepuas lo gitu?!'' aku tak terima atas pernyataannya.

''Bukan gitu. Kan lo tau gue satu sekolah sama dia, bahkan masih sering kumpul bareng. Gak mungkin gak ketemu Yol,'' lelaki itu nampak menenangkan ku.

empatheiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang