Just house not home

36 4 1
                                    

Hai prenn....

Lama tak jumpa apa kabarnya?
Aku ad sedikit masalah deh sama rl, jadi chapter ini ketunda mulu. Tapi, akhirnya jadi juga dan lumayan panjang.

Jangan lupa vote dan komen ya, follow fyolaaaa jangan lupa.

Happy reading all

Gue, Megumi Fayola. Cewek kelahiran 19 maret Bandar Lampung ini, 16 tahun yang lalu lahir kedunia, gue anak pertama sekaligus anak perempuan satu-satunya di keluarga gue. Anak yang diidamkan mereka akan hadir lelaki namun dikaruniai perempuan?

Ini kisah gue, kisah awal gue ketemu sama dia sampai pada akhirnya gue pisah sama dia. Gue punya keluarga cempaka (cemara penuh luka).
Hidup gue yang dibayang-bayangi akan tekanan. Semua hal yang harus gue kejar karena paksakan. Dan hal yang gue suka harus terpaksa gue suka karena orang tua.

Gue ngerasa muak, gue rasa udah mendaki tebing ini setinggi itu namun nyatanya apresiasi pun tak diberikan olehnya. ini gue, manusia si paling butuh validasi. Tapi, dibalik semuanya gue punya rumah yang bisa nerima gue.

Aku melangkahkan kakiku kedalam suatu tempat yang kusebut rumah. Sepi, seperti biasanya tak ada suara kehidupan disini. "Pulang juga kamu," suara itu mengangetkan ku. "Makan, Bunda masak banyak!" Perintahnya dengan satu persatu orang datang dari pintu belakang.

Apa aku bermimpi? Orang tuaku nampak tersenyum padaku? Kurasa sudah lama sejak kala itu. Dengan senang hati aku menghampiri mereka untuk duduk bersama di meja pantry yang tak terlalu besar.

Dapat kulihat beberapa lauk tersedia, tertata rapih dan kelihatan menarik. "Hari ini, Bunda masak opor kesukaan Darka." Ucapnya tersenyum namun, tak mengarah padaku.

Satu persatu piring yang terbalik, diisi nasi oleh wanita yang kusebut Bunda ini. Kuharap ia mengambilkannya untukku juga, "Yola ambil sendiri! Sudah besar," nafasku mencelos. Harapanku terlalu tinggi, siapa juga yang sudi mau mengambilkan sepiring nasi dan lauk pauk untukku.

Acara makan siang ini terjalin cukup hikmat, hingga akhirnya. "Bunda, Darka tertekan les privat ini nguras waktu Darka."

"Nguras waktu gimana? Ini semua demi kebaikan kamu," wanita itu nampak menyuapi adikku yang paling kecil.

"Darka gak punya waktu luang, untuk main Bun!" Keluhnya mencoba merayu Bunda memeluk salah satu lengannya.

"Yaudah, nanti Bunda minta kurangi jamnya." Wanita itu memutuskan. "Yola, Bunda sering liat kamu keluar. Gimana sekolah kamu?" Tanyanya dengan nada rendah.

"Bagus," singkatku memainkan handphone.

"Letakkan hpmu saat saya bicara!" Ia memperingati ku keras. "Bunda mau bilang, mulai minggu depan. Kamu pindah sekolah yang lebih baik, agar kamu berguna!" Penuturan nya mengagetkanku.

"Yola gak mau!" Tolak ku mentah-mentah, mana mungkin aku berpindah sekolah. Apa aku akan mengulangi adaptasi yang sangat-sangat susah bagiku?

"Harus Yola! Ini juga baik untuk kamu!" Ia menekankan namaku. "Tempat sekolah kamu sekarang, tidak terlalu bagus. Apa salahnya pindah ketempat yang lebih baik?"

"Tapi, Yola gak mau Bun!?" Aku menaikkan intonasi.

"Yola, jaga emosi kamu!" Peringat Ayahku entah untuk yang keberapa kalinya. Kupikir ia yang agak sedikit bijaksana disini, dibandingkan perempuan di hadapanku ini. "Kebiasaan banget, selalu ribut waktu makan. Ini yang jadi alasan Ayah gak suka makan bersama!" Panjangnya membuatku sedikit berpikir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

empatheiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang