MEMORIEL-1

260 16 2
                                    

Seoul, 16 Maret 2019

Saat bulan Maret, di negera tropis adalah musim pancaroba. Pergantian musim dari penghujan ke kemarau. Langit tidak bisa ditebak. Kadang kala saat pagi, begitu cerah. Namun menjelang siang, langit berubah gelap. Kadang pula hujan tidak datang meski awan kelabu. Yah, paling hanya angin kencang yang membuat rambut berantakan.

Berbeda di negera yang memiliki empat musim. Terutama di Korea. Ketika bulan Maret datang, banyak yang menyambut dengan suka cita. Musim semi, selalu menjadi musim yang dinantikan. Dinginnnya musim dingin, mulai digantikan dengan hangatnya musim semi. Bahkan, beberapa orang berkata musim semi itu ibarat jatuh cinta. Banyak wisatawan, yang ingin menikmati musim semi, terutama wisatawan asing yang hanya bisa menikmati dua musim. Seperti lelaki yang satu ini.

"Mana, sih?" Lelaki dengan rambut cepak dan jaket denim belel itu berjalan sambil sibuk memegang ponsel. Nama jalanan yang asing lengkap dengan tulisan Hangeul yang tidak dimengerti, membuatnya kesusahan mencari.

Langkah Riel tiba-tiba terhenti, merasa salah lagi membaca arah. Terpaksa dia bergerak ke pinggir dan mendekap buket bunga mawar dengan lengan kiri. Sementara kedua tangannya, memegang ponsel dan melihat petunjuk arah.

Riel merasa, setiap jalanan yang dilewati selalu sama. Terlebih dengan nama yang mirip. Songong-ro, Eulji-ro. Dia merasa sudah berjalan dua kali melewati jalanan itu. Ini semua karena dia sok-sokan naik kereta bawah tanah dan lupa harus berhenti di stasiun apa. Ditambah lagi, dia agak lupa dengan nama tujuannya. Parah.

"Oke! Kali ini pasti ketemu," gumam Riel sambil membawa buket bunga di tangan kiri, sementara tangan kanannya terangkat agak tinggi dengan ponsel yang menunjukkan petunjuk arah. "Kali ini bener...."

Langkah Riel semakin mantap, kala berhasil menemukan jalanan yang dicari. Senyumnya mengembang, terbayang seseorang yang pasti akan kaget melihat wajahnya. Terlebih, dia datang membawa bunga.

Tak lama kemudian, Riel sampai di sebuah hotel bintang lima, The Plaza Seoul. Napasnya memburu, bahunya naik turun tapi dia tersenyum. Kemudian dia mempercepat langkah menuju lobi. Dia sudah memiliki informasi, di mana pacarnya itu menginap.

Belum sampai menginjakkan kaki di lobi, Riel melihat wanita dengan rambut kecokelatan yang berjalan keluar sambil menyampirkan tas di pundak. Belum sempat memanggil, wanita itu menoleh. Sesuai dugaan Riel, wanita itu mengerjabkan lalu bola matanya membesar.

"Hai...." Riel melangkah mendekat kemudian wanita itu menghampiri. "Kaget nggak?"

Wanita itu menarik tangan Riel, alih-alih memeluknya. Dia menarik agak ke pinggir jalan kemudian menatap pacarnya itu. "Ngapain kamu di sini?"

Riel mengernyit, menatap Meya yang tampak tidak suka. Dia mencoba berpikir positif, mungkin Meya buru-buru. "Ada kegiatan? Aku bisa nunggu."

"Aku tanya, ngapain kamu di sini!"

Tubuh Riel tersentak mendengar teriakan itu. "Ngasih kejutan," jawabnya sambil merentangkan tangan. "Aku tadi salah turun stasiun, jadinya muter-muter nggak jelas."

Meya memperhatikan Riel yang berusaha tersenyum. "Kamu pasti lihat dari invoce yang dikirim di email, kan? Makannya kamu bisa tahu tempatku nginap."

"Ya, tentu." Riel mengulurkan bunga yang dipegang. "Selamat, Sayang!"

Bukannya menerima, Meya justru bersedekap. "Kayaknya aku harus ngasih tahu kamu."

"Apa? Kerja samanya jadi, kan?" Riel ingat saat Meya pamit ke Korea dua hari lalu karena akan bekerja sama dengan salah satu desainer yang berasal dari Negeri Gingseng itu. Namun, melihat wajah Meya yang memerah, Riel merasa telah terjadi hal buruk. "Coba cerita ke aku," pintanya sambil maju selangkah.

MemorielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang